Ilustrasi anak dalam perceraian (corbis.com)
VIVAnews - Perceraian kerap menjadi pilihan terbaik bagi pasangan menikah ketika sudah tidak ada lagi kecocokan. Namun sebaik apapun prosesnya, perceraian selalu berdampak negatif bagi anak.
Menurut sebuah penelitian terhadap 1000 keluarga, anak pasti selalu akan menderita dan mengalami trauma. Para peneliti mengatakan temuan mereka bertentangan dengan keyakinan publik bahwa perceraian bisa jadi jalan terbaik bagi setiap anggota keluarga termasuk anak dan takkan menjadi sebuah pengalaman traumatis pada anak di kemudian hari. Padahal, orang tua bercerai harus berusaha lebih keras untuk melindungi anaknya dari trauma tersebut.
Penelitian dimulai dengan dengan membandingkan kesejahteraan anak dari orang tua bercerai dengan anak dari pernikahan yang kuat. Seperti dilansir dari Daily Mail, anak yang berasal dari orang tua bercerai cenderung memiliki nilai yang buruk. Hal ini dapat terlihat dari 944 keluarga bercerai.
Studi membagi keluarga jadi tiga kelompok. Orang tua bercerai yang masih kooperatif dalam mengasuh anak (yang diyakini sebagai perceraian yang baik), orang tua bercerai yang membagi waktu pengasuhan namun sudah tidak lagi bertegur sapa, dan single parent karena salah satu orang tua tidak lagi ikut serta mengasuh anak.
Ketiga kelompok keluarga tersebut menjalani sesi wawancara ketika anak mereka remaja. Sedangkan, anak mereka menjalani sesi wawancara ketika mereka tumbuh dewasa.
Hasilnya, ketiga kelompok memiliki jawaban yang serupa. Seperti diterbitkan dalam jurnal Family Relations, anak yang memiliki orang tua kooperatif lebih sedikit memiliki masalah perilaku dibandingkan mereka yang memiliki orang tua yang sudah berpisah.
Namun, mereka tidak lebih baik jika dilihat dari kepercayaan diri yang mereka miliki, kepuasan terhadap kehidupan dan sekolah, atau pengalaman dengan rokok, obat-obatan, dan alkohol.
Bahkan, nilai sekolah mereka lebih buruk dibandingkan mereka yang memiliki orang tua yang sudah tidak lagi bertegur sapa. Ketika dewasa, anak dari 'perceraian yang baik' cenderung mengalami hubungan seks dini dan memiliki kehidupan yang kacau sama seperti mereka yang hidup dari keluarga terpisah.
Hasil yang sama juga didapatkan dari mereka yang hidup dalam keluarga yang terpecah. Para peneliti dari Universitas Pennsylvania State mengatakan bahwa hasil yang ditemukan hanya sedikit mendukung keyakinan masyarakat bahwa masih terdapat perceraian yang baik.
Paul Amato, pakar sosiologi keluarga, mengatakan bahwa orang tua bercerai harus lebih pintar untuk membantu anak mereka beradaptasi dengan perubahan dalam keluarga. Ia juga mengatakan bahwa perceraian hanyalah jalan terakhir ketika segala usaha sudah dilakukan untuk menyelamatkan pernikahan.
"Tidak semua anak dari keluarga bercerai mengalami masalah jangka panjang. Tapi, persahabatan setelah bercerai masih jauh lebih tidak stabil dibandingkan pernikahan yang utuh, apalagi jika anak ikut terlibat. Pentingnya pernikahan orang tua bagi anak tidak dapat anggap berlebihan." (eh)
• VIVAnews
Belum ada komentar untuk ditampilkan pada artikel ini.
Kirim Komentar
Anda harus Login untuk mengirimkan komentar