KOMPAS.com - Anda pasti sudah tak asing dengan film independen, film pendek, atau jenis film lainnya. Namun, tahukah Anda tentang fashion film?
Mungkin sebagian besar orang berpikir bahwa film ini adalah film (seperti yang Anda kenal selama ini) yang banyak menonjolkan busana-busana yang modern atau klasik dari desainer ternama. Hmm... definisi ini tak sepenuhnya salah. Karena sebenarnya fashion film atau film mode adalah kompilasi dokumentasi style dari sebuah lini pakaian dan dibuat sebagai sarana promosi secara halus brand pakaian tersebut.
"Teknologi yang semakin maju saat ini juga bisa digunakan dalam dunia fashion. Salah satunya dengan pembuatan fashion film ini. Karena fashion film ini nantinya tidak hanya akan berkembang sebagai tren di dunia fashion, tapi juga menjadi kebutuhan setiap desainer untuk promosi," ungkap Kathryn Ferguson, sutradara fashion film dari Inggris, saat acara "Fashion Film Project: Dressing the Screen" di Dia.Lo.Gue Artspace, Kemang, Rabu (19/6/2013).
Fashion film pada dasarnya mirip dengan video klip dari musisi favorit Anda. Namun dalam pembuatannya, film ini mengandalkan kreativitas si videografer dan desainer untuk menggabungkan ide mereka dalam sebuah tayangan visual. Film ini bisa saja bercerita tentang filosofi sebuah brand, cerita pembuatan baju dari sketsa sampai siap pakai, panggung catwalk, koleksi busananya, atau penggabungan semua komponen tersebut. Film ini bisa dikombinasikan dengan musik, narasi, atau cerita komedi.
"Yang paling penting, sebuah fashion film harus mencerminkan ciri khas dari brand busananya," jelas sutradara film yang sudah membuat fashion film untuk Charlie Le Mindu, Katy Eary, Richard Nicolli, Domino Records, sampai Lady Gaga ini.
Rendy Surindapati, salah satu videografer yang bekerjasama dengan Novita Yunus (desainer Batik Chic) dalam pembuatan fashion film-nya, mengungkapkan bahwa untuk mendapatkan sebuah film yang bagus, desainer dan videografer harus memiliki kesamaan visi misi serta ide cerita yang akan ditonjolkan.
Meski filmnya tidak harus menggambarkan alur cerita tertentu, namun ada satu poin kuat yang ingin ditonjolkan dalam videonya yang bisa jadi image kuat brand," kata Rendy, sesaat setelah konferensi pers.
Untuk mendapatkan film yang bagus, desainer juga tak harus selalu syuting di lokasi mewah, di luar negeri, atau menggarap ide yang terlalu rumit. Di sinilah sisi kreatif pembuat film sangat dituntut. Karena sebenarnya ide sederhana pun bisa menghasilkan sebuah film yang menakjubkan, misalnya syuting di jalan raya, atau hanya mengambil visual dari sebuah kain batik yang dijemur dan tertiup angin.
"Lambaian kain batik yang tertiup ini bisa menggambarkan nilai seninya, dan jika metode pengambilan filmnya tepat, maka akan membuai orang yang melihatnya," ujar pria yang juga berprofesi sebagai pembuat iklan ini.
Dalam penggarapannya, film ini menjunjung tinggi kreativitas pembuatnya. Sehingga tak ada aturan khusus dalam proses pembuatan atau durasi waktunya. Lamanya durasi film tergantung dari si pembuatnya, namun minimal film ini berlangsung selama satu menit. Yang harus diperhatikan adalah tidak membuat filmnya terlalu klise, atau si model terlalu bergaya (pose) sehingga terlihat kaku dan dibuat-buat.
Pembuatan fashion film ini diklaim bisa memberikan banyak keuntungan bagi desainer. Katryn mengungkapkan, dengan film ini desainer bisa lebih mengeksplor lagi sisi kreatifnya dan juga memasarkan produknya ke seluruh dunia dengan cara mengunggahnya ke internet.
Sekalipun pembuatan fashion film ini memberi banyak keuntungan bagi desainer, namun proses pembuatannya memakan biaya yang cukup mahal. Satu kali produksi fashion film di Inggris bisa mencapai minimal 300 poundsterling (sekitar Rp 4,6 juta) hanya untuk proses pembuatannya saja.
Meski demikian, ke depannya Rendy yakin bahwa konsep fashion film ini akan booming di Indonesia seiring dengan semakin banyaknya orang yang bosan melihat iklan komersil yang terlalu menonjolkan produk (hard selling).
Editor :
Dini