MAGELANG, KOMPAS.com - Leigh-Chantele (33) seorang warga Australia sengaja datang ke Indonesia untuk mengkampanyekan Vegan. Ia akan menjadi pembicara dalam acaraFestival Vegan Food yang akan diselenggarakan oleh Indonesian Vegan Society (IVS) di Surabaya pada 21-24 Desember mendatang
Vegan adalah sebuah gaya hidup yang tidak mengonsumsi bahan makanan yang berasal dari hewan termasuk produk turunannya. Kaum vegan tidak mengasup susu dan telur. Sebagai gantinya ia hanya mengasup makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.
Magelang menjadi salah satu kota di Indonesia yang dikunjungi Elsi, sapaan akrab Leigh-Chantele. Di kota ini ia menjadi pembicara tentang Vegan di sejumlah tempat, seperti di Klenteng dan SMK Katholik Tarakanita.
Kepada wartawan saat jumpa pers di Montong Cafe & Guesthouse Mertoyudan beberapa waktu lalu, Elsi menuturkan ia datang ke Indonesia guna memenuhi undangan sebagai pembicara dalam seminar dan Festival Vegan Food Desember mendatang. Elsi mengaku dalam setiap seminar ia menceritakan pengalamannya menjadi seorang vegan. Menurutnya banyak nilai positif yang ia peroleh.
"Dua tahun pertama saya vegetarian, lalu beralih jadi vegan sampai sekarang. Saya melakukannya atas dasar etika dan kecintaan saya pada hewan dan alam ciptaan Tuhan. Saya tidak ingin menyakiti apalagi membunuh mereka," ujarnya.
Elsi yang juga seorang penyanyi dan penulis di Australia ini mengungkapkan bahwa orang yang memakan segala sesuatu yang berbasis hewani, selain tidak sehat biasanya memiliki tingkat emosional lebih tinggi dan gampang marah jika dibanding dengan orang yang tidak makan daging.
"Kita jadi lebih nyaman hidup di tengah alam yang damai. Saya merasa binatang-binatang pun nyaman berada didekat saya karena mungkin mereka pikir saya tidak akan membunuhnya," seloroh wanita 33 tahun ini.
Hal itu kerap ia sampaikan dalam seminar-seminar nya. Baik seminar yang diselenggarakan di tingkat International maupun seminar yang telah digelar di beberapa kota di Indonesia, seperti Jogjakarta, Solo, Jakarta, Medan, Palembang, Denpasar dan Surabaya nanti.
Disamping baik untuk kesehatan tubuh, menjadi vegan juga berarti turut melestarikan alam, melindungi bumi dari pemanasan global. "Misalnya ketika kita memotong seekor sapi, kita pasti butuh tenaga atau orang untuk menyembelihnya. Jika sudah dipotong, kita butuh wadah pembungkus seperti plastik atau stereofoam, lalu disimpan di freezer yang pasti membutuhkan listrik dan freon. Kemudian jika kita akan mengkonsumsinya, masih harus dimasak yang tentu juga butuh energi yang lebih banyak," jelasnya.
Bagi Elsi yang berprofesi sebagai marketing sosial media ini tidak mudah mengkampanyekan pola hidup vegan kepada masyarakat. Tantangan terbesarnya adalah ketika harus mencari orang-orang yang memiliki pandangan sama tentang vegan. Tantangan lain yang harus dihadapi mengubah pandangan orang yang berpikir bagaimana manusia bisa hidup tanpa makan hewan, sedangkan hewan mengandung protein dan lemak yang dibutuhkan tubuh.
"Padahal protein bisa kita peroleh dari kacang-kacangan, susu sapi bisa diganti dengan susu kedelai, dan masih banyak lagi penggantinya, dan semua itu tidak kalah lezat. Bahan makan itu banyak ditemui di Indonesia sebagai negara agraris," katanya.
Selama di Magelang, Elsi juga menyempatkan diri untuk mengunjungi sejumlah tempat wisata, seperti ke Candi Borobudur. Elsi juga mengaku senang bisa datang ke Magelang karena udara yang sejuk, nyaman, masyarakatnya pun ramah.
Editor :
Hesti Pratiwi