KOMPAS.com - Setelah 25 tahun menikah, Memes (47) masih merasakan dadanya berdesir mengamati sang suami, Addie MS (53), beranjak keluar dari kolam renang, mandi, lalu berkemeja necis. "Ehmm, wangi dan cool," kata penyanyi cantik ini sambil membayangkan sosok suaminya.
Mengaransemen lagu adalah bagian dari pekerjaan sehari-hari Addie MS, konduktor Twilite Orchestra. Namun, menyaksikan Addie mengaransemen lagu untuk dinyanyikan sang istri selalu terasa istimewa bagi Memes. Rasanya seperti jatuh cinta lagi kepada suaminya itu.
Sekian lama bersama, Memes mengatakan, ia dan Addie tetap dua orang yang berbeda karakter. "Aku lebih spontan, sedangkan Mas Addie lebih banyak pertimbangan, berpikir dulu sebelum mengungkapkan apa pun," ujar ibu dari Kevin Aprilio (22) dan Tristan Juliano (15) ini.
Sepanjang masa perkawinan, proses untuk saling memahami dan menyesuaikan diri dirasakan Memes sebagai sesuatu yang terus mereka lakukan. "Dari pacaran ke menikah butuh penyesuaian banget. Setelah menikah, punya anak, penyesuaian lagi," katanya.
Ketika anak-anak mulai sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing, Memes dan Addie semakin banyak menemukan waktu berduaan. Namun, sekadar berduaan kadang tak cukup. Waktu dan tempat untuk berduaan pun sesekali perlu dibuat kondusif untuk memupuk cinta.
Tak jarang, proyek musik di luar negeri dimanfaatkan oleh pasangan ini untuk jadi momen bulan madu ke sekian kalinya. "Di sana kami foto-foto lagi kayak pre-wedding," ujar Memes diiringi tawa renyah.
Kesepakatan awal
Pasangan lain, Dini (51) dan Bambang (54), juga sudah lebih dari 25 tahun mengarungi gelombang pasang surut kehidupan bersama. Mereka menikah 26 tahun lalu. "Tak ada pernikahan sempurna. Setiap pasangan memiliki kelebihan dan kekurangan dan kami sudah mengenal kekurangan masing-masing," kata Dini.
Komunikasi jadi kunci untuk mengatasi persoalan rumah tangga mereka. "Sejak awal, kami bikin kesepakatan, tidak boleh berangkat tidur dengan menyimpan perasaan marah. Saya sendiri bukan orang yang bisa menyimpan persoalan lama. Kalau kesal, saya harus langsung utarakan. Biasanya suami langsung saya telepon atau BBM," kata Dini.
Dini lebih ekspresif, romantis, dan tidak sabaran. Sebaliknya Bambang dinilai Dini sebagai suami yang kurang romantis, tetapi sangat sabar dan jarang marah. Sejak menikah, Dini memilih tidak bekerja karena suaminya meminta harus ada salah satu dari mereka yang menjaga anak-anak di rumah.
Untuk pengelolaan keuangan, Dini juga sejak awal menyerahkan kepada Bambang karena ia menilai suami lebih rapi mengelola uang. Meski begitu, Dini mengakui, soal uang adalah masalah sensitif. "Karena aku enggak kerja. Jadi, ketika ditanya suami, minta uang untuk apa, aku kadang tersinggung. Sepertinya dituduh boros. Padahal, kalau sudah dijelasin, sebenarnya suami sekadar tanya," kata Dini.
Rasa cemburu dan kepercayaan juga bukan hal mudah. Dini pernah curiga karena suami main golf begitu lama. Diam-diam dia mengecek melalui teman-teman suami dan istri-istri mereka. Pernah juga ia diam-diam datang ke lapangan. "Ternyata benar dia sedang main golf sama teman-temannya," katanya sambil tertawa.
Sebaliknya urusan mertua jadi poin plus Dini di mata suami. Ia dan Bambang sepakat untuk adil membagi cinta dan perhatian kepada mertua. "Ini juga yang membuat suami semakin sayang sama aku karena mertua sudah aku anggap sebagai ibu sendiri. Aku dan mertua bersahabat dan kami saling curhat kalau ada masalah," kata Dini.
Pasangan ini dikaruniai sepasang putra putri berusia 25 tahun dan 23 tahun. Ketika anak-anak beranjak dewasa, lulus kuliah dan bekerja, Dini dan Bambang semakin banyak memiliki waktu untuk berdua. "Terus terang aku tambah sayang dan semoga kami diberi umur panjang dan begini terus sampai akhir hayat," ujarnya.
Empat area rawan
Psikolog dan terapis perkawinan dan keluarga, Catherine DML Martosudarmo, mengatakan, setelah melewati 25 tahun, seharusnya perkawinan sudah "naik kelas" ke tingkat hubungan yang lebih sehat dan nyaman. Sebaliknya, ada juga perkawinan yang berjalan selama itu, tetapi pasangan suami istri ini justru makin merasa asing satu sama lain. "Mereka merasa perlu 'berkenalan' lagi," ujar Chaterine.
Pada usia perkawinan 25 tahun, anak-anak biasanya mulai mandiri. Di sisi lain, pasangan yang sebelumnya sibuk membangun karier sudah menjelang pensiun dan punya lebih banyak waktu untuk berdua. Dalam kondisi itu, bila ada masalah yang sebelumnya tidak tuntas diselesaikan, akan semakin terasa bagai "duri" dalam hubungan suami istri.
Catherine mengidentifikasi empat area rawan, yakni masalah anak, problem seksualitas dan kesetiaan, soal keluarga besar, serta urusan uang dan keuangan. Terkait anak, hubungan tak akan sehat bila ada rasa bersalah atau saling menyalahkan di antara pasangan menyangkut pola asuh anak atau menyikapi kondisi anak.
Bila tidak dituntaskan, ketidakpuasan seksual yang terpendam dan penyelewengan yang pernah ada juga akan jadi "duri" dalam hubungan suami istri. Area rawan ketiga adalah problem keluarga besar. Kekecewaan yang dipendam karena cara pasangan memperlakukan mertua, misalnya, bukan berarti akan hilang ketika mertua meninggal atau tak ada lagi.
Di sisi lain, soal keuangan bagi suami istri juga lebih dari sekadar perkara angka. Faktor keterbukaan, kepercayaan, dan kebersamaan merencanakan masa depan juga berkaitan dengan soal ini.
Bukan hal mudah membangun kebersamaan yang indah melewati 25 tahun perkawinan. Tetapi, sungguh layak diperjuangkan. (MYR)
Sumber: Kompas Cetak
Editor :
Dini