Kompas.com - Hasrat besar untuk segera memiliki keturunan bisa menjadi bumerang dalam kehidupan perkawinan. Tak jarang, rasa bersalah dan kecewa karena anak yang tak kunjung datang tersebut menjadi pemicu gangguan mental.
Dalam sebuah penelitian di Denmark terhadap 98.737 perempuan yang menderita gangguan kesuburan antara tahun 1973 dan 2008 membuktikan hal tersebut. Para peneliti menemukan, wanita yang tetap tak berhasil hamil bahkan setelah melakukan program bayi tabung lebih beresiko mendapatkan perawatan gangguan mental.
Selama periode 12,6 tahun, separuh dari para responden yang melakukan program bayi tabung berhasil hamil. Namun 18 persen dari kelompok wanita yang tak kunjung hamil, harus berakhir di rumah sakit karena mengalami gangguan jiwa.
Secara total, hampir 5.000 dari populasi para wanita itu mendapatkan perawatan karena berbagai kondisi, seperti kecanduan alkohol, depresi, obsessive compulsive disorder, hingga psikosis.
Menurut peneliti, ketidakhadiran anak pasca berbagai terapi kesuburan cenderung meningkatkan risiko penyalahgunaan alohol sampai 103 persen dan schizophrenia sampai 47 persen. Sementara itu risiko terjadinya gangguan pola makan naik 47 persen.
Hasil penelitian tersebut dipresentasikan dalam pertemuan tahunan European Society of Human Reproduction and Embryology di Istanbul, Turki.
"Hasil studi menunjukkan bahwa kegagalan program kesuburan bisa jadi faktor penting pada gangguan psikiatri. Karena itu sangat penting untuk memberikan konseling pada wanita yang akan mendapatkan terapi kesuburan," kata Dr.Birgitte Baldur-Fleskow dari Danish Cancer Research Center.