Selasa, 06 Desember 2011 | 19:36 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Umur boleh senja, tapi vitalitas Ati Sikado, 66 tahun, tetap terjaga. Fisik nenek 12 cucu ini bugar, wajahnya segar, dan memorinya juga lancar. Tidak ada penyakit berat yang dia idap. "Paling cuma sakit ringan seperti flu atau semacamnya," katanya Ati.
Sebagai orang lanjut usia (lansia), warga Kalimalang,lJakarta ini sadar betul akan kemungkinan berbagai penyakit tua yang bisa menghampirinya, termasuk demensia (pikun). Tapi semua itu dihadapi dengan menjaga kebugaran fisik dan mentalnya. Secara rutin Ati melatih fisiknya dengan bermain tenis tiga kali dalam sepekan dan jalan pagi sepanjang 2,1 kilometer . Dia selalu berpikir positif, serta bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. "Saya aktif di paduan suara lansia dan pengajian,"ujarnya.
Aktivitas seperti Ati, menurut dokter spesialis penyakit jiwa Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta, Syailendra Sadjarwo, bermanfaat besar. "Itu upaya bagian dari senam otak agar mampu melawan demensia yang biasanya menyerang orang lansia,"katanya.
Senam otak bisa dilakukan dengan berbagai macam olahraga teratur dan terukur untuk lansia. Tujuannya oksigenisasi atau memasok oksigen ke otak. Dengan berolahraga, aliran darah menjadi lancar, sehingga aliran oksigen ke otak juga lancar. "Aktivitas fisik dan mental sangat mempengaruhi konsumsi oksigen ke otak," kata Syailendra dalam seminar tentang demensia dan senam otak di gedung Grand Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Oksigenisasi yang baik pada gilirannya akan membuat organ-organ tubuh lainnya tetap sehat dan terhindar dari kemungkinan berbagai macam penyakit, termasuk demensia.
Pikun, menurut dokter Syailendra, akan terjadi jika seorang yang memasuki masa usia lanjut dan tidak melakukan pencegahan. Menyerah pada usia membuat potensi terkena demensia mencapai 78 persen. Di Indonesia, prevalensi demensia pada lanjut usia yang berumur 65 tahun adalah 5 persen dari populasi lansia. Prevalensi ini meningkat menjadi 20 persen pada lansia berumur 85 tahun ke atas. Dengan kategori lanjut usia penduduk berumur 65 tahun ke atas, angka lansia di Indonesia pada 2000 sebanyak 11,28 juta. Jumlah ini diperkirakan melonjak menjadi 29 juta jiwa pada 2010 atau 10 persen dari populasi penduduk.
Sejumlah ciri khas demensia, adalah terjadinya kemunduran pada fungsi kognitif dan sensorimotor, a gangguan komunikasi, orientasi ruang dan waktu, serta timbulnya rasa tidak aman, bahkan di rumahnya sendiri. Di rumah, misalnya, pengidap demensia tidak mau ditinggal sendirian, sehingga anaknya tidak boleh pergi tanpa peduli mereka harus bekerja. Kekhawatiran berlebihan pun kerap muncul, serta terjadinya perubahan kepribadian. Ciri khas demensia yang lain adalah bersifat progresif dan agresif, seperti ; galak, kasar, dan menyerang.
Mereka juga sering keluyuran keluar rumah tanpa tahu tujuannya, gelisah, mondar-mandir, senang menimbun barang, impulsif, kurangnya sopan santun, serta sering mengulang-ulang pertanyaan. "Bahkan ada pengidap demensia yang sering mengulang-ulang perbuatannya, misalnya bersalaman berulang-ulang. Ini terjadi karena setelah salaman mereka tidak bisa merekam dalam memorinya,"ujar dokter Syailendra.
Dokter Syailendra menyarankan bagi seorang yang memasuki masa usia lanjut mau memelihara diri sendiri. jangan malas melakukan aktivitas fisik atau senam otak secara teratur dan terukur. Tetaplah Kemudian tetap bersosialisasi, memastikan asupan gizi sesuai dengan usia, berpikiran positif, dan menjaga emosi yang baik. "Demensia muncul, kalau seorang lansia tidak peduli lagi pada dirinya sendiri. Ubahlah mindset bahwa kita ingin hidup seribu tahun lagi dengan sehat," ujarnya. | AMIRULLAH | HP