Jakarta, Kompas - Penayangan sejumlah iklan pengobatan alternatif nonmedis yang muncul di televisi harus dihentikan. Iklan itu tidak memiliki izin Menteri Kesehatan.
Hal ini disampaikan dokter spesialis anak yang juga ahli kesehatan masyarakat dan manajemen rumah sakit, Aldrin Neilwan P, selaku Sekretaris Bidang Kajian Pengobatan Tradisional/Komplementer Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), pekan lalu.
Peringatan disampaikan tim yang terdiri dari unsur IDI, Kementerian Kesehatan, Badan Pengawasan Obat dan Makanan, serta Dinas Kesehatan DKI Jakarta kepada Komisi Penyiaran Indonesia, pertengahan Agustus lalu. "Tapi, beberapa iklan masih muncul," ujar Aldrin. Penertiban berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1787 Tahun 2010 tentang Iklan Kesehatan.
Iklan itu, antara lain, menawarkan pengobatan alternatif ala Tiongkok. Pelanggaran yang dilakukan pada iklan adalah menjanjikan kesembuhan.
"Dalam dunia kedokteran, hal seperti ini melanggar etika," kata Aldrin yang juga Kepala Unit Pengobatan Komplementer Alternatif RS Kanker Dharmais.
Di Surabaya, iklan itu sudah dilarang. Namun, di daerah lain belum ada penindakan.
Iklan pelayanan kesehatan tradisional, menurut pengamatan Aldrin, marak tidak hanya di televisi, tetapi juga media cetak. Iklan itu berlebihan, menggunakan terminologi medis yang tidak berdasar, berani menjamin penyembuhan, dan menyimpang dari peraturan yang berlaku. Praktik pengobatan dilakukan tertutup karena belum berizin. Konsumen atau masyarakat yang dirugikan tidak melapor.
Pengobatan alternatif nonmedis di Indonesia dapat mencapai puluhan karena tiap suku memiliki warisan tradisional dalam pengobatan dengan metode sederhana dan ramuan dari bahan alam yang khas, papar Listyani Wijayanti, Deputi Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Bidang Agroindustri dan Bioteknologi.
Keberadaan dan keragaman jenis pelayanan kesehatan tradisional komplementer di Indonesia perlu ditata dan terintegrasi dalam sistem sehingga dapat dipertanggungjawabkan dan memberi perlindungan kepada konsumen.
Dari sekian banyak pengobatan tradisional, ada tiga yang dapat diintegrasikan dalam sistem pelayanan kesehatan, yakni akupuntur, hiperbarik, dan penggunaan herbal. Integrasi pengobatan tradisional ke sistem pelayanan direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) karena keterbatasan pelayanan kesehatan medis dan rendahnya daya beli.
Pelayanan pengobatan tradisional ini tanpa standar, baik metode, tenaga, maupun fasilitas, sehingga berpotensi membahayakan masyarakat. Saat ini disusun rencana peraturan pemerintah tentang pengobatan tradisional yang, antara lain, mengatur standardisasi. (YUN)