Cuaca yang tidak menentu ditambah kondisi kesehatan tubuh yang naik turun, tidak mematahkan tim Vemale untuk berkunjung ke salah satu sekolah fashion tertua di Indonesia, dan bertemu tokoh satu ini.
KapanLagi.com - Masuk di sebuah kawasan ruko di area Cikini, Tim Vemale akhirnya tiba juga di Lembaga Pendidikan Tata Busana (LPTB) Susan Budiardjo. Memenuhi janji interview dan bertemu langsung dengan seorang tokoh fashion senior, Susan Budiardjo, memang memiliki excitement tersendiri. Sejumlah pertanyaan telah tersusun di kepala. Begitu tiba, kami langsung dipersilahkan masuk oleh Susan, yang saat itu nampak apik mengenakan blus berwarna biru polos dipadu dengan rok kerut bercorak dengan dominasi warna coklat. Sesuatu yang menarik dari bentuk kerah leher dari blus sederhananya, dengan warna kontras putih dibentuk sedikit bergerigi pada bagian ujung kerah, seolah menjadi 'statement' yang manis.
Menempuh pendidikan fashion pertamanya di Akademi Seni Rupa dan Desain (Asride) pada tahun 1971, Susan mengaku pada usia remaja banyak hal yang ia mau dan ingin ia raih. Mulai dari seorang penari, pemain gitar, juga sebagai seorang arsitek, untuk keinginannya satu ini Susan bahkan pernah menjalani Pendidikan Arsitektur yang tidak ia tuntaskan.
Pilihan fashion akhirnya menjadi sesuatu yang membawa dirinya menjadi salah satu desainer Indonesia ternama. Susan mengaku fashion sebenarnya telah menjadi bagian dalam hidupnya sejak sang mama memperkenalkannya secara tidak langsung, dengan rajin membuatkan baju untuknya. Baru setelah remaja, Susan mencoba membuat bajunya sendiri, dan memancing banyak temannya tertarik untuk mengcopy hasil karyanya.
Ketertarikannya pada fashion dimulai di sini. Susan akhirnya memutuskan untuk masuk ke pendidikan fashion di salah satu akademi Seni Rupa dan desain di Jakarta. Mempelajari dunia fashion makin membuatnya jatuh cinta dan membulatkan tekadnya untuk menempuh pendidikan fashion yang lebih baik, Susan pun memutuskan untuk berguru ke luar negeri, dan Sekolah Fashion di Jerman jadi tujuannya, yang juga ia tidak tuntaskan. Pendidikan fashion yang ia tempuh tidak berhenti di situ, ia kembali meneruskan ke London Fashion Desain School di Inggris dan di Richard Robinson Couturier, London.
Saat semua berlomba untuk menjadi seorang desainer ternama setelah mengecap pendidikan di Luar negeri, Susan malah bulat bertekad ingin memiliki sekolah fashion setelah lulus nanti. Alasan sangat simple, ingin membantu orang yang tertarik mempelajari fashion, karena berdasarkan pengalamannya, ia cukup kesulitan menemukan sekolah yang bisa secara khusus memberikan ilmu fashion yang baik. Dari pemikiran yang simple ini, kini Susan telah memetik hasilnya, banyak beberapa lulusan sekolahnya yang kini merupakan nama besar di dunia fashion.
"Suatu kebanggaan yang tidak saya sadari, semakin kemari saya mulai makin kuat merasakannya, mendengar dan melihat keberhasilan anak didik saya, merupakan kepuasan yang tidak terbayarkan," ucap perempuan yang hampir menginjak usia 62 tahun ini.
Perancang dengan garis rancangan clean dan simple ini mengaku terkadang rindu untuk kembali membuat show, namun dengan kesibukannya saat ini, ia harus cukup senang melakukan hanya pada batasan request–request kecil saja. Karena buatnya prioritas utama adalah sekolah yang telah ia bina selama 31 tahun, dan kepuasannya menjadi seorang pendidik memang dibuktikan Susan dengan serius untuk mengelola lembaga pendikan fashion miliknya ini.
"Kini saya lebih senang disebut sebagai seorang pendidik, ketimbang desainer, kalo ditanya profesi saya apa, ya saya cuma bilang saya adalah seorang guru," begitu pungkas Susan yang menikmati hobby traveling dan masak di sela–sela kesibukannya. Di usianya yang sudah tidak muda lagi, Susan berucap ingin banyak menikmati waktu pribadinya, sambil memetik kebahagiaan yang membanggakan dengan melihat kesuksesan anak–anak didiknya. (wo/ana/bee)