KOMPAS.com - Jurnal medis bergengsi di Inggris, BMJ, meminta perusahaan farmasi Roche yang memproduksi Tamiflu untuk membeberkan data ilmiah mengenai manfaat obat tersebut dalam menghentikan penyakit flu.
Tamiflu merupakan obat utama yang dipakai dalam mengatasi pandemi flu di banyak negara. Obat ini mulai dipakai secara luas sejak tahun 2009 ketika terjadi pandemi swine flu.
Dalam laporannya di jurnal BMJ tim peneliti mendorong pemerintah Eropa untuk menuntut Roche.
"Seharusnya kita memboikot produk Roche sampai mereka mempublikasikan data mengenai Tamiflu," tulis Peter Gotzhce, ketua Nordic Cochrane Centre di Copenhagen. Ia mengatakan pemerintah harus mengambil langkah hukum melawan Roche untuk mengambil kembali uang yang dikeluarkan "dengan percuma" untuk membeli Tamiflu.
Tahun lalu, organisasi kesehatan dunia (WHO) memasukkan Tamiflu dalam daftar obat esensial. Daftar tersebut dipakai sebagai acuan bagi pemerintah dan badan donor untuk membeli obat.
Juru bicara WHO Gregory Hartl mengatakan bahwa pihaknya sudah memiliki cukup data untuk membuktikan penggunaan obat tersebut dalam virus influenza yang tidak biasa seperti flu burung.
"Kami memiliki bukti substantif obat ini bisa menghentikan atau mengurangi keparahan penyakit seperti pneumonia," kata Hartl.
Di Amerika Serikat, selain Tamiflu dipakai juga obat flu produksi GlaxoSmithKline, Relenza. Menurut CDC, penggunaan obat antivirus tersebut bisa memperpendek durasi penyakit dan mengurangi risiko komplikasi.
Pada tahun 2009, peneliti dari Nordic Cochrance Centre dan BMJ meminta Roche untuk menyediakan data ilmiah mengenai Tamiflu. Pada saat itu ilmuwan dalam komisi evaluasi obat flu Inggris tidak menemukan bukti ilmiah Tamiflu bisa mengurangi komplikasi virus influenza.
Dalam pernyataannya, Roche mengatakan saat ini masih mengumpulkan persyaratan legal untuk mempublikasikan data setebal 3.200 halaman yang berisi informasi untuk menjawab pertanyaan para ilmuwan.
"Roche telah membuat studi klinis, tersedia untuk pejabat negara sesuai dengan permintaan, sehingga mereka bisa membuat analisa sendiri," demikian pernyataan dari Roche.
Roche mengatakan mereka memang tidak selalu mengeluarkan data di level pasien karena alasan legal atau kerahasiaan. Mereka tidak menyediakan data yang diminta para ilmuwan karena alasan tidak ingin melanggar kerahasiaan.
Saat ini Roche juga sedang diinvestigasi oleh European Medicines Agency karena tidak menyediakan data mengenai efek samping obat, termasuk risiko kematian dari 19 obat, termasuk Tamiflu. (AN/AP)