KOMPAS.com - Masifnya iklan, promosi, dan sponsor rokok merupakan pemicu naiknya jumlah perokok, terutama pada remaja dan anak. Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (KPAI) Arist Merdeka Sirait mengatakan, remaja dan anak merupakan sasaran yang rentan tertarik mencoba rokok akibat iklan, promosi, dan sponsor rokok tersebut.
Data dari Tobacco Control Support Center menyebutkan jumlah perokok remaja usia 15 hingga 19 tahun atau usia sekolah SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi meningkat 12,9 persen dalam kurun waktu 15 tahun (1995-2010). Peningkatan terbesar terutama pada remaja laki-laki, dari 13,7 persen menjadi 38,4 persen. Sedangkan pada remaja perempuan meningkat dari 0,3 persen menjadi 0,9 persen.
Menurut Arist, iklan rokok sudah tidak terlalu berefek pada orang yang sudah merokok lebih dari 10 tahun. Biasanya mereka sudah loyal terhadap satu merek tertentu.
"Maka iklan rokok lebih menarik bagi remaja dan anak yang masih coba-coba merokok," ujarnya dalam diskusi Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2013 yang diadakan Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, Kamis (30/5/2013) di Jakarta.
Survei yang dilakukan KPAI pada 10.000 remaja dan anak beberapa waktu lalu menunjukkan 93 persen anak melihat iklan rokok dari tayangan televisi. Lima puluh persen dari baliho di jalan, dan 73 persen dari sponsor acara.
Dalam kesempatan yang sama, ketua Komnas Pengendalian Tembakau dr. Prijo Sidipratomo mengatakan, iklan rokok sangat mempengaruhi ketertarikan remaja dan anak untuk merokok. Penelitian membuktikan bahwa 70 persen anak muda yang melihat iklan rokok terpengaruh untuk merokok.
Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Ezki Suyanto mengatakan, meskipun iklan rokok hanya boleh ditayangkan di televisi melebihi jam 21.30, namun iklan rokok yang cenderung kreatif dan menujukkan nilai kebersamaan dan kepahlawanan dapat menarik remaja dan anak.