JAKARTA, KOMPAS - Indonesia memiliki ribuan jenis jamu/ramuan tradisional berbahan herbal dari berbagai etnis, tetapi belum didukung data dan informasi ilmiah. Saat ini, baru ada 38 obat herbal terstandar dan lima fitofarmaka, yakni obat herbal yang bisa diresepkan dokter.
"Di pameran internasional jamu dan obat-obat herbal, yang ingin diketahui konsumen adalah data ilmiah bahan bakunya," kata Presiden Direktur PT Deltomed Laboratories Nyoto Wardoyo, Selasa (19/2), di Jakarta, dalam acara Penandatanganan Kesepakatan Bersama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Nyoto mengatakan, walau belum terstandar, jamu memiliki manfaat karena teruji secara empiris. Menurut dia, jamu sering salah dipahami sebagai obat yang langsung manjur. "Padahal, fungsi jamu untuk mencegah timbulnya penyakit," kata Nyoto.
Kerja sama PT Deltomed dengan BPPT bertujuan menghasilkan obat herbal terstandar. Nyoto mengatakan, direncanakan tahun ini menghasilkan obat herbal terstandar untuk mencegah penyakit jantung.
Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi Listyani Wijayanti mengatakan, BPPT mendorong produsen obat herbal memanfaatkan hasil riset ilmiah berupa formula obat herbal terstandar.
"Kita dihadapkan pada persaingan obat herbal, terutama dengan China. Kolaborasi produsen dengan lembaga riset menjadi pilihan strategis," kata Listyani.
Menurut Listyani, peluang pasar obat herbal cukup besar. Tetapi, belum banyak dilakukan riset dan pengembangan.
Direktur Pusat Teknologi Farmasi dan Medika BPPT Bambang Marwoto mengatakan, penjajakan BPPT dengan PT Deltomed diawali pada 5 September 2012. Kerja sama untuk sinergi pemanfaatan hasil riset berupa formula produk obat herbal dan pemanfaatan senyawa petanda (marker compound). "Formula jamu atau obat herbal berbeda dengan obat kimia yang memiliki satu macam senyawa aktif," kata Bambang.
Bambang mengatakan, sebelum masuk skala produksi untuk dipasarkan, formula produk dan senyawa petanda yang jadi materi kerja sama dengan PT Deltomed dirahasiakan. (NAW)