KOMPAS.com - Bagaimana desainer Indonesia berhadapan dengan calon pembeli dan pemasar produk di New York? Berdebar-debar, pasti. Namun, perancang busana Indonesia, percaya diri karya mereka dapat menembus New York.
Dua perancang busana asal Indonesia, Tuty Cholid dan Denny Wirawan, yakin karya mereka dapat menembus New York, Amerika Serikat. Keyakinan yang sama juga ada di benak Yuke Setiyoko, perajin sutra liar bermerek Lenan.
Pada akhir September lalu, Tuty, Denny, dan Yuke, tiba di New York. Dua peragaan busana sudah menanti. Pertama, pada acara South-South Award 2012 yang dihadiri perwakilan dari berbagai negara di wilayah selatan-selatan. Kedua, pada acara makan malam sekaligus pemberian penghargaan untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Di kedua tempat itu, Tuty dan Denny menampilkan sejumlah rancangan berbahan dasar kain yang dihasilkan perajin mitra binaan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Tuty menggunakan kain sutra Lenan, batik Kawanida, serta tenun dan batik karyanya sendiri. Adapun Denny menggunakan kain songket Nirmala Sari.
Menjelang peragaan busana pada acara South-South Award 2012, Denny dan Tuty menyiapkan para model dengan teliti. Kendati cukup tenang karena sudah berkali-kali menyiapkan peragaan busana, mereka terlihat tegang di belakang panggung. Penasaran dengan reaksi tamu-tamu yang hadir, sekaligus tak ingin peragaan busana tak sempurna.
Denny dan Tuty beberapa kali memastikan busana karya mereka sempurna di tubuh para model. Kebaya jatuh dengan pas, blazer dan jas dikenakan dengan tepat, dan selendang dikalungkan dengan elegan. Debar-debar di dada sontak menghilang, saat para tamu bertepuk tangan riuh.
Hal yang sama terjadi pada acara makan malam yang dihadiri Presiden dan Ibu Ani Yudhoyono. Model-model disiapkan secermat mungkin. Bahkan, Yuke tak kalah berdebar-debar karena ia menggelar karyanya, kain sutra merek Lenan, di selasar dekat pintu masuk ruang makan malam.
"Semua saya siapkan dengan baik, supaya menarik. Selain itu, supaya orang-orang kenal dengan karya sutra alam ini. Syukurlah semua beres," kata Yuke seusai acara, lega.
Etnik
Busana-busana bernuansa etnik namun bersiluet modern dan simpel diperagakan model-model asal New York. Kain berwarna lembut jadi terlihat menonjol dengan potongan yang cantik. Para model pun tampil memikat di depan undangan yang rata-rata bersetelan bisnis.
"Kain ini enak sekali jatuhnya di badan," kata John, salah satu model, memuji kemeja lengan panjang yang ia peragakan.
Krystal Ugo yang menghadirkan model-model New York juga memuji kain dan potongan busana Tuty dan Denny. "Kalian dengar sendiri, para model tadi merasa nyaman mengenakan busana itu. Kain-kainnya juga sangat indah," ujar Krystal, sambil melambaikan syal batik warna hijau yang dibelitkan di leher.
Karya Denny bertema "Swarnadwipa", dengan gaya kontemporer dan cenderung praktis, namun tetap trendi. Koleksi yang ditampilkan kali ini bervariasi, mulai dari busana sehari-hari hingga acara resmi di malam hari.
Material dasarnya berupa kain songket dari serat sutra dengan pewarna alami. Warna kainnya lembut dan terkesan "membumi".
Tuty menampilkan koleksi terbarunya, "Enchanting Kebayas", yakni kebaya berbahan batik dengan tampilan "lawas". Di tangan Tuty, kebaya yang semula merupakan pakaian tradisional bagi perempuan di Indonesia, bermetamorfosis menjadi modern. Padu padannya terkesan menembus batas dan lebih bergaya.
Potongan A-line dengan kesan bertumpuk membuat kebaya berbeda dari kebaya biasanya. Padanan sarung batik atau tenun menambah gaya. Bukan hanya untuk gaya sehari-hari dan santai, namun juga bisa digunakan sebagai busana malam dengan padanan blaser. Tambahan aksesori berupa kalung mutiara, membuat tampilan semakin chic.
Khusus pada acara makan malam yang dihadiri Presiden Yudhoyono, seluruh undangan yang hadir memperoleh cendera mata berupa kipas dari kain sutra liar Lenan. Warnanya beragam, namun cenderung lembut karena menggunakan pewarna alami.
(Dewi Indriastuti)
Sumber: Kompas Cetak
Editor :
Dini