Determinan pemanfaatan tenaga bidan desa dalam pertolongan persalinan di wilayah kerja puskesmas
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Angka kematian bayi (AKB), angka kematian ibu (AKI), dan angka harapan hidup merupakan indikator yang menggambarkan derajat kesehatan masyarakat. Diantara negara – negara ASEAN dan Jepang pada tahun 1999, Kamboja merupakan negara dengan AKB tertinggi yaitu 104 per 1000 kelahiran hidup (KH), sedangkan Indonesia merupakan peringkat ke 4 yaitu 46 per 1000 KH (Depkes RI, 2000). Menurut laporan UNICEF pada periode 1990 – 1998 Indonesia, Bangladesh dan India merupakan negara – negara dengan AKI yang cukup tinggi, yaitu masing – masing 450, 450 dan 410 per 100.000 KH (Depkes RI, 2000). Menurut Saifuddin (2002) sampai dengan saat ini angka kematian Maternal dan Neonatal di Indonesia adalah 334 per 100.000 KH dan 21,8 per 1.000 KH, sedangkan AKB tahun 2000 menurut Depkes RI (2002) sebesar 44 per 1.000 KH.
Tidak semua kehamilan berakhir dengan persalinan yang berlangsung normal, 30,7 % persalinan disertai dengan komplikasi, dimana bila tidak ditangani dengan cepat dan baik dapat meningkatkan kematian ibu (Depkes RI, 2000). Yang menjadi penyebab kematian ibu di negara berkembang yang berhubungan dengan kehamilan adalah : 1) perdarahan 40 – 60 %, 2), Toksemia Gravidarum 20 – 30 % dan 3) Infeksi 20 – 30 % (Hartanto, 2002).
Menurut Hartanto (2002) problem – problem di negara berkembang adalah :
1. Sebagian besar ibu – ibu melahirkan dirumah.
2. Kurang dari 50 % kelahiran ditolong oleh petugas kesehatan yang terlatih.
3. Sejumlah substansial kematian ibu terjadi pada tingkat masyarakat.
4. Fasilitas kesehatan di daerah pedesaan terisolasi karena kurangnya infrastruktur dan komunikasi.
5. Keterbatasan jumlah dokter dan penyebaran yang tidak merata dari sumber – sumber kesehatan terutama di daerah pedesaan.
Kejadian tingginya angka kematian dan orientasi masyarakat menuju pertolongan dukun disebabkan 2 hal penting yaitu kemiskinan dan kurangnya pengetahuan khususnya dalam bidang reproduksi wanita (Manuaba, 1998). Dominannya pertolongan pada dukun beranak terutama didaerah pedesaan sekitar 65 – 75 % (Manuaba, 1998). Hal inilah yang menyebabkan tingginya AKI dan AKB di negara – negara yang sedang berkembang.
Pada tahun 1990 WHO meluncurkan strategi Making Pregnancy Safer (MPS) oleh badan – badan Internasional seperti UNFPA, UNICEF, dan World Bank. Pada dasarnya MPS meminta perhatian pemerintah dan masyarakat disetiap negara untuk :
a. Menempatkan Safe Motherhood sebagai prioritas utama dalam rencana pembangunan Nasional dan Internasional.
b. Menyusun acuan nasional dan standar pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
c. Mengembangkan sistem yang menjamin pelaksanaan standar yang telah disusun.
d. Memperbaiki akses pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, keluarga berencana, aborsi legal, baik publik maupun swasta.
e. Meingkatkan upaya kesehatan promotif dalam kesehatan maternal dan neonatal serta pengembalian fertilitas pada tingkat keluarga dan lingkungannya.
f. Memperbaiki sistem monitoring pelayanan kesehatan maternal dan neonatal (Saifuddin, 2001)
Didalam rencana strategi nasional MPS di Indonesia 2001 – 2010 disebutkan bahwa dalam konteks Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010, visi MPS adalah “kehamilan dan persalinan di Indoneisa berlangsung aman, serta bayi yang dilahirkan hidup dan sehat” (Saifuddin, 2002). Salah satu sasaran yang ditetapkan untuk tahun 2010 adalah menurunkan AKI menjadi 125 per 100.000 KH dan angka kematian neonatal menjadi 16 per 1000 KH (Saifuddin, 2002). Salah satu faktor penting dalam upaya penurunan angka kematian tersebut yaitu penyediaan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas dekat dengan masyarakat (Saifuddin, 2002).
Sembilan puluh persen kematian ibu terjadi di saat sekitar persalinan dan kira – kira 95 % penyebab kematian ibu adalah komplikasi obstetri yang sering tidak dapat diperkirakan sebelumnya, maka kebijakan Departemen Kesehatan RI untuk mempercepat penurunan AKI adalah mengupayakan agar : 1) setiap persalinan ditolong atau minimal didampingi oleh bidan dan 2) pelayanan obstetri sedekat mungkin kepada semua ibu hamil. Salah satu upaya terobosan yang cukup mencolok untuk mencapai keadaan tersebut adalah pendidikan sejumlah 54.120 bidan yang ditempatkan di desa selama 1989/1990 sampai 1996/1997 (Saifuddin, 2001).