KOMPAS.com - Apakah Anda sering bersin, hidung tersumbat atau gatal, dan mata berair? Gejala seperti itu mungkin sering diartikan Anda tertular flu. Padahal, semua tanda dan gejala itu juga merupakan ciri rinitis alergi atau hay fever. Para pengidap rinitis alergi biasanya peka terhadap serbuk sari halus dari tanaman atau tungau debu.
Rinitis alergi adalah peradangan pada mukosa hidung yang disebabkan oleh reaksi alergi tubuh terhadap zat dari luar tubuh. Tidak jelas mengapa ada orang-orang tertentu yang lebih peka dengan serbuk sari dan debu dibandingkan dengan orang lain.
Menurut dokter spesialis THT Selfiyanti Bimantara dari Brawijaya Women and Children's Hospital (BWCH), gelaja flu dengan rinitis alergi hampir mirip, namun penyebabnya sangat berbeda. "Flu disebabkan oleh virus, sedangkan rhinitis alergi disebabkan oleh alergen," ujar dokter dengan panggilan akrab Selfi ini dalam talkshow "Pure Air, Pure Love" yang diadakan BWCH Sabtu (2/3/2013) lalu di Jakarta.
Saat menghirup serbuk sari atau penyebab alergi lain, antibodi sistem kekebalan bereaksi terhadap serbuk sari terbut. Reaksi ini memicu pelepasan histamin yang terdapat dalam hidung, rongga sinus, kelopak mata, dan mata. Sinus mungkin menjadi tersumbat, hidung meler, sedangkan mata, hidung, tenggorokan, dan langit-langit mulut gatal. Terjadi bersin hebat berulang kali. Hidung berair akibat aktivitas kelenjar mukus yang terlalu aktif. Pada keadaan yang berat dapat terjadi serangan asma.
Penyebab rhinitis alergi cukup beragam, namun dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi genetika atau keturunan, keadaan psikologis, seperti emosi atau tegang, keadaan hormon tubuh yang tidak seimbang seperti ketika sedang hamil atau mengonsumsi pil KB. Sedangkan faktor eksternal yaitu alergen yang berasal dari tungau debu rumah (TDR), serbuk sari tanaman, iklim dan perubahan suhu, bulu binatang, dan polusi.
"Rhinitis alergi tidak dapat disembuhkan, namun timbulnya gejala dapat dikontrol, terutama dengan menghindari alergennya," kata Selfi.
Faktor eksternal, lanjut Selfi, lebih mudah dikontrol dengan cara mengupayakan keadaan lingkungan bebas dari alergen. Selain itu, pahami kondisi tubuh sehingga kita semakin baik mengelola alergi.