KOMPAS.com - Gaya berbelanja offline, atau berbelanja langsung dengan mendatangi toko, kini mulai ditinggalkan. Orang beralih ke kebiasaan baru: berbelanja online, alias melalui dunia maya. Transaksi dilakukan tak hanya melalui perangkat komputer di rumah, tetapi juga melalui ponsel pintar. Tak heran, gaya hidup baru ini banyak dianut oleh kaum muda yang rata-rata melek teknologi.
Tetapi, namanya juga gaya hidup baru, online shopping ini sebenarnya masih menyisakan sedikit kekhawatiran bagi pelanggan. Dua hal yang paling menjadi kekhawatiran pelanggan adalah mengenai kualitas produk, dan sistem pembayaran yang aman. Untuk mendapatkan pengalaman belanja yang memuaskan, akhirnya kita berpegang pada pengalaman orang lain. Bila mereka puas dengan layanan toko online tersebut, barulah kita bersedia membeli dan membayar.
Kebiasaan ini rupanya ditangkap oleh Blibli.com. Situs belanja ini memposisikan dirinya sebagai social e-commerce, yang mengusung tagline "assisting customer assisting customer". Artinya, Blibli.com membantu pelanggan agar si pelanggan dapat membantu pelanggan lain. Ia menempatkan dirinya sebagai sahabat bagi pelanggan yang memberikan saran-saran terbaik. Oleh karena itu, member pun disebut sebagai "friends".
"Blibli.com tidak mencari fans. Lihat saja, member kami hanya 3.000 orang. Kalau fans, misalnya fans bola, mereka menjadi fans kalau (tim kesayangannya) lagi menang aja. Tetapi kalau teman, baik susah maupun senang selalu ada. Sebagai brand, kami membantu customer agar terbantu, dan kemudian customer dapat membantu yang lain," papar Ivan W. Hudyana, Head of Marketing Blibli.com, saat memperkenalkan tampilan baru situs ini di The Canteen, Pacific Place, Jakarta, Kamis (15/12/2011).
Untuk memberikan rekomendasi produk bagi pelanggan, situs yang diluncurkan sejak Mei 2011 ini menghadirkan "experts" untuk berbagai bidang, seperti fashion, kecantikan, ibu dan anak, gadget, dan lain sebagainya. Selain itu, mereka juga mengundang beberapa blogger yang bertindak sebagai penasihat pada para pelanggan, sekaligus saling bertukar informasi mengenai apapun.
Dengan menghadirkan para pakar dan blogger, Blibli.com berharap pelanggan dapat menjadi pembelanja yang lebih cerdas. "Soalnya tidak semua barang ituk layak dibeli, banyak yang harus dipikir-pikir dulu agar sesuai budget dan kebutuhan. Lagipula nggak semua barang yang mahal itu bagus. Misalnya, BlackBerry itu ada kekurangannya, ponsel Android juga ada kekurangannya. Jadi bisa dibahas satu-satu (kelebihan dan kekurangannya). Kami bisa memberi saran mana yang layak dibeli," timpal Ario Pratomo, blogger gadget yang menyandang predikat "Asia's Best Entrepreneur Under 25".
Sebagai online mall, Blibli.com juga mencoba menawarkan berbagai kemudahan bagi para pelanggan. Untuk kategori Women, misalnya, pelanggan tak hanya dapat membeli busana yang diinginkan, tetapi juga diberi saran mengenai bawahan, sepatu, tas, atau aksesori apa yang cocok untuk busana tersebut.
"Ada juga konsep mix & match. Pokoknya pelanggan itu di-enriched (pengalamannya), pantas nggak sih kalau beli baju ini. Gadget juga akan dibuat seperti itu. Kalau memakai gadget yang ini, aksesorinya apa ya," ujar Ivan memberi contoh.
Dalam proses pembelian dan pembayaran, pelanggan juga selalu diberi kesempatan untuk mengonfirmasi kembali keputusannya untuk membeli. Kemudian ketika barang sedang kosong atau habis (out of stock), akan ada informasi kapan stok barang datang lagi. Dengan demikian pelanggan tidak putus asa dan berpindah ke "toko sebelah".
"Pendek kata, kami melayani dari kacamata customer. Yang penting juga adalah thank you page, karena inilah yang menentukan apakah customer akan balik lagi. Setelah setelah berbelanja, e-commerce selalu mengajak customer balik lagi dengan cara diarahkan untuk melihat-lihat barang lagi. Psikologi shopping itu harus di-applied," tutur Ivan, sambil menambahkan bahwa pageview Blibli.com telah meningkat 349 persen sejak dirilis Mei lalu.
Dengan segala fasilitas dan kemudahan tersebut, Blibli.com ingin membantu pelanggan membuat keputusan yang terbaik untuk pembeliannya.