Liputan6.com, Washington DC: Menurut penelitian yang didanai oleh Dewan Penelitian Ekonomi dan Sosial (ESRC) Washington DC, Amerika Serikat, baru-baru ini, pekerja shift umunya merasa dikucilkan dari masyarakat. Matt Barnes menunjukkan bahwa jam kerja bisa memengaruhi hubungan keterlibatan dengan masyarakat, dan menghasilkan pemikiran tak dianggap oleh orang lain.
Dua pertiga dari para pekerja yang bekerja di waktu yang tidak biasa itu, awalnya mulai beradaptasi mengatur waktu untuk menghabiskan waktu luang mereka, dengan hal apa dan dengan siapa. Dibandingkan dengan orang yang bekerja satu minggu secara standar, para pekerja shift menghabiskan sedikit waktu untuk kegiatan sosial dan relasional, terutama jika mereka bekerja di malam hari atau di akhir pekan.
Rata-rata pekerja malam menghabiskan 6 jam 43 meni, pada kegiatan partisipatif per minggu. Sementara pekerja yang masuk di hari Ahad hanya melakukannya selama lima jam. Namun mereka yang bekerja di waktu normal menghabiskan kegiatan tersebut sekitar delapan jam.
"Dengan meneliti buku harian seseorang dan menganalisis cara mereka menghabiskan waktu mereka selama periode 24 jam, kami telah mampu untuk memahami bagaimana mereka 'berpartisipasi' dan apa yang mungkin dilakukan untuk menciptakan inklusi sosial yang lebih besar," ungkap Barnes.(Zeenews/SHA)