Selasa, 06 Desember 2011 | 19:11 WIB
TEMPO.CO, Jakarta-Kesehatan otak merupakan modal dasar utama untuk beraktivitas secara produktif dan berkualitas sesuai kemampuan. Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), tidak terlepas dari peran kesehatan otak. Melalui pengelolaan kesehatan otak yang terintegrasi akan menghasilkan SDM yang cerdas, memiliki kompetensi, kemampuan, keterampilan, serta daya saing tinggi.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan, dr. Ratna Rosita, MPHM dalam sambutannya saat membuka "Seminar Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Melalui Brain Development", yang berlangsung hari Selasa lalu di Jakarta.
Ratna mengatakan, upaya kesehatan otak adalah upaya pelayanan kesehatan secara individu ataupun kelompok ini bertujuan meningkatkan dan memelihara potensi kecerdasan yang ada serta menanggulangi gangguan kesehatan otak yang dapat menurunkan produktivitas dan kualitas hidup manusia.
Peran kesehatan dalam mengembangkan SDM berbasis otak dilakukan dengan mengoptimalkan upaya kesehatan otak dimulai dari sejak janin sampai lanjut usia, kata Ratna. "Brain Development adalah salah satu model pendekatan pengembangan pemberdayaan manusia berbasis otak untuk meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas SDM", ujarnya.
Ratna menyebutkan, program Brain Development dilakukan melalui tahapan Brain Screening, Brain Stimulation dan Brain Restoration. Brain Screening, adalah upaya penilaian potensi kecerdasan pada orang normal maupun sakit, meliputi: Penilaian potensi kecerdasan pada anak sampai lanjut usia; Penilaian potensi kecerdasan majemuk (Multiple Intelligence) pada anak, misalnya kecerdasan bahasa, kecerdasan matematika, ataupun kecerdasan lain dan penilaian kecerdasan kompeten pada dewasa usia produktif.
Ratnapun menjelaskan brain stimulation, adalah upaya peningkatan kesehatan otak melalui pemberian rangsangan. Tujuannya mengoptimalkan potensi kecerdasan, meliputi: Stimulasi pada janin dilakukan melalui brain booster, yaitu pemberian stimulasi dan nutrisi pengungkit otak untuk meningkatkan perkembangan otak janin melalui ibu hamil; Peningkatan kemampuan komunikasi anak dan remaja melalui komunikasi otak, yang merupakan salah satu model pendekatan komunikasi yang sesuai dengan proses kerja otak; Brain learning pada lanjut usia untuk mengoptimalkan fungsi otak pada lansia melalui senam vitalisasi otak dan mendongeng; dan Brain exercise pada lanjut usia yang mengalami satu atau lebih gangguan proses kognitif dengan activity daily living yang masih baik.
Menurut Ratna, Brain Restoration, adalah upaya penanggulangan kerusakan otak melalui rangsangan potensi kecerdasan yang masih dimiliki untuk memaksimalkan potensi kecerdasan, meliputi: Brain Restoration pada anak, misalnya pada anak dengan gizi buruk, penyandang epilepsi; Brain Restoration pada remaja dengan masalah ketergantungan obat (NAPZA), adiksi pornografi; Brain Restoration pada lanjut usia yang mempunyai resiko maupun yang telah mengalami gangguan, misalnya pada lansia dengan gangguan degeneratif, gangguan vaskuler, penyakit metabolik, ataupun gangguan pasca stroke.
Ratna mengatakan setelah mengikuti seminar terbentuk suatu pemahaman tentang peran "Brain Development" dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Kementerian Kesehatan dengan lintas program dan lintas sektor, khususnya Dinas Kesehatan Provinsi agar mengkoordinasikan sistem layanan dan mengimplementasikan program di daerah masing-masing. Sarana pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas agar mengembangkan model pelayanan spesifik dan membangun sistem rujukan.
Profesi terkait dan akademisi agar menyusun standar pelayanan dan melakukan kajian terhadap pelayanan yang sudah dilakukan. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) supaya meningkatkan peran serta masyarakat dalam menunjang program pemerintah sehingga diharapkan dapat memfasilitasi pengembangan berbagai upaya kesehatan dalam rangka meningkatkan kualitas bangsa Indonesia. HADRIANI P