KOMPAS.com - Ocha merupakan jenis teh tradisional khas Jepang yang banyak disukai masyarakat Indonesia. Ocha banyak digemari karena dipercaya bisa membantu menghilangkan lemak tubuh, mencegah kerontokan rambut dan melancarkan pencernaan. Selain itu, sama seperti jenis teh lainnya, aroma dan kenikmatan ocha juga bisa membantu menenangkan tubuh dan pikiran, serta beragam manfaat lainnya.
"Ocha juga memiliki taste yang tak jauh beda dengan teh lainnya sehingga dari segi rasa, lidah masyarakat Indonesia bisa menerimanya," tukas Erwin Agustian Panigoro, Marketing Manager PT Suntory Garuda Beverage dalam acara '"A Journey to Discover Ocha" di Four Seasons Hotel, Jakarta Selatan, Jumat (28/9/2012) lalu.
Di Jepang, sebenarnya ocha merupakan minuman yang menjadi bagian penting dalam kebudayaan dan kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Ocha sudah hadir sejak abad ke-13 atau sekitar 800 tahun lalu. Bibit teh ini dibawa oleh seorang pendeta Zen Budha bernama Eisai. Pada tahun 1207, untuk pertama kalinya bibit ocha ini ditanam dan dikembangkan di sebuah taman teh di Kyoto. Namun, pada awalnya ocha hanya digunakan untuk obat.
Kebudayaan minum ocha ini mulai bergeser pada abad 15 dan 16, ketika ocha mulai dinikmati oleh kalangan samurai dan kaum terpelajar. Budaya minum ocha sedikit demi sedikit lalu mulai mengakar menjadi dasar filosofi gaya hidup masyarakat, dan menjadi salah satu karakteristik kebudayaan Jepang hingga sekarang. Budaya minum ocha di seluruh lapisan masyarakat sendiri mulai berkembang pada abad 17 dan 18 setelah sencha (salah satu varian ocha) mulai terkenal dan menyebar ke seluruh Jepang.
Varian ocha
Daun teh yang dihasilkan perkebunan teh di Jepang memiliki kualitas yang baik karena teknik penanamannya yang canggih. Ada beberapa daerah utama penghasil ocha, antara lain Uji di Kyoto, Kagoshima, dan Shizuoka. Dalam satu tahun, daun teh di sini dipetik tiga kali. Pemetikan pertama dilakukan mulai musim semi antara bulan April dan Mei, kedua pada bulan Juni sampai Agustus, dan ketiga pada bulan September sampai November. Teh yang dipetik pertama kali merupakan teh yang berkualitas paling baik karena mengandung nutrisi yang paling banyak.
Ocha sendiri memiliki beberapa jenis tergantung dari teknik penanamannya, yaitu teknik penanaman tertutup dan terbuka. Teknik penanaman ini akan berpengaruh pada rasa yang dihasilkan. Teknik penanaman tertutup ini dilakukan dengan menutup semua tanaman teh dengan terpal (mulsa). Menutup daun teh akan mempertahankan asam amino di daun teh sehingga tidak berubah menjadi catechin yang menyebabkan ocha berasa pahit.
Beberapa varian ocha dari teknik penanaman tertutup antara lain matcha (tencha), gyokuro, dan kabuse-cha. Sedangkan teknik penanaman terbuka akan menghasilkan varian ocha seperti sencha, fukamushi-sencha, kamairi-cha, bancha, haouji-cha, dan genmai-cha.
Proses pembuatan ocha
Agak berbeda dengan teh lain, ocha tidak bisa langsung diseduh setelah dipetik. Ocha masih harus melalui sebuah proses pemijatan untuk menghasilkan warna, kilau, rasa, dan aroma yang hanya dimiliki ocha. Untuk memijat ocha, digunakan sebuah meja pemijat yang disebut jotan.
Jotan terdiri atas lapisan tebal kertas Jepang dan diletakkan pada rangka kayu. Di bawah kertas tebal ini terdapat batu bara yang berfungsi untuk membuat meja ini jadi agak panas. Tingkat panas ini bertujuan untuk mengeringkan daun teh.
Jotan
Dalam satu kali proses pijat, tiga kilogram daun teh bisa dilakukan sekaligus. Cara memijatnya pun cukup unik, pertama, daun teh yang telah di-steam diletakkan di atas jotan, dan dipijat searah secara lembut dan teratur sambil diberi sedikit tekanan. Kemudian dua gulungan daun teh ini dibagi menjadi dua bagian terpisah, dan setiap bagiannya diputar 180 derajat dan dipijat kembali.
Proses ini diulang-ulang terus selama kurang lebih enam jam. Setelah daun ini kering, maka daun teh siap diseduh dan dinikmati.
Editor :
Dini