KOMPAS.com - Banyaknya jenis vaksin tak jarang membuat menjadi masyarakat bingung. Padahal, beberapa vaksin sebenarnya dapat diberikan sekaligus. Pemberian beberapa vaksin sekaligus selain menghemat waktu juga dapat mempermudah pasien. Syarat-syarat apa sebenarnya yang membuat vaksin dapat diberikan atau digunakan kepada pasien secara sekaligus?
"Tentunya harus diperhatikan, apakah yang diberikan vaksin hidup atau mati, dan lokasi penyuntikan (pada tubuh)," kata Satgas Imunisasi Dewasa Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) , Dr.dr.Iris Rengganis, Sp.PD, K-AI, FINASIM pada media briefing Imunisasi pada Orang Dewasa di Jakarta, Rabu (22/5/2013).
Vaksin hidup, menurut Iris, harus diberikan secara bersamaan. Contoh vaksin hidup di antaranya adalah campak, gondong, rubella (MMR), cacar air, dan polio oral.
Pemberian vaksin hidup secara terpisah, kata Iris, dikhawatirkan akan menimbulkan kekacauan antibodi. Kalaupun terpisah, Iris menyarankan adanya jarak waktu 28 hari.
Vaksin hidup sebetulnya berasal dari kuman yang dilemahkan, namun mampu menimbulkan respon imun. Vaksin ini dapat berasal dari keseluruhan atau sebagian organisme. Sedangkan vaksin mati, menurut Iris bisa diberikan kapan saja.
"Selain MMR, varicella, dan polio oral, umumnya merupakan jenis vaksin mati. Vaksin mati bisa diberikan bersamaan atau selang sehari," kata Iris.
Hal ini dikarenakan respon vaksin mati lebih lemah, dan biasanya memerlukan suntik berulang.
Vaksin mati dibedakan menjadi 3 jenis. Pertama, disebut vaksin subunit yang berasal dari bagian organisme, misalnya kapsul bakteri Pneumonia. Kedua disebut vaksin toksoid, yang terbuat dari racun bakteri. Vaksin ini tidak beracun dan merangsang pembuatan antibodi, misalnya vaksin tetanus dan difteri. Ketiga disebut vaksin konjugat, yang dicampur polisakarida murni. Vaksin ini tidak disarankan untuk usia di bawah 2 tahun, karena daya tahannya yang kurang maksimal.
Lokasi penyuntikan untuk vaksin multipel, lanjut Iris, harus berbeda. Jika suntikan diberikan pada lokasi yang sama, misal lengan atau tungkai, harus berbeda 1 sampai 2 inchi. Hal ini untuk membedakan reaksi lokal yang terjadi.
"Misalnya kalau ada bengkak atau ruam, akan diketahui dari suntikan yang mana. Selanjutnya pastikan vaksin tidak dicampur pada suntikan yang sama," kata Iris.