Kompas.com - Sudah kewajiban kepala keluarga untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan keluarganya. Namun, seorang ayah yang workaholic alias gila kerja cenderung akan memiliki anak yang mengalami gangguan perilaku.
Dalam sebuah studi di Australia, anak laki-laki berusia 5-10 tahun yang ayahnya bekerja sebanyak 55 jam atau lebih dalam seminggu cenderung menunjukkan perilaku agresif, jika dibandingkan dengan anak yang jam kerja ayahnya lebih pendek.
"Penelitian ini penting karena selama ini baru sedikit studi yang secara spesifik merujuk pada pengaruh jam kerja ayah terhadap perkembangan mental anak," kata ketua peneliti Jianghong Li dari pusat penelitian ilmu sosial di Berlin, Jerman.
Namun, hasil studi tersebut tidak menunjukkan efek yang sama pada anak-anak perempuan. Selain itu, tidak ditemukan kaitan antara jam kerja ibu dan gangguan perilaku anak, baik anak laki atau perempuan.
Tetapi, berbeda dengan di Indonesia, para wanita di Australia pada umumnya bekerja paruh waktu. Sementara itu sekitar 20 persen para ayah di negeri kanguru tersebut bekerja 55 jam atau lebih dalam seminggu. Jika dalam seminggu bekerja selama 5 hari, rata-rata para ayah itu bekerja 11 jam setiap harinya.
Penelitian ini melibatkan 1.440 anak berusia 5 tahun, 1.400 anak berusia 8 tahun, dan hampir 1.360 anak berusia 10 tahun. Pada waktu-waktu tertentu orangtua si anak diminta mengisi kuesinoer mengenai perilaku anak.
Sejauh ini anak laki-laki lebih sensitif terhadap jam kerja ayah yang panjang, dibandingkan dengan anak perempuan. Para peneliti menduga hal tersebut mungkin karena anak-anak itu kekurangan waktu bermain bersama ayahnya. Seperti diketahui aktivitas yang disukai anak laki-laki umumnya bersifat fisik seperti berolahraga, sehingga anak-anak yang ayahnya sibuk bekerja mengalami kelebihan energi sehingga perilakunya cenderung lebih agresif.
Pendapat lain menyebutkan, saat ayah terlalu sibuk bekerja ibu tidak mendapat bantuan yang diperlukan di rumah. Akibatnya ibu menjadi stres dan kelelahan, hal ini diduga berpengaruh pada pola asuh sehingga berdampak negatif pada perkembangan perilaku anak.