KOMPAS.com - Peristiwa kecelakaan pesawat Lion Air di Bandara Ngurah Rai Bali, Sabtu (13/4/2013) lalu, masih belum dapat diketahui penyebab pastinya. Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi Tatang Kurniadi pun telah meminta semua pihak untuk tidak mengira-ngira penyebab kecelakaan.
Pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT 904 berangkat dari Bandung menuju Denpasar dan dipiloti oleh M. Gazali. Pesawat ini terbilang masih baru dan pihak maskapai Lion Air mengklaim kondisinya layak terbang. Berangkat dari fakta itulah, muncul dugaan bahwa penyebab peristiwa 'gagal mendarat' pesawat tersebut adalah dipicu oleh faktor human error.
Seperti dipaparkan pakar kesehatan penerbangan dr. Wawan Mulyawan, Sp.BS (K), faktor kesalahan manusia merupakan salah satu penyebab utama peristiwa jatuhnya pesawat. Kelelahan atau fatigue pada pilot merupakan faktor terbesar yang paling sering menyebabkan kecelakaan. Beban kerja yang padat sangat mungkin menyebabkan kelelahan muncul pada seorang pilot dan menyebabkan mudah mengambil keputusan yang salah.
Profesi pilot, kata Wawan, memang membutuhkan konsentrasi yang baik. Untuk memperoleh konsentrasi baik, tentu pilot harus menghindari kelelahan, baik kelelahan fisik maupun kelelahan psikis.
Staf pengajar di PPDS Kedokteran Penerbangan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu menambahkan, untuk menghindari kekelahan, seorang pilot perlu menjalani gaya hidup yang sehat yaitu dengan olahraga teratur, makan makanan yang sehat, tidur yang cukup atau selalu memanfaatkan istirahat kapan pun ada waktu untuk istirahat, dan melakukan "self therapy" psikologis seperti beribadah dan berdoa rutin, sesering mungkin berkumpul dan berinteraksi sosial positif dengan keluarga dan teman-teman dekat, dan lain-lain.
Namun tidak semua pilot dapat menjalani gaya hidup seperti itu. Terlebih jika tugas yang dibebankan padanya melebihi dari yang seharusnya. Berdasarkan pemaparan Wawan, perusahaan penerbangan harus memenuhi standar 1:4 yaitu tiap 1 pesawat harus menyediakan 4 crew setting. Ini artinya setiap pesawat harus menyediakan 4 pilot dan 4 co pilot yang dirotasi untuk menerbangkan pesawat.
Jika pilot tidak menjalani gaya hidup sehat dan diberikan beban kerja yang lebih berat, mereka pun rentan mengalami kekelahan. Wawan membeberkan antara kaitan kelelahan dengan aktivitas pilot di kokpit berikut ini :
1. Kekelahan dan mental block serta penyempitan rentang perhatian.
Penelitian membuktikan, kekelahan dapat meningkatkan frekuensi dari personnel error, seperti lupa, tidak akurat dalam mengendalikan pesawat, dan kesalahan lainnya. Selain itu, kekelahan juga mengakibatkan "mental block". Aspek mental yang berkaitan dengan hambatan dalam mengingat dan menurunnya daya asosiatif. Dan hal ini dapat terjadi ketika seseorang sedang melakukan tugas-tugas yang relatif mudah sekalipun. Konsekuensinya, nama yang akrab menjadi tak teringat, dan detil yang penting tidak terperhatikan, walaupun sesaat sebelumnya ia mampu mengingat dengan baik. Kondisi seperti ini merupakan isyarat yang perlu diwaspadai, bahwa yang bersangkutan tidak siap untuk berpikir dan bertindak efisien.
Dalam kasus lainnya, kondisi kelelahan dapat menyebabkan tatapan perhatian cenderung menyempit dan rentang perhatian menjadi terbatas. Dalam kondisi seperti ini, penerbang cenderung lupa memeriksa instrumen di luar rentang perhatiannya, misalnya; panel disamping. Ia lebih memusatkan perhatiannya pada pengamatan dan/atau kesulitan-kesulitan yang membuatnya khawatir daripada aspek-aspek yang lebih penting dalam situasi penerbangan.
Konsekuensinya, reaksi-reaksi yang seharusnya dilakukan terhadap tanda-tanda yang diberikan oleh instrumen utama dapat berubah secara cepat ke reaksi-reaksi otomatis atau refleks yang bersifat primitif. Suatu reaksi alamiah bila seseorang mulai menjadi takut dan panik. Selanjutnya dapat diperkirakan bahwa yang bersangkutan bisa membuat kesalahan dalam mengambil tindakan vital atau paling esensial.
2. Kelelahan dan fleksibilitas dalam pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan merupakan salah satu mata rantai yang penting dalam tindakan penerbangan. Lebih-lebih bila penerbang menghadapi situasi darurat. Kondisi kelelahan yang dialami penerbang dapat mengakibatkan dampak yang sangat merugikan di bidang ini.
Dalam keadaan lelah, pangambilan keputusan cenderung kaku. Penerbang menjadi tidak fleksibel dalam mengamati berbagai alternatif tindakan yang paling aman. Keadaan ini selanjutnya akan menimbulkan dampak yang berlawanan dari apa yang diharapkan, dan tentunya dapat berakibat fatal.
3. Kelelahan dan "End Deterioration".
Efek kelelahan lainnya yang menarik untuk diamati adalah kekeliruan atau kesalahan-kesalahan yang muncul bila penerbang mulai mendekati atau memasuki tempat pendaratan. Efek ini sering disebut "end deterioration". Suatu kecenderungan kegagalan penerbang yang meningkat pada tahap-tahap akhir penerbangan. Interpretasi dari efek ini ialah kelelahan penerbang yang tak tertahan lagi untuk rileks atau beristirahat bila pesawat terbang mendekati akhir penerbangan.
4. Kelelahan dan "Series of error".
Efek kelelahan tidak saja mengakibatkan kecelakaan pada akhir suatu sorti penerbangan. Kondisi ini bisa juga terjadi ketika lepas landas atau tak berapa lama setelah lepas landas. Hal ini biasanya disebabkan oleh suatu seri kesalahan ("series of error") sejak persiapan penerbangan saat masih di darat. Dari suatu misi penerbangan yang panjang, para awak pesawat tiba dengan selamat di suatu pangkalan untuk beristirahat dan keesokan harinya akan melanjutkan penerbangan, mungkin melakukan penerbangan untuk kembali ke home base, atau melanjutkan penerbangan ke pangkalan terdepan dalam misi operasi lainnya.