KOMPAS.com - Fashion kini tak bisa lagi dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Setiap orang saat ini selalu berusaha untuk berbusana dengan cara yang stylish. "Fashion sekarang ini sudah menjadi salah satu dari lifestyle masyarakat Indonesia, dan tak hanya menjadi bagian dari kaum elit saja, melainkan juga di kalangan menengah," tukas Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan, Gusmadi Bustami, saat konferensi pers Indonesia Fashion Week di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Kekayaan budaya dan warisan seni asli Indonesia seperti batik dan tenun menjadi salah satu nilai potensi yang masih harus dikembangkan. Hanya saja, sampai saat ini belum banyak masyarakat Indonesia yang menyadari keindahannya, dan memanfaatkannya. Justru sebaliknya, lebih banyak orang asing yang mencintai warisan budaya Indonesia.
"Jika dijual di Indonesia, jarang sekali orang Indonesia yang akan membeli karena harganya yang dianggap mahal. Lain halnya dengan orang Jepang. Mereka justru bisa menghargai nilai seni tenun dan proses pembuatannya sehingga mereka tidak keberatan dengan harga jualnya," tukas Nina Jusuf, desainer Toraja Melo, kepada Kompas Female, dalam acara Untannun Kameloan di Museum Tekstil, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Indonesia sebenarnya masih memiliki banyak potensi yang harus digali lagi. Namun jika tidak digali potensinya, hal ini justru bisa menjadi bumerang bagi bangsa kita. Sebab, sistem ekonomi terbuka yang dianut Indonesia memungkinkan banyak brand luar negeri dan produk dari negara lain masuk dengan mudah ke Indonesia. Harga jual yang lebih murah, dan citra produk luar negeri yang lebih bergengsi membuatnya lebih dicari oleh orang Indonesia.
Peningkatan penjualan produk lokal
Meski demikian, sejak diakuinya batik sebagai warisan budaya dunia, tren fashion yang menggunakan bahan tradisional sebenarnya mulai meningkat. Bahkan kebanggaan dan kecintaan akan produk lokal semakin tinggi. Sapta Nirwandar, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengungkapkan bahwa kebanggaan ini juga terlihat dari penggunaan pakaian batik di banyak perusahaan setiap hari Jumat.
"Jika dulu kita merasa terpaksa pakai batik, sekarang ini orang sudah lebih suka pakai batik meski bukan hari Jumat," tandas Sapta.
Catatan dari Kementerian Perdagangan mengungkapkan pula bahwa perkembangan dunia fashion sudah semakin maju, dan bergerak karena adanya kenaikan penjualan di kalangan menengah. Hal ini disebabkan oleh semakin tingginya pendapatan per kapita masyarakat per tahunnya. "Tahun lalu, pendapatan per kapita masyarakat Indonesia mencapai angka 4.000 dollar per tahun," tambahnya.
Kenaikan pendapatan ini membuat banyak orang semakin konsumtif, terutama dalam hal lifestyle. Di satu sisi mungkin hal ini terkesan tidak baik, namun dari segi pertumbuhan pendapatan negara bisa membantu mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Hanya saja, masyarakat Indonesia harus lebih giat lagi mencintai aneka produk fashion dalam negeri, bukan hanya menyukai aneka produk fashion luar negeri.
"Pasar Indonesia merupakan pasar yang potensial bagi dunia. Maka seharusnya kita bisa memanfaatkannya dengan bijak, untuk meningkatkan produk fashion dalam negeri dan juga pendapatan negara," tukasnya.
Editor :
Dini