KOMPAS.com - Selain menjaga asupan makanan bagi dirinya dan janin yang sedang di kandung, ibu hamil perlu memerhatikan kualitas tidurnya. Ibu hamil yang mengalami gangguan tidur karena sleep apnea memiliki risiko lebih tinggi mengalami problem kesehatan baik bagi dirinya maupun sang bayi.
Demikian kesimpulan sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Obstetrics & Gynecology. Sleep apnea adalah gangguan tidur pada seseorang karena masalah pernapasan. Gangguan pada waktu tidur ini ditandai dengan tidur mendengkur, sulit bernafas, nafas beberapa saat terhenti, sering tersedak atau terbatuk-batuk waktu tidur, sering terbangun di malam hari dan sering buang air kecil.
Dalam studi tersebut, bayi yang lahir dari ibu dengan gangguan tidur sleep apnea yang parah berisiko lebih tinggi menjalani perawatan di unit rawat intensif neonatal, ketimbang bayi yang lahir dari ibu dengan kondisi tersebut. Selain itu, ibu dengan sleep apnea rentan mengalami preeklamsia yaitu kondisi tekanan darah menjadi tinggi selama kehamilan. Bayi yang dilahirkan pun harus melalui operasi caesar.
Para peneliti dalam kajiannya menganalis informasi dari 175.000 responden ibu hamil yang semuanya mengalami obesitas. Pengujian sleep apnea obstruktif pada para responden ini dipantau dengan perangkat portabel. Sebanyak 15 persen dari responden mengalami sleep apnea obstruktif. Kondisi mereka lebih sulit di mana tekanan darahnya lebih tinggi dibandingkan yang tidak mengalami sleep apnea.
Di antara responden dengan sleep apnea, sebanyak 65 persen harus menjalani operasi caesar, sedangkan 33 persen sisanya bisa melahirkan normal. Selain itu, 42 persen ibu hamil dengan sleep apnea mengalami preeklamsia dibandingkan 17 persen yang tidak sleep apnea. Namun, kelompok ini mengalami kelahiran prematur yang serupa.
Persentase bayi baru lahir yang terpaksa dirawat di ruang intensif mencapai 46 persen bagi ibu yang mengalami sleep apnea. Sementara ibu yang tidak mengalami sleep apnea persentasenya hanya 18 persen.
Sleep apnea pada ibu hamil berbahaya, namun menurut para peneliti hal ini sayangnya jarang diperhatikan. Perhatian komplikasi pada kehamilan lebih banyak membicarakan tekanan darah tinggi dan diabetes gestational. Salah seorang peneliti, Dr. Judette Louis, ahli di bidang kebidanan dan ginekologi dari Universitas South Florida mengatakan, ibu hamil harus mengobati sleep apnea-nya selama kehamilan.
Penderita sleep apnea akan mengalami kesulitan bernapas atau napasnya terhenti dan mengalami jeda saat tidur. Pada sleep apnea yang obstruktif, jeda saat tidur ini teradi karena jalan napas tersumbat. Kegemukan atau obesitas menjadi salah satu alasannya. Jaringan lemak ekstra akibat kegemukan dapat mempersempit jalur napas di tenggorakan.
Cara terbaik untuk mengurangi risiko akibat sleep apnea adalah menurunkan berat badan sebelum seorang wanita hamil. Penelitian ini mengambil sampel para wanita hamil dengan obesitas, sehingga belum diketahui apakah sleep apnea memiliki pengaruh yang sama pada wanita non obesitas.