KOMPAS.com - Setelah hampir lebih dari separuh hidupnya tinggal di luar negeri, Alia Zalea justru sukses menuliskan novel di Indonesia dan punya fans tetap yang mengaguminya. Dalam sebuah acara temu pembaca-pengarang di Jakarta beberapa waktu lalu, Alia menjadi pusat perhatian. Sebuah kesempatan langka bertemu perempuan berkacamata ini, karena sehari-harinya penulis novel metropop bergelar doktor bidang psikologi itu menetap di Kuala Lumpur, Malaysia.
Jika melihat sampul novel metropop karyanya yang penuh warna, tidak ada yang mengira kalau sosok penulisnya ternyata masih muda, lajang, namun sehari-hari berprofesi sebagai pengajar di salah satu universitas di Kuala Lumpur, Malaysia.
Selain mengajar psikologi, Alia masih menyempatkan diri untuk menulis. Ketertarikannya menulis novel dan memilih tema metropop disebabkan oleh satu alasan besar, yakni kesukaannya pada cerita cinta.
"Tapi saya tidak akan cerita mengenai perjalanan cinta saya karena sama sekali tidak menarik," ujarnya sembari tertawa.
Jadi, dari mana inspirasi penulisannya? Bagaimana proses penciptaan di sela-sela kesibukannya sebagai dosen?
Selain sibuk mengajar, Alia mengaku selalu membagi waktu dengan mendedikasikan setidaknya enam jam sehari di akhir pekan atau menyempatkan diri sejam setelah pulang kerja atau sebelum tidur pada hari kerja untuk menulis. Dalam prosesnya, dia tidak melulu menulis, kadang membaca buku juga untuk mencari inspirasi.
Sampai saat ini, Alia sudah menerbitkan lima novel bertema metropop, yakni Miss Pesimis, Blind Date, Crash Into You, Celebrity Wedding, dan The Devil in Black Jeans. Di luar itu, Alia mengaku juga punya beberapa cerita pendek yang ditulis sewaktu SMP dan tidak pernah sampai ke tangan redaksi ataupun penerbit.
"Ceritanya membuat saya malu," ungkapnya.
Bungsu dari dua bersaudara ini menyampaikan kalau ide menulis kerap datang dari pengalaman pribadi, dan semua kisah berawal dari novel pertama, yakni Miss Pesimis. Lalu cerita terus berkembang dan berlanjut ke novel-novel berikutnya. Disampaikan Alia, Miss Pesimis sedikit berdasarkan pengalaman pribadi. Itu sebabnya novel tersebut akan selalu jadi favoritnya.
"Ide muncul karena saya memikirkan cowok yang saya kenal waktu SMP, dan apa yang akan terjadi kalau kita sampai ketemu lagi," ungkap pengagum karya-karya Rachel Gibson, Susah Elizabeth Phillips, Julia Quinn, Lisa Kleypas, Jamie McGuire, Toni Aleo, dan Maya Banks ini.
Pada proses penulisan novel kedua, Blind Date, kisah beranjak dari cerita orang yang dikenal baik dan memang menjalankan jasa blind date atau kencan buta pasangan yang belum saling kenal. "Teman saya suka cerita ke saya tentang kencan-kencan yang dijalaninya dan itu buat saya tertawa, jadi saya putar sedikit ceritanya supaya jadi lebih menarik," paparnya.
Menulis adalah passion-nya
Setiap orang punya alasan untuk menulis. Alia sendiri mengaku dirinya menulis berdasarkan rasa penasaran dan ingin menguji kemampuan. Kalau bisa syukur, kalau tidak bisa setidaknya dia sudah pernah mencoba sehingga tidak ada kata menyesal.
"Menulis novel adalah satu dari hal-hal yang ada di to-do list saya," ujar perempuan kelahiran Jakarta, 4 Mei 1981 ini.
Kembali lagi ke masa silam, Alia tidak punya pengalaman menulis secara khusus. Dia menyelesaikan sekolah di Indonesia sampai SMA kelas 1. Pendidikan SMA-nya lalu ia tuntaskan di Kuala Lumpur. Selepas SMA, ia melanjutkan S1-nya di University of Kentucky, dan S2-nya di Xavier University (keduanya di Amerika).
Setelah sempat kembali ke Indonesia selama sekitar enam bulan pada 2005, Alia berangkat lagi ke Malaysia untuk mengambil studi S3 di Universiti Kebangsaan Malaysia. Pendidikannya selesai tahun 2009, dan setelah itu dia bekerja sebagai pengajar mata kuliah psikologi di Sunway University, Malaysia, hingga sekarang.
Selain menulis novel, daftar di to-do list Alia masih banyak. Dua teratasnya adalah keinginan untuk keliling dunia dan menerbitkan novel dalam bahasa Inggris.
Karena sempat lama di Amerika dan Malaysia, Alia sempat ragu menulis novel berlatar Indonesia. Namun, sebagai penggila kisah romantis, ia menyadari bahwa sebenarnya pembaca tidak begitu peduli dengan latar dan detail lokasi, yang penting adalah chemistry antarkarakter, dan formula itulah yang ia terapkan dalam menulis.
"Inspirasi menulis bisa datang dari mana saja, kadang dari film, novel lain, lagu, pengalaman pribadi, atau pengalaman orang lain. Saya sendiri paling senang mengobservasi orang lain, maklum psikolog, " ujarnya nyengir. "Dan, karena menurut saya setiap orang pasti ada ceritanya...."
Seperti kebanyakan penulis lainnya, Alia juga sering mengalami writer's block. Oleh karena itu, ia merasa menulis tidak boleh dipaksakan. Kalau memang ide atau mood-nya tidak ada, ia merasa lebih baik meninggalkan dulu naskahnya untuk mengerjakan pekerjaan yang lain.
"Kalau maksa nulis biasanya hasilnya tidak memuaskan sama sekali. Buntutnya bakalan menghabiskan banyak waktu mengedit atau bahkan mulai dari awal lagi. Karena itu saya punya kebiasaan untuk bawa notebook kecil ke mana-mana, kalau saja ada ide tiba-tiba jadi bisa ditulis sebelum lupa."
Alia mengatakan bahwa saat ini ia sedang dalam proses penulisan novel internasional pertamanya, dan sedang mencari agen dan penerbit. Kalaupun novelnya nanti tidak lolos, dia berencana untuk menerbitkannya sendiri (self-publishing).
"Novel dalam bahasa Inggris tentunya bakal lebih banyak saingannya daripada novel dalam bahasa Indonesia. Hanya ada sekitar 250 juta orang yang fasih berbahasa Indonesia, tapi ada milyaran orang berbahasa Inggris di luar sana," ujarnya beralasan.
Sampai saat ini Alia merasa sudah cukup puas dengan pencapaianya. Mimpi mencapai gelar doktor dan menerbitkan lima novel sudah terwujud.
"Untuk ke depannya, saya berharap bisa menerbitkan novel dalam bahasa Inggris dengan publisher besar di Amerika, dan salah satu novel saya bisa difilmkan," harapnya antusias.
Editor :
Dini