Jakarta, Kompas - Pengungsi yang daya tahan tubuhnya menurun, dan kondisi pengungsian yang kurang layak, bisa memicu gangguan kesehatan. Perlu diperhatikan faktor kebersihan lingkungan, asupan makanan, ketersediaan air bersih, dan sarana mandi cuci kakus yang memadai.
Hal itu dikemukakan Ari Fahrial Syam, dokter ahli penyakit dalam dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jumat (18/1), di Jakarta.
Menurut Ari, daya tahan tubuh pengungsi turun akibat makan tidak teratur, kurang istirahat, stres, dan kondisi pengungsian yang ala kadarnya. Kondisi pengungsian umumnya kurang dipersiapkan dengan layak. Akibatnya, mereka tidur berjejal dengan alas seadanya serta fasilitas mandi cuci kakus (MCK) dan air terbatas.
Kepala Subdivisi Tanggap Darurat dan Pemulihan, Markas Pusat Palang Merah Indonesia, Tia Kurniawan, Jumat, menyatakan, banyak korban bencana menolak diungsikan ke tempat yang disiapkan dengan alasan jauh dari rumah. Mereka memilih membangun tenda darurat di depan gang, rumah ibadah, emperan toko, dan halte bus.
Tempat pengungsian yang disiapkan umumnya berupa gedung sekolah dengan fasilitas MCK dan air bersih yang lebih memadai. Lokasi umumnya terjangkau dengan berjalan kaki dan dalam kelurahan yang sama.
Akibat hujan dan banjir, kata Ari, tempat pengungsian dingin dan lembab. Kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) akan meningkat, juga diare dan gatal-gatal akibat kurangnya kebersihan lingkungan.
Ari menekankan, lingkungan pengungsi harus diperhatikan. Perlu diperbanyak tempat sampah. Daerah lalat berkerumun dibersihkan dan disiram antiseptik (misalnya karbol), MCK diperbanyak, kalau perlu disediakan MCK mobile.
"Untuk mengurangi kemungkinan anak-anak bermain air banjir yang menyebabkan gangguan kulit, perlu sarana kegiatan, misalnya buku bacaan anak-anak dan mainan," kata Ari.
Yang perlu dijaga adalah kemungkinan keracunan makanan akibat nasi bungkus tercemar bakteri. "Nasi bungkus harus dikonsumsi kurang dari enam jam setelah dimasak," ujarnya.
Mereka yang menderita penyakit kronis, seperti tekanan darah tinggi, diabetes, serta gangguan jantung dan pembuluh darah, penting untuk mengonsumsi obat secara rutin. Kadar garam dan gula harus dijaga. Jika memasak mi instan, gunakan bumbu setengah saja untuk mengurangi garam dalam makanan.
Waspadai leptospirosis
Saat banjir surut, harus diperhatikan timbulnya penyakit, seperti leptospirosis dan demam berdarah. Saat banjir, konsentrasi bakteri leptospira dari kencing dan kotoran tikus rendah karena diencerkan air banjir.
Saat air surut, konsentrasi bakteri meningkat dalam genangan air dan lumpur. Hal ini membahayakan mereka yang beraktivitas, terutama saat membersihkan rumah dan lingkungan dari sisa banjir. Bakteri bisa masuk lewat luka. Tingkat kematian akibat leptospirosis tinggi. Untuk mencegah, luka harus ditutup rapat. Selain itu, alat pelindung diri berupa sepatu bot karet, sarung tangan karet tebal, dan masker saat membersihkan lingkungan perlu digunakan.
Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan Sri Henni Setiawati menambahkan, pemerintah telah menyusun pedoman pendirian tempat pengungsian. Namun, pelaksanaannya sering disesuaikan dengan kondisi lapangan.
"Sesuai pedoman, satu MCK pada hari pertama pengungsian dapat digunakan 50-100 orang. Namun, hari berikutnya seharusnya ditambah, satu MCK hanya untuk 20 orang," ujarnya.
Meski sejumlah daerah langganan bencana sudah ditetapkan sebagai desa siaga bencana, kesiapsiagaan pemerintah dan masyarakat masih kurang, termasuk merencanakan pengungsian.
Menurut Henni, banyak kebutuhan pengungsi sering luput dari pemikiran warga dan perusahaan yang ingin membantu, seperti cairan antiseptik, alat penjernih air, dan toilet keliling. Bantuan tenaga warga juga diperlukan, khususnya untuk mengelola kebersihan lingkungan di pengungsian. "Daripada minta sumbangan di jalan, warga sebaiknya membantu pengungsi menjaga kebersihan MCK," katanya.
Menurut Ari, bantuan berupa buku bacaan anak, mainan, sepatu bot, sarung tangan karet, dan masker juga diperlukan.
Henni menyatakan, masyarakat yang ingin membantu korban banjir sebaiknya berkoordinasi dengan pengelola pengungsi di setiap wilayah, baik PMI, dinas kesehatan, badan penanggulangan bencana daerah, maupun TNI/Polri. (ATK/MZW)