Rabu, 14 Desember 2011 | 03:21 WIB
TEMPO.CO, :- Mengkonsumsi banyak buah dan sayur organik dianjurkan sebagai sumber vitamin terbesar untuk tubuh. Mengkonsumsi secara tepat dan aman merupakan modal dasar bagi kesehatan dalam menjalankan aktivitas keseharian. Namun bagaimana jika buah atau sayuran yang dijual di pasaran ternyata mengandung zat-zat berbahaya bagi tubuh? Tentu hal ini sangat mengkhawatirkan.
Awal Desember lalu, Badan Ketahanan Pangan Daerah Regional Sulawesi Selatan mengumumkan hasil uji laboratorium buah dan sayur segar yang sampelnya diambil dari sejumlah supermarket di Makassar.
ernyata ditemukan beberapa buah dan sayuran, seperti lengkeng, menggunakan pengawet formalin, yakni jenis zat yang biasa digunakan sebagai pengawet mayat dan campuran bahan perekat kayu.
Meski hasil uji laboratorium ini telah diumumkan, masyarakat masih ramai membeli, seperti yang terlihat di area penjualan buah di salah satu supermarket di Mal Panakkukang, Minggu lalu.
Salah satu pembeli, Wahida Anwar, terlihat asyik memilih-milih buah apel kulit merah impor khas Washington. Ia mengaku senang berbelanja buah dan sayur di supermarket dibanding yang dijajakan di jalanan ataupun pasar tradisional. "Di sini kebersihannya lebih terjamin. Yang di pinggir jalan atau pasar biasanya kotor dan berdebu," kata wanita paruh baya ini.
Mereka tak menyangka jika buah dan sayuran yang beredar di supermarket mengandung bahan pengawet berbahaya. "Aduh, kalau begitu, saya harus lebih berhati-hati," ujar Wahida. Hal senada diungkapkan Muhammad Haidir, konsumen yang telah beberapa waktu memilih-milih lengkeng dan mencicipinya terlebih dulu. "Bagaimana cara mendeteksi buah yang mengandung formalin?" kata Haidir.
Juru bicara Badan Pengawas Obat dan Makanan Sulawesi Selatan, Fitriani, mengatakan pada umumnya makanan yang mengandung formalin bertahan lama di luar waktu normal meskipun ditempatkan pada suhu ruang (25-27 derajat Celsius) dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es (10 derajat Celsius).
Bahan makanan yang mengandung formalin juga memiliki pertanda khusus, seperti pada daging ayam teksturnya akan lebih kencang, pada ikan insangnya berwarna merah tua bukan merah segar, dan pada mi basah teksturnya tidak lengket dan tidak mudah putus. Selain dari fisik makanan, formalin dapat dideteksi dari baunya yang menyengat.
Khusus pada buah, cukup sulit mendeteksi zat formalin hanya dari segi fisiknya. "Untuk buah-buahan, memang sebaiknya dilakukan uji laboratorium, terlebih jika baunya berbeda dengan bau asli buah tersebut, atau kulit luarnya tampak mengkilap," kata Fitriani. Formalin pada buah yang dijual secara bertangkai, seperti lengkeng dan anggur, dapat sedikit dikenali. Jika tangkainya sudah tampak layu, sementara buahnya masih sangat segar dengan bau menyengat yang bukan bau buah, patut diwaspadai.
Meskipun hasil temuan Badan Ketahanan Pangan Daerah menunjukkan kandungan formalin dalam buah tersebut belum mencapai titik riskan, masyarakat tetap harus berhati-hati. Analis kesehatan masyarakat, Prof Veny Hadju, mengatakan seminim apa pun penggunaan zat formalin yang terkandung dalam makanan, jika dikonsumsi berkali-kali, tetap saja pada akhirnya akan merusak tubuh. "Formalin, boraks, rhodamine, atau zat kimia apa pun sangat tidak dianjurkan digunakan dalam makanan, karena dapat menghancurkan organ tubuh secara perlahan," kata Veny.
Ia menganjurkan masyarakat lebih teliti saat membeli dan mengkonsumsi makanan yang disajikan. Untuk buah dan sayuran, Veny menganjurkan masyarakat memilih yang organik dan nonpestisida. Ciri buah dan sayuran organik bisa dilihat dari tampilan yang tidak sempurna. Pada umumnya buah organik cepat membusuk dan sering kali ada bekas gigitan ulat pada bagian fisik buah.
Formalin memiliki senyawa CH2 OH, yang reaktif dan mudah mengikat air. Bila zat ini sudah bercampur dengan air, barulah dia disebut formalin. Formalin sangat mudah mengikat protein. Karena itu, ketika disiramkan ke makanan berprotein, seperti tahu, formalin akan meresap hingga kebagian dalamnya, sehingga menyebabkan protein mati. Makanan yang sudah dicampuri formalin tidak akan terserang bakteri pembusuk yang menghasilkan senyawa asam. Itulah sebabnya tahu atau makanan lainnya menjadi lebih awet.
Jika masuk ke tubuh manusia, formalin juga akan menyerang protein yang terdapat dalam tubuh, seperti pada lambung. Terlebih bila formalin tersebut masuk ke tubuh dengan dosis tinggi. Jika digunakan sebagai pengawet makan dalam dosis rendah, efek formalin tidak seketika dirasakan. Tapi bisa menyebabkan tubuh manusia terinfeksi kanker akibat zat karsinogen yang ada di dalamnya.
Bahan pengawet lainnya, seperti boraks, rhodamine, dan pestisida, sama berbahayanya dengan formalin. Mengkonsumsi zat ini dalam jangka panjang akan menimbulkan mutasi genetik, kanker, dan keracunan pada alat-alat reproduksi manusia. Bila masuk ke tubuh ibu yang mengandung dan menyusui, zat ini akan mempengaruhi perkembangan perilaku pada bayi, gangguan hormonal, dan cacat lahir.
l ISMIRA SYAHRIR