KOMPAS.com - Makanan sehat yang rendah lemak dan sedikit gula sering tak cocok di lidah orang. Erwin Parengkuan dan istrinya, Jana Parengkuan, membuat menu makanan sehat yang tetap nikmat di lidah.
"Dari pengalaman saya, ternyata makanan sehat tak harus selamanya tidak nikmat. Kalau mengolahnya pas, makanan sehat bisa tetap enak. Apalagi Indonesia memiliki kekayaan menu sehat. Sayangnya, selama ini kekayaan itu hampir tak terpanggungkan," ujar Erwin Parengkuan, Minggu (10/3/2013) sore, di rumahnya di bilangan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Erwin menulis tentang makanan enak dan sehat itu dalam buku Smart Eating: 1.000 Jurus Makan Pintar dan Hidup Bugar. Buku ini ditulis Erwin bekerja sama dengan Samuel Oetoro, dokter spesialis gizi.
Buku itu memadukan ilmu kedokteran dan kuliner yang menyodorkan pengetahuan baru kepada pembaca mengenai makanan sehat dan tips praktis memasaknya. Samuel menyajikan sejumlah cara praktis seperti menghitung jumlah konsumsi makanan yang ideal. Secara umum mereka juga menekankan pemilihan sumber nabati sehat seperti daging putih, yakni ayam tanpa kulit dan ikan, serta putih telur. Daging merah dan kuning telur harus dihindari karena kandungan kolesterolnya tinggi.
Bubur manado
Menu utama yang disajikan adalah bubur manado dengan sambal dabu-dabu dan lauk ikan tongkol panggang tanpa minyak. Erwin menganjurkan mengonsumsi nasi merah yang kandungan kalorinya jauh lebih sedikit daripada nasi putih. Bubur manado yang disajikannya pun begitu. Bahan baku makanan ini terdiri dari beras merah, singkong, labu, dan ubi merah.
Bahan-bahan pengganti nasi putih itu disatukan dalam satu masakan untuk memberikan cita rasa yang khas. Ubi merah, misalnya, akan memberi cita rasa manis. Cara memasaknya sederhana: bahan-bahan itu direbus bersama serai, kunyit, dan daun bawang.
Setelah bubur hampir matang, sayuran ditambahkan ke dalam masakan. Sayuran yang bisa dicampur dalam bubur itu adalah kangkung, kemangi, bayam, daun melinjo, dan jagung pipil. Garam dan sedikit gula putih baru ditaburkan sesaat sebelum bubur diangkat.
Makanan khas Sulawesi Utara itu terasa gurih tanpa monosodium glutamat atau MSG, penyedap rasa yang sudah dihindari keluarga Erwin sejak lama. Sayuran masih terasa segar saat dicecap karena setengah matang. Lauk ikan tongkol yang hanya dipanggang tanpa minyak serta dibumbui bawang putih dan garam memberi tekstur yang kontras dengan bubur yang lunak. Aroma bawang putih terpanggang dan ikan yang setengah kering cocok untuk melengkapi bubur yang gurih.
Bubur juga bisa disantap menggunakan sambal dabu-dabu untuk menambah cita rasa pedas. Sambal dabu-dabu terbuat dari beberapa bahan, yakni tomat blender, bawang putih, sedikit terasi, dan cabai. Semua bahan dalam kondisi segar sehingga tidak menimbulkan lemak jenuh.
Kemiri
Erwin juga menyajikan rendang tanpa menggunakan santan kelapa, bahan yang mengandung lemak jenuh tinggi. Dia menggunakan kemiri untuk menggantikan santan dalam memasak rendang ayam tanpa kulit. Dibutuhkan kemiri cukup banyak untuk memasak rendang. Untuk delapan potong ayam bagian paha atau dada dibutuhkan 60 butir kemiri yang dihaluskan sebelum dimasak. Kemiri halus itu dimasak setelah bumbu lengkap rendang ditumis. Bumbu dan kemiri itu kemudian dididihkan untuk memasak ayam hingga meresap.
Rasa rendang yang dimasak menggunakan kemiri tak jauh beda dengan rendang yang dimasak menggunakan santan. Kemiri mampu menggantikan santan kental dalam penyajian rendang. Jika dihitung, rendang kemiri itu hanya mengandung sekitar 217 kalori per porsi, jauh lebih sedikit ketimbang menggunakan santan yang mengandung 252 kalori.
Rendang kemiri cocok disantap menggunakan nasi merah yang memang direkomendasikan oleh Erwin bagi siapa pun yang hendak memulai pola makan sehat. Banyak orang tak menyukai nasi merah karena teksturnya keras saat matang. Namun, dengan lebih dulu merendamnya dalam air minimal 45 menit sebelum dimasak, nasi merah akan lembut saat matang seperti halnya nasi putih.
Mengubah kebiasaan lidah
Erwin Parengkuan dibesarkan dalam keluarga yang memperhatikan pola makan. Ibunya mengajarkan untuk tidak mengonsumsi makanan kemasan, soda, daging merah, gorengan, dan penyedap rasa. Erwin menularkan kebiasaan baik itu kepada anak dan istrinya.
Beralih dari menu biasa ke menu sehat bisa dimulai dengan membiasakan lidah. Misalnya dengan membiasakan lidah untuk mencecap makanan yang rendah gula dan rendah garam. "Waktu makanan berada di lidah sangat pendek. Waktu yang lebih lama ada dalam pemrosesan, dan itu yang akan menentukan makanan itu sehat atau tidak. Maka, membiasakan lidah menjadi penting," tutur Erwin.
Itulah sebabnya berbagai cara digunakan untuk membiasakan lidah. Misalnya untuk mengurangi gula digunakan air jeruk manis. Selain bisa memberi rasa manis, jeruk juga bisa menambah asupan vitamin C. Atau untuk menggantikan santan digunakan kemiri tumbuk yang dimasak menggunakan air.
Samuel menuturkan, makanan sehat memiliki empat kunci yang disebutnya 4J, yakni terkait dengan jumlah, jadwal, jenis, dan jurus (cara) memasak. Jumlah makanan yang dikonsumsi harus sesuai kebutuhan. Ada berbagai rumus untuk menghitung kebutuhan kalori, tetapi yang paling sederhana adalah dengan mengamati berat badan selama satu minggu. Pada hari pertama dan hari ketujuh, berat badan harus dicatat. Jika berat badan naik, asupan makanan dikurangi 25 persen dari porsi biasa.
Jadwal makan tetap harus dibuat tiga kali dalam sehari. Mengurangi jadwal makan justru akan membuat perut selalu lapar sehingga jumlah asupan makanan bertambah. Jenis makanan yang dikonsumsi harus kaya nutrisi dan memenuhi kebutuhan tubuh, yakni karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Cara memasak juga menentukan sehat atau tidaknya makanan, apakah terlalu banyak garam atau tidak serta menggunakan penyedap rasa atau tidak.
(A Handoko)
Sumber: Kompas Cetak
Editor :
Dini