JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi IX DPR RI Ribka Tjiptaning menilai seluruh rumah sakit yang mundur dalam memberikan layanan kesehatan melalui Kartu Jakarta Sehat (KJS) sama dengan melanggar undang-undang. Ia menganggap keputusan mundur dari KJS dikarenakan rumah sakit lebih mengutamakan bisnis ketimbang memberikan layanan sosial.
Politikus PDI Perjuangan itu megnatakan, dalam Undang-Undang (UU) Kesehatan Pasal 191 ayat 1 dan 2, dikatakan bahwa rumah sakit tidak bisa menolak pasien atau meminta biaya administrasi di muka. Selain itu, rumah sakit juga dilarang memperjualbelikan darah dengan alasan apa pun.
"Jadi kalau rumah sakit menolak pasien dan meminta uang di depan, itu sudah melanggar UU Kesehatan," kata Ribka di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (23/5/2013).
Ribka menambahkan, dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 poin F juga diterangkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan layanan hidup sehat yang tidak dibeda-bedakan. Atas dasar itu, ia mempertanyakan alasan yang melatarbelakangi belasan rumah sakit mundur dari KJS.
"Mundur dari KJS itu melanggar undang-undang," ujarnya.
Saat ini ada 16 rumah sakit yang keberatan mengikuti program KJS. Rumah sakit tersebut keberatan dengan tarif harga Indonesia Case Base Group (INA-CBG's) yang dikeluarkan PT Askes (Persero). Tarif yang diberlakukan berdasarkan sistem paket ini dinilai merugikan rumah sakit. Sebelumnya, model pembayaran klaim rumah sakit diberikan untuk setiap jenis pelayanan.
KJS merupakan salah satu program unggulan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Target utamanya adalah seluruh warga Ibu Kota yang masuk dalam kategori miskin. Untuk mendapatkan KJS, warga Jakarta hanya perlu mendaftar di puskesmas dengan menggunakan KTP dan kartu keluarga (KK). Selanjutnya, layanan kesehatan dimulai di puskesmas dan bisa dirujuk ke rawat inap kelas III bila diperlukan dan gratis.