Jakarta, Kompas - Minat kaum pria mengikuti program Keluarga Berencana rendah, baru 3,9 persen dari semua peserta KB aktif. Kendala bersumber dari persoalan budaya, kurangnya informasi, serta terbatasnya pilihan alat kontrasepsi bagi pria.
"KB masih dianggap urusan perempuan, padahal ini urusan bersama suami-istri," kata mantan Kepala Bidang Kesertaan KB Pria Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Muhammad Bawardadi di Jakarta, Sabtu (27/10/2012).
Data BKKBN hingga September 2012 menyebut, ada 34,3 juta peserta KB aktif perempuan dan 1,4 juta peserta KB aktif pria. Jenis alat kontrasepsi untuk perempuan lebih beragam, seperti suntikan, pil, implan, IUD, dan tubektomi. Adapun alat kontrasepsi pria hanya kondom dan vasektomi.
Menurut Bawardadi, vasektomi merupakan pilihan alat kontrasepsi paling efektif untuk pria daripada kondom. Prosesnya lebih praktis. Namun, peminatnya sangat kurang. Hanya 17,61 persen yang memilih vasektomi.
Penyebabnya, informasi tentang vasektomi sangat kurang. Vasektomi lebih banyak dilakukan pria dari kalangan ekonomi menengah-bawah yang punya anak banyak dan tak ingin punya anak lagi. Adapun di Malaysia, Banglades, dan Pakistan, vasektomi dikenalkan sejak lama.
Metode ini dilakukan dengan mengikat saluran sperma sehingga sperma yang dihasilkan testis tidak terbawa saat ejakulasi. "Hal ini tidak berbahaya karena tubuh akan mendaur ulang," katanya.
Bagi yang ingin mengakhiri vasektomi, dilakukan rekanalisasi (penyambungan kembali).
Bawardadi mengatakan, salah satu kendala pengembangan vasektomi di Indonesia adalah fatwa haram Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang vasektomi. Namun, sejumlah ulama sudah membolehkan sehingga hukumnya menjadi mubah (boleh).
Secara terpisah, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni'am Sholeh mengakui, ada ulama yang membolehkan vasektomi. Namun, fatwa MUI tentang vasektomi di Cipasung, Tasikmalaya, Juli 2012, tetap menyatakan vasektomi haram meski ada sejumlah perkecualian. Ini menegaskan dua fatwa sebelumnya tentang vasektomi dan tubektomi sebagai bentuk pemandulan sehingga dinilai terlarang.
Dasar pengharaman adalah terpenuhinya tiga kriteria dalam kajian hukum Islam terkait vasektomi, yaitu mengubah yang ada (pemotongan saluran sperma), membatasi orang untuk memiliki anak, serta bersifat pemandulan tetap. Hukum agama membolehkan KB yang dasarnya pengaturan, bukan pengubahan, pembatasan, atau pemandulan.
Pengecualian yang membolehkan vasektomi antara lain jika tujuannya tak menyalahi syariat, tidak menimbulkan kemandulan permanen, tidak menimbulkan bahaya, dan tidak masuk sebagai metode kontrasepsi mantap.
Asrorun menyayangkan upaya mendorong vasektomi tanpa penjelasan rinci tentang risikonya. Informasi tentang mahalnya rekanalisasi dan tidak ada jaminan keberhasilan rekanalisasi kurang tersampaikan.
"MUI mendorong KB pria, tetapi harus dilakukan dengan tidak mencederai semangat keagamaan. Sabelum dikenal berbagai alat kontrasepsi perempuan, KB justru dipelopori pria meski dengan cara sederhana, mencabut penis saat akan ejakulasi," katanya.
Asrorun menyarankan BKKBN mengembangkan metode KB pria yang lebih variatif sehingga bisa menarik lebih banyak akseptor KB pria. (MZW)