AUTOIMMUN

AUTOIMMUN: "

A.Sklerosis Sistemik

1.Defenisi

Sklerosis sistemik adalah panyakit jaringan ikat yang ditandai oleh fibrosis dan perubahan degeneratif pada kulit, sinovium, dan arteri ; juga pada parenkim organ dalam terutama esophagus, usus, paru, jantung, ginjal dan kelenjar gondok. Penyakit ini dikenal juga dengan nama skleroderma

2.Epidemiologi

Sclerosis sistemik merupakan penyakit yang terdapat diseluruh dunia dan dijumpai pada semua bangsa. Biasanya dimulai pada usis 20-50 tahun, jarang pada anak-anak. Frekwensi pada wakita 3 kali frekwensi pria

3.Patogenensis dan patofisiologi

Etiologi dan patogenesis yang pasti belum diketahui. Diduga patogenesisnya berdasarkan kelainan vascular. Dugaan ini timbul karena sebelum terjadi perubahan pada dermis dan epidermis, telah ada reaksi peradangan vascular dan perivaskular pada jaringan subkutan. Reaksi peradangan dan perubahan vascular subkutan ini akan menyebabkan hilangnya kapiler-kapiler kulit (devaskularisasi) yang selanjutnya mengakibatkan atrofi epidermis dan penebalan dermis

Hipotesis yang diajukan berdasarkan hasil observasi pada biakan jaringan, ternyata pada scleroderma, fibroblast kulit mensintesis koleagen lebih banyak dengan fibroblast kulit normal

Peningkatan produksi kolagen yang dideposit pada jaringan ikat disekitar tunika adventisia akan mengekang arteri kecil/arteriol yang bersangkutan, aehingga kontraktilitas dan vasodilatasi arteri kecil dan arteriol terganggu. Akibatnya timbul gangguan vasomotor seperti yang terlihat pada syndrome raynaud dan sclerosis sistemik progresif. Kolagen ini dapat melekat pada endotel pembuluh darah. Kemudian terjadi adhesi antara trombosit dan kolagen, atau antara trombosit dan leukosit, yangmenyebabkan kerusakan endotel dan membrane basal. Peristiea ini akan diikuti oleh fibrosis reaktif berupa proliferasi intima yang sangat menoniol pada aklerosis sistemik progresif

Penipisan tunika intima media mungkin terjadinya sekunder terhadap perubahan distensibilitas struktur mikrovaskular yang terjepit diantara materi fibrotik yang terdapat pada intima dan adventisia. Dengan demikian, gangguan metabolisme kolagen pada fibroblast dapat menerangkan baik manifestasi vascular maupun manifestasi fibrosis pada sclerosis sistemik progresif

4.Gejala klinis dan konplikasi

a.Kulit

Pada kasus yang khas trias terdiri atas penipisan epidermis, hilangnya alat-alat seperti rambut, kelenjar keringat, kelenjer lemak di epidermis, dan kulit menjadi tegang. Fibrosis menyebabkan kulit melekat pada struktur dibawahnya. Sklerodaktili ialah keadaaan kakunya kulit bagian distal dari sendi interfalangeal proksimal. Terdapat pembengkakan dan ketegangan lengan bawah dan tangan yang difus dan simetris. Klien tidak dapat dicubit, keringat berkurang, rambut dan lemak menghilang. Kulit tampak kering dan retak-retak. Jari-jari mengalami fleksi kontraktur. Terdapat daerah-daerah dengan pegmentasi dan vitiligo. Epidermis mudah terkelupas karena tipis.

b.Saluran pencernaan

Hipomotilitas asofagus merupakan manifestasi paling sering dari terlibatnya organ dalam. Sering timbul dini dan dirasakan swebagai rasa penuh di substernal. Karena timbul dini, sangat berguna sebagai gejala diagnostic. Keluhan akan lebih berat jika terjadi esofagitis atau striktur

Pada keadaaan lanjut, terjadi striktur esophagus yang memerlukan dilatasi mekanis. Dilatasi dan hipoosmolalitas duodenum dan jejunum menyebabkan malabsorbsi sehingga mengakibatkan berat badan menurun. Dapat juga terjadi anemia karena telangiektasis di saluran pencernaan mengalami perdarahan. Ditemukan juga kelainan kolon yang dianggap diagnostic. Kelainan ini ditandai dengan terbentuknya kantong-kantong bermulut lebar pada dinding kolon. Biasanya kalainan ini asimptomatik


c.Paru

Scleroderma paru yang klasik ditandai dengan fibrosis intestinal yang klasik ditandai dengan fibrosis interstitial difus. Keluhan mungkin baru timbul lama setelah terdapat gangguan fungsi paru dan kelainan pada gambaran radiologist. Jarang ditemukan jari clubbing. Pengawasan terhadap perkembangan hipertensi paru dapat dilakukan dengan memperhatikan peningklatan intensitas komponen pulmonal pada bunyi jantung 2 dan derajat pecahnya (splitting bunyi jantung 2. ini penting karena pada kebanyakan penderita telah terdapat hipertensi paru sebelum timbul keluhan pada paru.

d.Jantung

Kelainan jantung pada scleroderma ada 3 macam :

1)Sclerosis koroner : merupakan kelainan yang paling tidak spesifik. Jarang timbul angina atau infark jantung

2)Fibrosis miokard

3)Kelainan perikard : berupa epikarditis akut, efusi perikard tanpa gejala yang berlangsung lambat tapi progresif

Gejala gangguan jantung sering sukar dibedakan dengan gejala gangguan paru, misalnya dyspnea d’effort atau nafas pendek. Untuk ini kadang-kadang diperlukan pemeriksaan penunjang lain seperti foto rongten/analisis jantung, EKG/ekokardiografi dan kateterisasi jantung

e.Ginjal

Tanda-tanda klinis kelainan ginjal yaitu hipertensi ( tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg), proteinuria > 1+, dan uremia. Kelainan ginjal sering timbul akut. Factor presipitasi untuk timbulnya gangguan ini adalah berhurangnya volume darah sehingga aliran darah ginjal terganggu, misalnya karene operasi besar, perdarahan, pemakaian diuretic yang berlebihan.

5.Diagnosis

Sulit untuk menegakkan diagnosis scleroderma sebelum timbul kelaianan kulit yang khas. Scleroderma harus dipikirkan jika pada seorang wamnita berumur 20-50 tahun terdapt syndrome raynaud dan pembengkakan tangan. Syndrome raynaud ini tampak pada jari-jari tangan . mula-mula pucat dan sianosis (karena vasokontriksi), kemudian menjadimerah dan nyeri pada waktu sirkulasi kembali normal. Biasanya timbul akibat pengaruh udara dingin atau ketegangan emosi.

Pemerisaan radiologik banyak membantu dalam menegakkan diagnosis scleroderma . pemeriksaaan radiologik yang biasanya dilakukan adalah :

a.Foto rongten oesophagus maag duodenum (OMD) : tampak hipoosmolalitas esophagus

b.Foto rongten tangan/lengan : tampak resorpsi falang, kalsifikasi subkutan

c.Foto rongten toraks : fibrosis interstitial difus di paru-paru

d.Foto rongten usus halus : dilatasi jejenum , ileum

e.Foto rongten kolon : gambaran kantong-kantong pada kolon

f.Foto rongten gigi : pelebaran membran periodontal

g.Arteriogram perifer : penyumbatan pembuluh darah

h.Arteriogram ginjal disertai pemeriksaan aliran darah korteks ginjal

Gambaran histopatologik kulit menunjukkan adanya penebalan epidermis disertai menghilangnya organ-organ epidermis dan tampak pula bertambahnya jaringan kolagen dalam dermis

6.Penatalaksanaan

a.Medikamentosa

1)Obat vasoaktif

a)Fenoksibenzamin, suatu obat alfa adrenergic, diberikan peroral, 10-40 mg/hari

b)Guanetidin dengan dosis 40 mg, sekali sehari

c)Metildopa, kerjanya menurunkan depot katekolamin. Dimulai dengan dosis rendah sampai mencapai dosis 2 g/hari

d)Reserpin, juga merupakan penghambat simpatis. Dianjurkan pemberian dosis rendah sacara intra arteri untuk menghindari pengaruh sistemik dan mencapai pengaruh maksimal pada arteri perifer. Pemberian 0,5 mg menghasilkan perlindungan terhadap vasokonstriksi perifer selama ± 6 bulan


2)Obat-obat antiinflamasi

a)Asam asetilsilat, terutama untuk atralgia dan mialgia. Dosis mungkin mencapai 4-5 g/hari

b)Kortikosteroid, diberikan jika terdapat tanda-tanda peradangan pada awal penyakit

c)Potassium para-aminobenzoat 12-16 g/hari. Efek sampingnya terhadap saluran pencernaan serta timbulnya reaksi alergi di kulit menyulitkan pemberian jangka lama

d)Antimalaria

3)Lain-lain

a)Rheomacrodex

b)Imunosupresif misalnya klorambusil

c)Colchicines, 7-10 mg/minggu. Mengurangai sekresi proklagen oleh fibroblast

d)D- penisilamin, dosis 0,5-2,0 g/hari

b.Fisioterapi

Fisioterapi merupakan hal yang tak boleh dilupakan pada penatalaksanaan scleroderma. Latihan range of motion aktif/pasif, pemanasan. Keduanya bermanfaat untuk memperbaiki peredaran darah dankontraktur yang disebabkan oleh fibrosis pada sendi dan kulit

Pencegahan vasokonstriksi karena dingin dan usaha mempertahankan pembuluh darah dalam keadaan sedikit vasodilatasi dilakukan misalnya dengan melindungi tubuh terhadap dingin dan melakukan latihanjasmani bertahap

c.Tindakan operatif

Tindakan operatif terutama ditujukan terhadap :

Ulserasi : debridement dan sebagainya

Simpatektomi : hasilnya hanya bersifat sementara, tidak berlangsung lama

Rekontruksi


d.Pengobatan khusus

Bergantung pada organ/system yang terkene misalnya esophagus, usus halus, paru, ginjal, jantung, dan sebagainya

e.Perawatan di Rumah sakit

Perawatan di Rumah sakit perlu silakukan apabila ditemukan kegagalan kardiopulmonal, kegagalan ginjal, gangguan saluran pencernaan yang berat berupa diare, muntah, dehidrasi, malnutrisi, memerlukan bimbingan fisioterapi yang ketat, dan persiapan operasi

f.Aspek psikososial

Perlu penjelasan mengenai penyakit disertai sokongan penderita maupun keluarganya.

B.Arthritis Reumatoid

1.Defenisi

Artritis Rematoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi. Artritis rematoid juga bisa menyebabkan sejumlah gejala di seluruh tubuh. Penyakit ini terjadi pada sekitar 1% dari jumlah penduduk, dan wanita 2-3 kali lebih sering dibandingkan pria. Biasanya pertama kali muncul pada usia 25-50 tahun, tetapi bisa terjadi pada usia berapapun.

2.Penyebab

Penyebab yang pasti tidak diketahui, tetapi berbagai faktor (termasuk kecenderungan genetik) bisa mempengaruhi reaksi autoimun.

3.Patofisiologi

Pada AR, reaksi autoimun terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Pada proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim ini akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membrane sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan meniombulkan erosi tulang. Pada AR, peradangan berlangsung terus menerus dan menyebar ke struktur-struktur sendi disekitarnya termasuk tulang rawansendi dan kapsul fibrosa sendi. Akhirnya ligament dan tendon ikut meradang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan menganggu gerak sendi. Otot akan ikut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot. Pada p[eradangan kronik, membrane sinovium mengalami hipertropi dan menebal sehingga terjadi hambatan aliran darah yang menyebabkan nekrosis sel dan respon peradangan berlanjut. Sinovium yang menebal inilah yang dilapisi oleh jaringan granuler disebut sebagai pannus seeperti yang disebutkan sebelumnya. Pannus ini dapat menyebar ke seluruh sendi dan merangsang proses peradangan dan pembentukan jaringan parut dan secara lambat akan merusak sendi. Hal ini akan menyebabkan nyeri yang sangat hebat dan deformitas.

4.Gejala

Artritis rematoid bisa muncul secara tiba-tiba, dimana pada saat yang sama banyak sendi yang mengalami peradangan. Biasanya peradangan bersifat simetris, jika suatu sendi pada sisi kiri tubuh terkena, maka sendi yang sama di sisi kanan tubuh juga akan meradang. Yang pertama kali meradang adalah sendi-sendi kecil di jari tangan, jari kaki, tangan, kaki, pergelangan tangan, sikut dan pergelangan kaki. Sendi yang meradang biasanya menimbulkan nyeri dan menjadi kaku, terutama pada saat bangun tidur atau setelah lama tidak melakukan aktivitas.

Beberapa penderita merasa lelah dan lemah, terutama menjelang sore hari.

Sendi yang terkena akan membesar dan segera terjadi kelainan bentuk.

Sendi bisa terhenti dalam satu posisi (kontraktur) sehingga tidak dapat diregangkanataudibukasepenuhnya. Jari-jari pada kedua tangan cenderung membengkok ke arah kelingking, sehingga tendon pada jari jari tangan bergeser dari tempatnya. Pembengkakan pergelangan tangan bisa mengakibatkan terjadinya sindromaterowongankarpal. Di belakang lutut yang terkena, bisa terbentuk kista, yang apabila pecah bisa menyebabkan nyeri dan pembengkakan pada tungkai sebelahbawah. Sekitar 30-40% penderita memiliki benjolan keras (nodul) tepat dibawah kulit, yang biasanya terletak di daerah sekitar timbulnya penyakit ini.

Bisa terjadi demam ringan dan kadang terjadi peradangan pembuluh darah (vaskulitis) yang menyebabkan kerusakan saraf atau luka (ulkus) di tungkai.

Peradangan pada selaput di sekitar paru-paru (pleuritis) atau pada kantong di sekitar jantung (perikarditis) atau peradangan dan pembentukan jaringan parut pada paru-paru bisa menyebabkan nyeri dada, gangguan pernafasan dan kelainan fungsi jantung. Penderita lainnya menunjukkan pembengkakan kelenjar getah bening, sindroma Sjögren atau peradangan mata.

Penyakit Still merupakan variasi dari artritis rematoid dimana yang pertama muncul adalah deman tinggi dan gejala umum lainnya.

Sindroma Felty terjadi jika pada penderita artritis rematoid ditemukan pembesaran limpa dan penurunan jumlah sel darah putih.

5.Diagnosa

Membedakan artritis rematoid dari berbagai keadaan lainnya yang bisa menyebabkan artritis, tidaklah mudah.

Keadaan-keadaaan yang menyerupai artritis rematoid adalah:

a. Demamrematik

b. Artritisgonokokal

c. PenyakitLyme

d. SindromaReiter

e. Artritispsoriatik

f. Spondilitisankilosing

g. Gout

h. Pseudogout

i. Osteoartritis.

Pola gejalanya sangat khas, tetapi untuk memperkuat diagnosis perlu dilakukan:

1.Pemeriksaan darah

- 9 dari 10 penderita memiliki laju endap eritrosit yang meningkat

- sebagian besar menderita anemia

- kadang jumlah sel darah putih berkurang

- 7 dari 10 penderita memiliki antibodi yang disebut faktor rematoid; biasanya semakin tinggi kadar faktor rematoid dalam darah, maka semakin berat penyakitnya dan semakin jelek prognosisnya. Kadar antibodi ini bisa menurun jika peradangan sendi berkurang dan akan meningkat jika terjadi serangan.

2.Pemeriksaan cairan sendi.

3.Biopsi nodul.

4.Rontgen, bisa menunjukkan adanya perubahan khas pada sendi.

Mengenali artritis rematoid.

Seseorang yang memiliki 4 dari 5 gejala berikut, kemungkinan menderita artritis rematoid:

1.Kekakuan di pagi hari yang berlangsung lebih dari 1 jam (selama minimal 6 minggu)

2.Peradangan (artritis) pada 3 atau lebih sendi (selama minimal 6 minggu)

3.Artritis pada persendian tangan, pergelangan tangan atau jari tanan (selama minimal 6 minggu)

4.Faktor rematoid di dalam darah

5.Perubahan yang khas pada foto rontgen.

6.Pengobatan

Prinsip dasar dari pengobatan artrtitis rematoid adalah mengistirahatkan sendi yang terkena, karena pemakaian sendi yang terkena akan memperburuk peradangan.

Mengistirahatkan sendi secara rutin seringkali membantu mengurangi nyeri.

Pembidaian bisa digunakan untuk imobilisasi dan mengistirahatkan satu atau beberapa sendi, tetapi untuk mencegah kekakuan, perlu dilakukan beberapa pergerakan sendi yang sistematis.

Obat-obatan utama yang digunakan untuk mengobati artritis rematoid adalah obat anti peradangan non-steroid, obat slow-acting, kortikosteroid dan obat imunosupresif. Biasanya, semakin kuat obatnya, maka semakin hebat potensi efek sampingnya,sehingga diperlukan pemantauan ketat.

Obat anti peradangan non-steroid.

Yang paling banyak digunakan adalah aspirin dan ibuprofen.

Obat ini mengurangi pembengkakan pada sendi yang terkena dan meringankan rasa nyeri.

Aspirin merupakan obat tradisional untuk artritis rematoid; obat yang lebih baru memiliki lebih sedikit efek samping tetapi harganya lebih mahal.

Dosis awal adalah 4 kali 2 tablet (325 mgram)/hari.

Telinga berdenging merupakan efek samping yang menunjukkan bahwa dosisnya terlalu tinggi.

Gangguan pencernaan dan ulkus peptikum, yang merupakan efek samping dari dosis yang terlalu tinggi, bisa dicegah dengan memakan makanan atau antasid atau obat lainnya pada saat meminum aspirin.

Misoprostol bisa membantu mencegah erosi lapisan lambung dan pembentukan ulkus gastrikum, tetapi obat ini juga menyebabkan diare dan tidak mencegah terjadinya mual atau nyeri perut karena aspirin atau obat anti peradangan non-steroid lainnya.

Obat slow-acting.

Obat slow-acting kadang merubah perjalanan penyakit, meskipun perbaikan memerlukan waktu beberapa bulan dan efek sampingnya berbahaya.

Pemakaiannyaharusdipantausecaraketat. Obat ini biasanya ditambahkan jika obat anti peradangan non-steroid terbukti tidak efektif setelah diberikan selama 2-3 bulan atau diberikan segera jika penyakitnya berkembang dengan cepat.

Yang sekarang ini digunakan adalah senyawa emas, penisilamin, hydroxycloroquinine dan sulfasalazine.

1.Senyawa emas.

Senyawa emas berfungsi memperlambat terjadinya kelainan bentuk tulang. Biasanya diberikan sebagai suntikan mingguan.

Suntikan mingguan diberikan sampai tercapai dosis total 1 gram atau sampai timbulnya efek samping atau terjadinya perbaikan yang berarti.

Jika obat ini efektif, dosisnya dikurangi secara bertahap.

Kadang perbaikan dicapai setelah diberikannya dosis pemeliharaan selama beberapa tahun. Senyawa emas bisa menimbulkan efek samping pada beberapa organ, karena itu obat ini tidak diberikan kepada penderita penyakit hati atau ginjal yang berat atau penyakit darah tertentu.

Sebelum pengobatan dimulai dan setiap seminggu sekali selama pengobatan berlangsung, dilakukan pemeriksaan darah dan air kemih.

Efek sampingnya berupa ruam kulit, gatal dan berkurangnya sejumlah sel darah.

Jika terjadi efek samping yang serius, maka pemakaiannya segera dihentikan.

2.Penisilamin.

Efeknya menyerupai senyawa emas dan bisa digunakan jika senyawa emas tidak efektif atau menyebabkan efek samping yang tidak dapat ditoleransi.

Dosisnya secara bertahap dinaikkan sampai terjadinya perbaikan.

Efek sampingnya adalah penekanan terhadap pembentukan sel darah di dalam sumsum tulang, kelainan ginjal, penyakit otot, ruam kulit dan rasa tidak enak di mulut. Jika terjadi efek samping tersebut, maka pemakaian obat harus dihentikan.

Obat ini juga bisa menyebabkan miastenia gravis, sindroma Goodpasture dan sindroma yang menyerupai lupus. Selama pengobatan berlangsung, dilakukan pemeriksaan darah dan air kemih setiap 2-4 minggu sekali.

3.Hydroxycloroquine.

Digunakan untuk mengobati artritis rematoid yang tidak terlalu berat.

Efek sampingnya biasanya ringan, yaitu berupa ruam kulit, sakit otot dan kelainan mata. Tetapi beberapa kelainan mata bisa menetap, sehingga penderita yang mendapatkan obat ini harus memeriksakan matanya sebelum dilakukan pengobatan dan setiap 6 bulan selama pengobatan berlangsung.

Jika setelah 6 bulan tidak menunjukkan perbaikan, maka pemberian obat ini dihentikan. Jika terjadi perbaikan, pemakaian obat ini bisa dilanjutkan sesuai dengan kebutuhan.

4.Sulfasalazine.

Obat ini semakin banyak digunakan untuk mengobati artritis rematoid.

Dosisnya dinaikkan secara bertahap dan perbaikan biasanya terjadi dalam 3 bulan.

Sulfasalazine bisa menyebabkan gangguan pencernaan, kelainan hati, kelainan sel darah dan ruam kulit.

Kortikosteroid.

Kortikosteroid (misalnya prednison) merupakan obat paling efektif untuk mengurangi peradangan di bagian tubuh manapun.

Kortikosteroid efektif pada pemakaian jangka pendek dan cenderung kurang efektif jika digunakan dalam jangka panjang, padahal artritis rematoid adalah penyakit yang biasanya aktif selama bertahun-tahun.

Kortikosteroid biasanya tidak memperlambat perjalanan penyakit ini dan pemakaian jangka panjang menyebabkan berbagai efek samping, yang melibatkan hampirsetiaporgan.

Efek samping yang sering terjadi adalah penipisan kulit, memar, osteoporosis, tekanan darah tinggi, kadar gula darah yang tinggi dan katarak.

Karena itu obat ini biasanya digunakan untuk mengatasi kekambuhan yang mengenai beberapa sendi atau jika obat lainnya tidak efektif.

Kortikosteroid juga digunakan untuk mengobati peradangan diluar sendi, seperti peradangan selaput paru-paru (pleuritis) atau peradangan kantong jantung (perikarditis).

Untuk menghindari resiko terjadinya efek samping, maka hampir selalu digunakan dosis efektif terendah. Obat ini bisa disuntikkan langsung ke dalam sendi, tetapi bisa menyebabkan kerusakan jangka panjang, terutama jika sendi yang terkena digunakan secara berlebihan sehingga mempercepat terjadinya kerusakan sendi.

Obat imunosupresif.

Obat imunosupresif (contohnya metotreksat, azatioprin dan cyclophosphamide) efektif untuk mengatasi artritis rematoid yang berat.

Obat ini menekan peradangan sehingga pemakaian kortikosteroid bisa dihindari atau diberikan kortikosteroid dosis rendah.

Efek sampingnya berupa penyakit hati, peradangan paru-paru, mudah terkena infeksi, penekanan terhadap pembentukan sel darah di sumsum tulang dan perdarahan kandung kemih (karena siklofosfamid).

Selain itu azatioprine dan siklofosfamid bisa meningkatkan resiko terjadinya kanker.

Metotreksat diberikan per-oral (ditelan) 1 kali/minggu, digunakan untuk mengobati arthritis rematoid stadium awal. Siklosporin bisa digunakan untuk mengobati artritis yang berat jika obat lainnya tidak efektif.

Terapi lainnya.

Bersamaan dengan pemberian obat untuk mengurangi peradangan sendi, bisa dilakukan latihan-latihan, terapi fisik, pemanasan pada sendi yang meradang dan kadang pembedahan.

Sendi yang meradang harus dilatih secara halus sehingga tidak terjadi kekakuan.

Setelah peradangan mereda, bisa dilakukan latihan aktif yang rutin, tetapi jangan sampai terlalu lelah. Biasanya latihan akan lebih mudah jika dilakukan di dalam air. Untuk mengobati persendian yang kaku, dilakukan latihan yang intensif dan kadang digunakan pembidaian untuk meregangkan sendi secara perlahan.

Jika pemberian obat tidak membantu, mungkin perlu dilakukan pembedahan.

Untuk mengembalikan pergerakan dan fungsinya, biasanya dilakukan pembedahan untuk mengganti sendi lutut atau sendi panggul dengan sendi buatan.

Persendian juga bisa diangkat atau dilebur (terutama pada kaki), supaya kaki tidak terlalu nyeri ketika digunakan untuk berjalan. Ibu jari bisa dilebur sehingga penderita bisa menggenggam dan tulang belakang di ujung leher yang tidak stabil bisa dilebur untuk mencegah penekanan terhadap urat saraf tulang belakang.

Penderita yang menjadi cacat karena artritis rematoid bisa menggunakan beberapa alat bantu untuk menyelesaikan tugas sehari-harinya. Contohnya adalah sepatu ortopedik khusus atau sepatu atletik khusus.

C.Anemia Pernesiosa

1.Defenisi

Anemia Karena Kekurangan Vitamin B12 (anemia pernisiosa) adalah anemia megaloblastik yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B12. Selain zat besi, sumsum tulang memerlukan vitamin B12 dan asam folat untuk menghasilkan sel darah merah. Jika kekurangan salah satu darinya, bisa terjadi anemia megaloblastik.

Pada anemia jenis ini, sumsum tulang menghasilkan sel darah merah yang besar dan abnormal (megaloblas).Sel darah putih dan trombosit juga biasanya abnormal.

Anemia megaloblastik paling sering disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 dan asam folat dalam makanan atau ketidakmampuan untuk menyerap vitamin tersebut. Kadang anemia ini disebabkan oleh obat-obat tertentu yang digunakan untuk mengobati kanker (misalnya metotreksat, hidroksiurea, fluorourasil dan sitarabin).

2.Penyebab

Anemia Karena Kekurangan Vitamin B12 (anemia pernisiosa) adalah anemia megaloblastik yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B12.

Selain zat besi, sumsum tulang memerlukan vitamin B12 dan asam folat untuk menghasilkan sel darah merah. Jika kekurangan salah satu darinya, bisa terjadi anemia megaloblastik. Pada anemia jenis ini, sumsum tulang menghasilkan sel darah merah yang besar dan abnormal (megaloblas). Sel darah putih dan trombosit juga biasanya abnormal. Anemia megaloblastik paling sering disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 dan asam folat dalam makanan atau ketidakmampuan untuk menyerap vitamin tersebut. Kadang anemia ini disebabkan oleh obat-obat tertentu yang digunakan untuk mengobati kanker (misalnya metotreksat, hidroksiurea, fluorourasil dan sitarabin).

3.Gejala

Selain mengurangai pembentukan sel darah merah, kekurangan vitamin B12 juga mempengaruhi sistem saraf dan menyebabkan:

- Kesemutan ditangan dan kaki

- Hilangnya rasa ditungkai, kaki dan tangan

- Pergerakanyangkaku.

Gejala lainnya adalah:

- Buta warna tertentu,termasuk warna kuning dan biru

- Luka terbuka di lidah atau lidah seperti terbakar

- Penurunan berat badan

- Anoreksia

- Warna kulit menjadi lebih gelap

- Lidah licin

- Pucat

- Linglung

- Depresi

- Penurunan fungsi intelektual.

4.Diagnosa

Biasanya, kekurangan vitamin B12 terdiagnosis pada pemeriksaan darah rutin untuk anemia. Pada contoh darah yang diperiksa dibawah mikroskop, tampak megaloblas (sel darah merah berukuran besar). Juga dapat dilihat perubahan sel darah putih dan trombosit, terutama jika penderita telah menderita anemia dalam jangka waktu yang lama. Jika diduga terjadi kekurangan, maka dilakukan pengukuran kadar vitamin B12 dalamdarah. Jika sudah pasti terjadi kekurangan vitamin B12, bisa dilakukan pemeriksaan untuk menentukan penyebabnya.

Biasanya pemeriksaan dipusatkan kepada faktor intrinsik:

1.Contoh darah diambil untuk memeriksa adanya antibodi terhadap faktor intrinsik.

Biasanya antibodi ini ditemukan pada 60-90% penderita anemia pernisiosa.

2.Pemeriksaan yang lebih spesifik,yaitu analisa lambung. Dimasukkan sebuah selang kecil (selang nasogastrik) melalui hidung, melewati tenggorokan dan masuk ke dalam lambung. Lalu disuntikkan pentagastrin (hormon yang merangasang pelepasan faktor intrinsik) ke dalam sebuah vena.

Selanjutnya diambil contoh cairan lambung dan diperiksa untuk menemukan adanya faktor intrinsik.

Jika penyebabnya masih belum pasti, bisa dilakukan tes Schilling.

Diberikan sejumlah kecil vitamin B12 radioaktif per-oral (ditelan) dan diukur penyerapannya.

Kemudian diberikan faktor intrinsik dan vitamin B12, lalu penyerapannya diukur kembali.

Jika vitamin B12 diserap dengan faktor intrinsik, tetapi tidak diserap tanpa faktor intrinsik, maka diagnosisnya pasti anemia pernisiosa.

5.Pemeriksaan penunjang

Sel darah merah besar-besar (makrositik), MCV ≥ 100fmol/l, neutrofilo hiperpigmentsi. Gambaran sum-sum tulang megaloblastik. Sering ditemukan dengan gastritis atrofi (dalam jangka waktu lama dikaitkan dengan peningkatan risiko karsinoma gaster), sehingga menyebabkan aklorhidria. Kadar vitamin B12 serum kurang dari 100 pg/ml

6.Pengobatan

Pengobatan kekurangan vitamin B 12 atau anemia pernisiosa adalah pemberian vitamin B12. Sebagian besar penderita tidak dapat menyerap vitamin B12 per-oral (ditelan),karena itu diberikan melalui suntikan. Pada awalnya suntikan diberikan setiap hari atau setiap minggu, selama beberapa minggu sampai kadar vitamin B12 dalam darah kembali normal. Selanjutnya suntikan diberikan 1 kali/bulan. Penderita harus mengkonsumsi tambahan vitamin B12 sepanjang hidupnya.

7.Pencegahan

Jika penyebabnya adalah asupan yang kurang, maka anemia ini bisa dicegah melalui pola makanan yang seimbang.

Next Post Previous Post