Koreksi Penggunaan Kata Perawatan
Koreksi Penggunaan Kata Perawatan:
Dalam Konteks Profesional
Hampir semua profesional mengetahui apa arti kata nursing. Berasal dari kata benda nurse yang bisa berarti: 1. Seorang perempuan yang merawat orang sakit, biasanya di rumah sakit; 2. seorang perempuan yang terlatih secara khusus untuk merawat bayi atau anak-anak (The York Contemporary English Dictionary, 1995). Dalam kamus yang sama, Nurse bisa juga berarti kata kerja (Verb) to nurse yang berarti: 1. menyusui bayi; 2. merawat orang sakit atau anak-anak; 3. memeluk dengan lembut; 4. memberikan perhatian khusus.
Awal tahun 2004 lalu, sekitar 25 lebih Perawat Indonesia yang bekerja di United Arab Emirates (UAE) mengajukan permohonan ke kantor Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) di Jakarta guna memperoleh surat bukti registrasi. Hasilnya, semuanya mendapatkan surat tersebut yang bisa dikatakan sebagai ⦣8364;˜SIM⦣8364;™.
Ada yang ⦣8364;˜ganjil⦣8364;™ dalam surat yang ditandatangani oleh President of Indonesian National Nurses Association tersebut. Padahal yang menandatangani tidak tanggung-tanggung. Gelarnya, buat kebanyakan perawat Indonesia, Strata 3, alias seorang doktor, tergolong langka. Kalau anda melihat komposisi pengurus yang duduk dalam PPNI juga rata-rata bergelar S2. Yang salah dalam surat ijin yang katanya hanya bersifat sementara tersebut adalah: Surat bukti registrasi tersebut tidak bernomor! Simple?
Bagi sebuah organisasi semacam PPNI yang bertaraf nasional, mengeluarkan sebuah surat untuk tujuan luar negeri, apalagi berbahasa Inggris dan akan dilihat oleh orang-orang dari negara lain, apa yang tercantum dalam surat ibaratnya adalah buah karya yang mencerminkan bagaimana sebuah organisasi tersebut dikelola. Sebuah kesalahan yang sebenarnya tidak harus terjadi untuk ukuran PPNI, simbol organisasi profesi keperawatan bergengsi di tingkat nasional, perlu dikoreksi.
Contoh diatas adalah salah satu gambaran bagaimana sebenarnya personal perawat kita bekerja. Tidak pandang dari mana mereka berasal atau dari sekolah mana yang membina, luar atau dalam negeri. Karena yang menjalankan tugas adalah orang kita, bangsa kita.
Kenyataan diatas, jika tertuang di atas kertas, bukan lagi bisa disebut sebagai kelalaian individual, namun institusional. Betapapun sifat sebuah surat, apakah itu tetap atau sementara, yang namanya Nomor Surat itu adalah suatu yang ⦣8364;˜a must⦣8364;™. Kesimpulannya, kalau PPNI yang berada di pusat Jakarta saja demikian gambaran organisasinya, bagaimana dengan pelaksanaannya di daerah?
Perawat Indonesia memang tergolong masih sangat muda usianya dibanding perawat-perawat dari UK atau USA. Namun perawat kita usianya juga hampir terpaut sama saja dengan India. Bahkan kita lebih tua dibanding Malaysia, Singapore atau mereka yang berada di negara-negara Arab. Tapi kenapa kita begitu ketinggalan jauh dengan mereka dalam persoalan profesional ini? Adakah ini dilandasi oleh keterbelakangan standarisasi pendidikan profesi kita? Padahal saat ini Universitas Indonesia, lewat Fakultas Keperawatan nya sudah membuka Program S2 meski jurusannya masih terbatas. Walaupun relatif baru, setidaknya sudah dimulai. Jadi tingkatan pendidikan nyatanya tidak dapat dijadikan sebagi kambing-hitamnya.
Kalau begitu dimana letak ketidak-profesionalan keperawatan kita?
Dikondisikan
Hampir semua profesional mengetahui apa arti kata nursing. Berasal dari kata benda nurse yang bisa berarti: 1. Seorang perempuan yang merawat orang sakit, biasanya di rumah sakit; 2. seorang perempuan yang terlatih secara khusus untuk merawat bayi atau anak-anak (The York Contemporary English Dictionary, 1995). Dalam kamus yang sama, Nurse bisa juga berarti kata kerja (Verb) to nurse yang berarti: 1. menyusui bayi; 2. merawat orang sakit atau anak-anak; 3. memeluk dengan lembut; 4. memberikan perhatian khusus.
Di negara kita, pertumbuhan Bahasa Indonesia begitu cepat, berasimilasi dengan bahasa-bahasa dari negara lain. Bahasa Inggris dalam bidang pengetahuan dan bahasa Arab dalam bidang Agama Islam, adalah dua contoh yang kita tidak bisa mengelak keterlibatannya yang kuat.
Dalam bidang ilmu pengetahuan pengaruh bahasa Inggris ini sedemikian erat, sehingga setuju atau tidak kita nyaris tidak bisa memisahkan diri dari peranan di dalamnya. Sebagai contoh kata biologi (biology), geologi (geology), geografi (geography), laboratorium (laboratory), psikologi (psychology), psikiatri (psychiatry), anatomi (anatomy), fisiologi (physiology) dan lain-lain.
Dalam disiplin ilmu tertentu, dengan tanpa pikir dua-tiga kali, karena barangkali tidak ada pilihan kata lain dalam bahasa Indonesia yang tepat, maka kita ⦣8364;˜telan⦣8364;™ begitu saja (baca: serap) kata-kata yang aslinya dalam Bahasa Inggris tersebut, sehingga seolah-olah menjadi Bahasa Indonesia. Misalnya kata biologi (cabang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan makhluk hidup ⦣8364;“The York Contemporary English Dictionary, 1995). Demikian pula kata-kata lainnya misalnya: teknik, teknologi, elektronik, mesin, komputer, analisa, medik, dll. Kata-kata ini bahkan sudah menjadi Bahasa Indonesia yang baku dalam kamus. Sementara, kata nursing, kita terjemahkan menjadi perawatan.
Apakah kata perawatan ini merupakan hasil terjemahan yang tepat untuk nursing?
Perawatan berasal dari kata dasar rawat, yang mendapatkan awalan per dan akhiran an (Wodjowasito, 1982). Merupakan kata sifat, artinya segala sesuatu yang menunjukkan sifat rawat. Awalan -pe- dalam Bahasa Indonesia menunjukkan pelaku. Orang yang merawat disebut perawat.
Berbeda dengan Bahasa Inggris, kata perawatan dalam bahasa Indonesia tidak hanya berorientasi kepada hubungan seorang perawat dengan pasien, hubungan ibu dengan anak, atau hubungan guru dengan murid-murid. Dalam Bahasa Indonesia, kata perawatan bisa saja digunakan dalam konteks lain, misalnya: perawatan suku cadang (parts maintainnance), perawatan pesawat (plane maintainance), rawat nginap (admission care), rawat jalan (out patient care), merawat perabot rumah (household maintainance), dsb.
Beberapa contoh diatas, meskipun menggunakan kata dasar yang sama ⦣8364;˜rawat⦣8364;™ namun tidak selalu ada kaitannya sama sekali dengan nursing. Nursing konteksnya akan beda sekali dan tidak digunakan untuk kata-kata tersebut diatas misalnya merawat kapal, merawat suku cadang atau merawat barang-barang rumah.
Dengan demikian, kata nursing berarti jauh lebih ⦣8364;˜unik⦣8364;™ dibanding kata perawatan atau keperawatan. Dalam sejarahnya, berapa kali pendidikan nursing kita mengalami perubahan hanya karena masalah rawat, perawatan, dan keperawatan ini. Simaklah Sekolah Pengatur Rawat (SPR), Sekolah Perawat Kesehatan (SPK), Akademi Keperawatan (Akper). Sebaliknya, kata nursing dalam konteks school of nursing, college of nursing, atau faculty of nursing, tidak pernah mengalami perubahan.
Nursing bisa berarti: perawatan (Wodjowasito, 1982). Kata nurse bisa berarti kata benda: 1. Dayang, inang, pengasuh; 2. Juru rawat. Bisa pula berarti kata kerja: 1. Menyusui, memberi makan; 2. Merawat, memelihara, mengasuh; 3. Memanaskan badan (Wodjowasito, 1982).
Kata nursing lebih dipakai untuk sebuah profesi. Sebaliknya kata perawatan tidak mengacu kepada satu profesi saja, jika dikaitkan dengan beberapa pengertian diatas. Perawat bisa jadi bermacam-macam artinya. Tetapi nurse, hanya satu artinya, yakni orang yang memberikan pelayanan keperawatan, berpendidikan, dan secara hukum diakui (www.answer.com; www.thefreedictionary.com; www.medterm.com). Sementara perawat dalam Bahasa Indonesia, bisa saja setiap orang, terlepas dari latar belakang apakah itu pendidikan, kekuatan hukum atau kompetensi yang dimiliknya, yang memberikan perawatan baik di rumah, pos kesehatan, sekolah, rumah sakit, bahkan di panti asuhan.
Dari beberapa uraian diatas, nampaknya image nursing lebih diidentikkan dengan perempuan, karena secara tradisional perempuan lah yang membentuk sebagian besar profesi ini (Keenworthy, Snowley & Gilling, 2002). Menurut American Nurses Association (1980): nursing is the diagnoses and treatment of human responses to actual and potential health problem. Nursing adalah an art and a scince; earlier emphasis was on care of sick, now of the health is being stressed (Nettina, 1996, p. 3).
Kalau jurusan-jurusan pendidikan yang lain misalnya Jurusan Matematika, Biologi, Geologi, Geografi, Fisika, Histologi, dll. bisa mengadopsi istilah asing ⦣8364;˜hanya⦣8364;™ karena tidak mendapatkan padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia, kenapa keperawatan tidak layak mendapatkan perlakuan serua? Padahal, dari sudut pandang profesional sudah nampak jelas bahwa kata nursing jauh lebih tepat kita gunakan dan lebih profesional daripada kata keperawatan.
Profesional
Menurut Webster⦣8364;™s Ninth New Collegiate Dictionary (1991) yang disebut dengan profesional adalah: characterized by or conforming the technical ethical standards of a profession. Seseorang yang profesional memiliki ciri-ciri: memenuhi standard ketrampilan, pengetahuan dan etika. Standard itu bisa diperoleh pertama melalui pendidikan formal dalam waktu tertentu guna memenuhi tujuan profesi yang berkualitas. Kedua, profesi juga menghendaki adanya etika profesi. Ciri profesi yang ketiga adalah mendapat pengakuan hukum. Dan yang keempat: engaged in by persons receiving financial return. Ciri profesi yang terakhir ini menunjukkan bahwa seorang profesional harus mendapatkan imbalan yang layak. Ciri yang kelima: participating for gain or livelihood in an activity or field of endeavor. Dengan demikian, seorang profesional itu harus menekuni bidangnya sebagai sumber kehidupan.
Kesimpulannya, profesional nurse adalah mereka yang menempuh jenjang pendidikan nursing selama dalam kurun waktu tertentu, menerapkan kerjanya atas dasar evidence based dan etika, mendapatkan imbalan jasa yang layak, serta menekuni bidang kerjanya sebagai sumber penghasilan utamanya.
Sejarah perkembangan pendidikan nursing di negeri kita pada mulanya hanya setingkat SMU: Sekolah Pengatur Rawat, Sekolah Perawat Kesehatan (SPK). Pada awal tahun 80-an mulai dikenal masyarakat jenjang pendidikan tinggi yang disebut sebagai Akademi Keperawatan, lulusan SMU ditambah 3 tahun. Baru pada akhir 80-an Universitas Indonesia (UI) mulai menyelenggarakan program jenjang S1. Saat ini UI sudah memperkenalkan jenjang pendidikan nursing S2.
Di Inggris Bachelor Science of Nursing (BSN) sudah mulai dikenal bahkan pada akhir abad ke 19 (Keenworthy, Snowley & Gilling, 2002). Pada awal abad ke 20 kode etik nursing sudah pula diperkenalkan ke parlemen Inggris (Keenworthy, Snowley & Gilling, 2002). Ini terjadi karena pengakuan pemerintah terhadap pendidikan nursing sudah mengacu kepada profesi yang implementasinya berdasarkan kepada research based practice.
Sementara itu, di negeri kita, selama puluhan tahun, profesi nursing masih didominasi oleh mereka yang lulusan pendidikannya setingkat SMU yang sebetulnya dikelompokkan sebagai Vocational Training. Demikian pula lulusan Program Diploma Keperawatan yang dicetak untuk memenuhi kebutuhan tenaga terampil, bukan tenaga ahli. Sedangkan jenjang pendidikan S1 yang tujuannya adalah mencetak calon-calon tenaga ahli dan manager menengah tahun-tahun terakhir ini mulai bermunculan.
Karena pendidikan S1 masih relatif baru diterapkan, jumlah lulusannya jangankan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di lapangan, untuk melengkapi kebutuhan tenaga pengajar atau pembimbing di lembaga-lembaga pendidikan nursing saja masih jauh dari cukup. Di sektor lembaga pendidikan negeri, masih banyak akademi-akademi di mana tenaga pengajarnya masih belum memenuhi syarat baik secara kuantitas maupun kualitas.
Menurut Albertus Setyono, staf pengajar sekaligus Kepala Bidang Kurikulum Program Diploma Keperawatan Lawang, dosen-dosen Akper masih banyak yang memanfaatkan lulusan S1 non-nursing, misalnya jurusan pendidikan. Akan tetapi yang terakhir ini tidak bisa disamakan dengan nursing karena perbedaan kompetensi yang ada. Salah satu perbedaan yang menyolok adalah, dalam S1 nursing diajarkan materi Research Metods in Nursing, namun dalam S1 Kependidikan, mata kuliah serupa tidak didapatkannya. Persoalannya kemudian adalah: bagaimana para dosen-dosen ini memberikan bimbingan pengenalan penelitian kepada mahasiswa nursing apabila mereka tidak pernah mendapatkannya?
Faktor inilah yang menjadi kendala utama perkembangan profesi nursing di Indonesia di tingkat dasar yang ketinggalan jauh bahkan dibelakang negara-negara tetangga kita anggota ASEAN, misalnya Singapore, Malaysia atau Filipina. Dampak dari proses pembelajaran yang kurang mendapatkan penanganan profesional semacam ini akan berakibat besar terhadap mutu lulusan. Bagaimana kita berharap bahwa lulusan pendidikan nursing di negeri ini apabila tidak ditangani oleh tenaga-tenaga pengajar dengan kompetensi yang proporsional?
Sebenarnya, tidak sedikit tenaga pembimbing nursing kita yang memperoleh training di luar negeri, misalnya dari Filipina, Thailand, Australia, Jepang, Amerika Serikat dan Canada. Beberapa diantaranya bahkan bergelar DSN (Doctor Science of Nursing). Sayangnya, keberadaan mereka ini tidak memberikan pengaruh yang significant terhadap proses pengambilan keputusan. Hasilnya, kurikulum pendidikan nursing yang ada di negeri kita masih jauh untuk dikatakan baku.
Contoh konkrit. Saat ini lebih dari 20 lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program S1, apakah itu PSIK, Fakultas Keperawatan atau STIKES. Menurut data dari Departemen Pendidikan Nasional (2006), sejauh ini terdaftar 19. Lima perguruan tinggi di antaranya yang diakui akreditasinya mendapat nilai B (Program studi memiliki mutu baik). Dua belas perguruan tinggi mendapat nilai C (memenuhi syarat minimal penyelenggaraan), dan satu perguruan tinggi mendapat D (tidak memenuhi syarat minimal). Sedangkan untuk jenjang pendidikan S2, Universitas Indonesia memperoleh predikat A (mutu baik sekali).
Saat ini terdapat 12 perguruan tinggi negeri yang menyelenggarakan program S1. Fakultas keperawatan yang ada di negeri kita umunya tidak sama dengan fakultas-fakultas lain di perguruan tinggi yang sama. Satu fakultas, biasanya memiliki beberapa jurusan. Ambil saja contoh Fakultas Sastra, bisa terdiri dari Sastra Inggris, Perancis, Arab, Jepang, dll. Demikian juga Fakultas Pendidikan, akan terdiri dari beberapa jurusan mulai dari Biologi, Kimia, Fisika, Inggris, Olahraga, dll. Sedangkan Fakultas Keperawatan, minim sekali jurusannya.
Melihat ciri-ciri profesional diatas, ⦣8364;˜barangkali⦣8364;™ kita bisa masuk didalamnya. Persoalannya memang sejauh ini kiblat nursing di Indonesia ini masih belum baku. Artinya, secara internasional kita belum memberlakukan sistem apakah itu seperti yang diterapkan oleh sistem pendidikan nursing di Amerika Serikat, Inggris atau Australia. Sebagai contoh masa pendidikan yang kita gunakan masih menggunakan sistem sendiri. S1 nursing berlangsung selama 4 tahun dengan gelar Sarjana Keperawatan (SKp) kemudian dilanjutkan dengan program Ners.
Istilah Ners ini, tanpa bermaksud merendahkan pengimplementasiannya, sebenarnya kurang praktis. Karena, di manapun dibelahan bumi ini, tidak pernah digunakan istilah selain post graduate studies pada pendidikan nursing, kecuali misalnya post graduate diploma in mental health, pediatric, ICU, dll.
Pendidikan nursing sendiri sudah dikatakan sebagai pendidikan profesional. Jadi tidak perlu lagi Ners, sebuah istilah yang boleh dikata ⦣8364;˜mengada-ada⦣8364;™. Bahasa Inggris tidak, Bahasa Indonesia tidak pula! Di Australia misalnya, lulusan nursing S1 tidak mengenal penggunaan istilah tersebut. Master of Nursing dikenal di seluruh dunia. Kalau kita menaruh Ners sebagai gelar, siapa yang bakal mengenal, kecuali di negeri sendiri? Sebuah pekerjaan rumah yang dilematik bagi profesi kita.
Kesimpulan
Merubah sebuah nama profesi tidak semudah mengganti gelar dengan sebutan yang baru, sebagaimana yang diterapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Diknas), misalnya dari Drs. menjadi Sarjana Pendidikan. Kedudukan Perawat tentu tidak sama dengan penggunaan gelar diatas. Apalagi kata ⦣8364;˜ perawatan⦣8364;™ sudah begitu mengakar, baik di publik maupun di kalangan profesi.
Akan tetapi sebagai sebuah anggota profesi, perawat dituntut untuk berpikir kritis. Perawat moderen dibesarkan dalam ruang lingkup Evidence-based practice , dimana segala sesuatunya bukan didasarkan pada sekedar mengikuti kebiasaan masa lalu, atau mencontoh profesi lain. Oleh sebab itu, sesuai dengan perkembangan jaman dan teknologi, mestinya perawat juga bersikap lebih terbuka, kritis dan inovatif, tidak terkecuali dalam penggunaan namanya sendiri.
Uraian di atas telah panjang lebar berusaha menganalisa bagaimana sebenarnya arti kata ⦣8364;˜perawatan⦣8364;™ dibandingkan dengan kata ⦣8364;˜nursing⦣8364;™ dalam Bahasa Inggris.
Kalau kita bisa mengadopsi kata-kata: manajemen, produksi, matematika, geografi, geologi, ekonomi, politik, sains, dan sederetan istilah-istilah yang berasal dari Bahasa Inggris kemudian diindonesiakan; kenapa kita tidak lakukan perlakuan yang sama terhadap kata ⦣8364;˜perawatan⦣8364;™ ini?
Berapa kali kita disibukkan oleh perubahan kata-kata yang berasal dari kata ⦣8364;˜perawatan⦣8364;™ ini? Dilihat dari perkembangan sejarahnya, kata-kata ini rasanya tidak pernah ⦣8364;˜baku⦣8364;™. Kata-kata seperti Sekolah Pengatur Rawat, Sekolah Perawat Kesehatan, Akademi Keperawatan (atau Akademi Perawat?), SKp atau SKep? Merupakan sejumlah bukti bahwa penggunaan kata perawatan ini bersifat labil. Sebaliknya, kata ⦣8364;˜nursing⦣8364;™ selalu stabil.
Akhirnya, sebagai sebuah profesi, ada baiknya kita manfaatkan istilah internasional yang standard, yang kemanapun kita pergi, orang lain tidak akan bingung dibuatnya.
Kalau orang Malaysia yang bangga dengan Bahasa Melayu, tidak sungkan-sungkan menggunakan kata ⦣8364;˜nursing⦣8364;™ sebagai pengganti ⦣8364;˜perawatan⦣8364;™, yang mengacu kepada profesionalisme, mengapa kita bangsa Indonesia masih harus berpikir dua-tiga kali hanya untuk menggantinya?
References:
Dikti, 2006, Daftar Program Studi Yang Telah Terakreditasi s/d 2006, [Online], Available from URL: http://www.dikti.org/, [Accessed 29 Mei 2007].
Kenworthy, N., Snowley, G., & Cynthia, G. 2002, ⦣8364;˜Nursing and the context of nursing practice⦣8364;™, Common Foundation Studies in Nursing, 3rd ed, Chrching Livingstone, pp. 3-76.
Nettina, S., ⦣8364;˜Nursing process and practice⦣8364;™, The Lippincott: Manual of Nursing Practice, 6th ed, Lippincott, Manila, pp. 1-10.
Presented By; Syaifoel Hardy
"
Dalam Konteks Profesional
Hampir semua profesional mengetahui apa arti kata nursing. Berasal dari kata benda nurse yang bisa berarti: 1. Seorang perempuan yang merawat orang sakit, biasanya di rumah sakit; 2. seorang perempuan yang terlatih secara khusus untuk merawat bayi atau anak-anak (The York Contemporary English Dictionary, 1995). Dalam kamus yang sama, Nurse bisa juga berarti kata kerja (Verb) to nurse yang berarti: 1. menyusui bayi; 2. merawat orang sakit atau anak-anak; 3. memeluk dengan lembut; 4. memberikan perhatian khusus.
Awal tahun 2004 lalu, sekitar 25 lebih Perawat Indonesia yang bekerja di United Arab Emirates (UAE) mengajukan permohonan ke kantor Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) di Jakarta guna memperoleh surat bukti registrasi. Hasilnya, semuanya mendapatkan surat tersebut yang bisa dikatakan sebagai ⦣8364;˜SIM⦣8364;™.
Ada yang ⦣8364;˜ganjil⦣8364;™ dalam surat yang ditandatangani oleh President of Indonesian National Nurses Association tersebut. Padahal yang menandatangani tidak tanggung-tanggung. Gelarnya, buat kebanyakan perawat Indonesia, Strata 3, alias seorang doktor, tergolong langka. Kalau anda melihat komposisi pengurus yang duduk dalam PPNI juga rata-rata bergelar S2. Yang salah dalam surat ijin yang katanya hanya bersifat sementara tersebut adalah: Surat bukti registrasi tersebut tidak bernomor! Simple?
Bagi sebuah organisasi semacam PPNI yang bertaraf nasional, mengeluarkan sebuah surat untuk tujuan luar negeri, apalagi berbahasa Inggris dan akan dilihat oleh orang-orang dari negara lain, apa yang tercantum dalam surat ibaratnya adalah buah karya yang mencerminkan bagaimana sebuah organisasi tersebut dikelola. Sebuah kesalahan yang sebenarnya tidak harus terjadi untuk ukuran PPNI, simbol organisasi profesi keperawatan bergengsi di tingkat nasional, perlu dikoreksi.
Contoh diatas adalah salah satu gambaran bagaimana sebenarnya personal perawat kita bekerja. Tidak pandang dari mana mereka berasal atau dari sekolah mana yang membina, luar atau dalam negeri. Karena yang menjalankan tugas adalah orang kita, bangsa kita.
Kenyataan diatas, jika tertuang di atas kertas, bukan lagi bisa disebut sebagai kelalaian individual, namun institusional. Betapapun sifat sebuah surat, apakah itu tetap atau sementara, yang namanya Nomor Surat itu adalah suatu yang ⦣8364;˜a must⦣8364;™. Kesimpulannya, kalau PPNI yang berada di pusat Jakarta saja demikian gambaran organisasinya, bagaimana dengan pelaksanaannya di daerah?
Perawat Indonesia memang tergolong masih sangat muda usianya dibanding perawat-perawat dari UK atau USA. Namun perawat kita usianya juga hampir terpaut sama saja dengan India. Bahkan kita lebih tua dibanding Malaysia, Singapore atau mereka yang berada di negara-negara Arab. Tapi kenapa kita begitu ketinggalan jauh dengan mereka dalam persoalan profesional ini? Adakah ini dilandasi oleh keterbelakangan standarisasi pendidikan profesi kita? Padahal saat ini Universitas Indonesia, lewat Fakultas Keperawatan nya sudah membuka Program S2 meski jurusannya masih terbatas. Walaupun relatif baru, setidaknya sudah dimulai. Jadi tingkatan pendidikan nyatanya tidak dapat dijadikan sebagi kambing-hitamnya.
Kalau begitu dimana letak ketidak-profesionalan keperawatan kita?
Dikondisikan
Hampir semua profesional mengetahui apa arti kata nursing. Berasal dari kata benda nurse yang bisa berarti: 1. Seorang perempuan yang merawat orang sakit, biasanya di rumah sakit; 2. seorang perempuan yang terlatih secara khusus untuk merawat bayi atau anak-anak (The York Contemporary English Dictionary, 1995). Dalam kamus yang sama, Nurse bisa juga berarti kata kerja (Verb) to nurse yang berarti: 1. menyusui bayi; 2. merawat orang sakit atau anak-anak; 3. memeluk dengan lembut; 4. memberikan perhatian khusus.
Di negara kita, pertumbuhan Bahasa Indonesia begitu cepat, berasimilasi dengan bahasa-bahasa dari negara lain. Bahasa Inggris dalam bidang pengetahuan dan bahasa Arab dalam bidang Agama Islam, adalah dua contoh yang kita tidak bisa mengelak keterlibatannya yang kuat.
Dalam bidang ilmu pengetahuan pengaruh bahasa Inggris ini sedemikian erat, sehingga setuju atau tidak kita nyaris tidak bisa memisahkan diri dari peranan di dalamnya. Sebagai contoh kata biologi (biology), geologi (geology), geografi (geography), laboratorium (laboratory), psikologi (psychology), psikiatri (psychiatry), anatomi (anatomy), fisiologi (physiology) dan lain-lain.
Dalam disiplin ilmu tertentu, dengan tanpa pikir dua-tiga kali, karena barangkali tidak ada pilihan kata lain dalam bahasa Indonesia yang tepat, maka kita ⦣8364;˜telan⦣8364;™ begitu saja (baca: serap) kata-kata yang aslinya dalam Bahasa Inggris tersebut, sehingga seolah-olah menjadi Bahasa Indonesia. Misalnya kata biologi (cabang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan makhluk hidup ⦣8364;“The York Contemporary English Dictionary, 1995). Demikian pula kata-kata lainnya misalnya: teknik, teknologi, elektronik, mesin, komputer, analisa, medik, dll. Kata-kata ini bahkan sudah menjadi Bahasa Indonesia yang baku dalam kamus. Sementara, kata nursing, kita terjemahkan menjadi perawatan.
Apakah kata perawatan ini merupakan hasil terjemahan yang tepat untuk nursing?
Perawatan berasal dari kata dasar rawat, yang mendapatkan awalan per dan akhiran an (Wodjowasito, 1982). Merupakan kata sifat, artinya segala sesuatu yang menunjukkan sifat rawat. Awalan -pe- dalam Bahasa Indonesia menunjukkan pelaku. Orang yang merawat disebut perawat.
Berbeda dengan Bahasa Inggris, kata perawatan dalam bahasa Indonesia tidak hanya berorientasi kepada hubungan seorang perawat dengan pasien, hubungan ibu dengan anak, atau hubungan guru dengan murid-murid. Dalam Bahasa Indonesia, kata perawatan bisa saja digunakan dalam konteks lain, misalnya: perawatan suku cadang (parts maintainnance), perawatan pesawat (plane maintainance), rawat nginap (admission care), rawat jalan (out patient care), merawat perabot rumah (household maintainance), dsb.
Beberapa contoh diatas, meskipun menggunakan kata dasar yang sama ⦣8364;˜rawat⦣8364;™ namun tidak selalu ada kaitannya sama sekali dengan nursing. Nursing konteksnya akan beda sekali dan tidak digunakan untuk kata-kata tersebut diatas misalnya merawat kapal, merawat suku cadang atau merawat barang-barang rumah.
Dengan demikian, kata nursing berarti jauh lebih ⦣8364;˜unik⦣8364;™ dibanding kata perawatan atau keperawatan. Dalam sejarahnya, berapa kali pendidikan nursing kita mengalami perubahan hanya karena masalah rawat, perawatan, dan keperawatan ini. Simaklah Sekolah Pengatur Rawat (SPR), Sekolah Perawat Kesehatan (SPK), Akademi Keperawatan (Akper). Sebaliknya, kata nursing dalam konteks school of nursing, college of nursing, atau faculty of nursing, tidak pernah mengalami perubahan.
Nursing bisa berarti: perawatan (Wodjowasito, 1982). Kata nurse bisa berarti kata benda: 1. Dayang, inang, pengasuh; 2. Juru rawat. Bisa pula berarti kata kerja: 1. Menyusui, memberi makan; 2. Merawat, memelihara, mengasuh; 3. Memanaskan badan (Wodjowasito, 1982).
Kata nursing lebih dipakai untuk sebuah profesi. Sebaliknya kata perawatan tidak mengacu kepada satu profesi saja, jika dikaitkan dengan beberapa pengertian diatas. Perawat bisa jadi bermacam-macam artinya. Tetapi nurse, hanya satu artinya, yakni orang yang memberikan pelayanan keperawatan, berpendidikan, dan secara hukum diakui (www.answer.com; www.thefreedictionary.com; www.medterm.com). Sementara perawat dalam Bahasa Indonesia, bisa saja setiap orang, terlepas dari latar belakang apakah itu pendidikan, kekuatan hukum atau kompetensi yang dimiliknya, yang memberikan perawatan baik di rumah, pos kesehatan, sekolah, rumah sakit, bahkan di panti asuhan.
Dari beberapa uraian diatas, nampaknya image nursing lebih diidentikkan dengan perempuan, karena secara tradisional perempuan lah yang membentuk sebagian besar profesi ini (Keenworthy, Snowley & Gilling, 2002). Menurut American Nurses Association (1980): nursing is the diagnoses and treatment of human responses to actual and potential health problem. Nursing adalah an art and a scince; earlier emphasis was on care of sick, now of the health is being stressed (Nettina, 1996, p. 3).
Kalau jurusan-jurusan pendidikan yang lain misalnya Jurusan Matematika, Biologi, Geologi, Geografi, Fisika, Histologi, dll. bisa mengadopsi istilah asing ⦣8364;˜hanya⦣8364;™ karena tidak mendapatkan padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia, kenapa keperawatan tidak layak mendapatkan perlakuan serua? Padahal, dari sudut pandang profesional sudah nampak jelas bahwa kata nursing jauh lebih tepat kita gunakan dan lebih profesional daripada kata keperawatan.
Profesional
Menurut Webster⦣8364;™s Ninth New Collegiate Dictionary (1991) yang disebut dengan profesional adalah: characterized by or conforming the technical ethical standards of a profession. Seseorang yang profesional memiliki ciri-ciri: memenuhi standard ketrampilan, pengetahuan dan etika. Standard itu bisa diperoleh pertama melalui pendidikan formal dalam waktu tertentu guna memenuhi tujuan profesi yang berkualitas. Kedua, profesi juga menghendaki adanya etika profesi. Ciri profesi yang ketiga adalah mendapat pengakuan hukum. Dan yang keempat: engaged in by persons receiving financial return. Ciri profesi yang terakhir ini menunjukkan bahwa seorang profesional harus mendapatkan imbalan yang layak. Ciri yang kelima: participating for gain or livelihood in an activity or field of endeavor. Dengan demikian, seorang profesional itu harus menekuni bidangnya sebagai sumber kehidupan.
Kesimpulannya, profesional nurse adalah mereka yang menempuh jenjang pendidikan nursing selama dalam kurun waktu tertentu, menerapkan kerjanya atas dasar evidence based dan etika, mendapatkan imbalan jasa yang layak, serta menekuni bidang kerjanya sebagai sumber penghasilan utamanya.
Sejarah perkembangan pendidikan nursing di negeri kita pada mulanya hanya setingkat SMU: Sekolah Pengatur Rawat, Sekolah Perawat Kesehatan (SPK). Pada awal tahun 80-an mulai dikenal masyarakat jenjang pendidikan tinggi yang disebut sebagai Akademi Keperawatan, lulusan SMU ditambah 3 tahun. Baru pada akhir 80-an Universitas Indonesia (UI) mulai menyelenggarakan program jenjang S1. Saat ini UI sudah memperkenalkan jenjang pendidikan nursing S2.
Di Inggris Bachelor Science of Nursing (BSN) sudah mulai dikenal bahkan pada akhir abad ke 19 (Keenworthy, Snowley & Gilling, 2002). Pada awal abad ke 20 kode etik nursing sudah pula diperkenalkan ke parlemen Inggris (Keenworthy, Snowley & Gilling, 2002). Ini terjadi karena pengakuan pemerintah terhadap pendidikan nursing sudah mengacu kepada profesi yang implementasinya berdasarkan kepada research based practice.
Sementara itu, di negeri kita, selama puluhan tahun, profesi nursing masih didominasi oleh mereka yang lulusan pendidikannya setingkat SMU yang sebetulnya dikelompokkan sebagai Vocational Training. Demikian pula lulusan Program Diploma Keperawatan yang dicetak untuk memenuhi kebutuhan tenaga terampil, bukan tenaga ahli. Sedangkan jenjang pendidikan S1 yang tujuannya adalah mencetak calon-calon tenaga ahli dan manager menengah tahun-tahun terakhir ini mulai bermunculan.
Karena pendidikan S1 masih relatif baru diterapkan, jumlah lulusannya jangankan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di lapangan, untuk melengkapi kebutuhan tenaga pengajar atau pembimbing di lembaga-lembaga pendidikan nursing saja masih jauh dari cukup. Di sektor lembaga pendidikan negeri, masih banyak akademi-akademi di mana tenaga pengajarnya masih belum memenuhi syarat baik secara kuantitas maupun kualitas.
Menurut Albertus Setyono, staf pengajar sekaligus Kepala Bidang Kurikulum Program Diploma Keperawatan Lawang, dosen-dosen Akper masih banyak yang memanfaatkan lulusan S1 non-nursing, misalnya jurusan pendidikan. Akan tetapi yang terakhir ini tidak bisa disamakan dengan nursing karena perbedaan kompetensi yang ada. Salah satu perbedaan yang menyolok adalah, dalam S1 nursing diajarkan materi Research Metods in Nursing, namun dalam S1 Kependidikan, mata kuliah serupa tidak didapatkannya. Persoalannya kemudian adalah: bagaimana para dosen-dosen ini memberikan bimbingan pengenalan penelitian kepada mahasiswa nursing apabila mereka tidak pernah mendapatkannya?
Faktor inilah yang menjadi kendala utama perkembangan profesi nursing di Indonesia di tingkat dasar yang ketinggalan jauh bahkan dibelakang negara-negara tetangga kita anggota ASEAN, misalnya Singapore, Malaysia atau Filipina. Dampak dari proses pembelajaran yang kurang mendapatkan penanganan profesional semacam ini akan berakibat besar terhadap mutu lulusan. Bagaimana kita berharap bahwa lulusan pendidikan nursing di negeri ini apabila tidak ditangani oleh tenaga-tenaga pengajar dengan kompetensi yang proporsional?
Sebenarnya, tidak sedikit tenaga pembimbing nursing kita yang memperoleh training di luar negeri, misalnya dari Filipina, Thailand, Australia, Jepang, Amerika Serikat dan Canada. Beberapa diantaranya bahkan bergelar DSN (Doctor Science of Nursing). Sayangnya, keberadaan mereka ini tidak memberikan pengaruh yang significant terhadap proses pengambilan keputusan. Hasilnya, kurikulum pendidikan nursing yang ada di negeri kita masih jauh untuk dikatakan baku.
Contoh konkrit. Saat ini lebih dari 20 lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program S1, apakah itu PSIK, Fakultas Keperawatan atau STIKES. Menurut data dari Departemen Pendidikan Nasional (2006), sejauh ini terdaftar 19. Lima perguruan tinggi di antaranya yang diakui akreditasinya mendapat nilai B (Program studi memiliki mutu baik). Dua belas perguruan tinggi mendapat nilai C (memenuhi syarat minimal penyelenggaraan), dan satu perguruan tinggi mendapat D (tidak memenuhi syarat minimal). Sedangkan untuk jenjang pendidikan S2, Universitas Indonesia memperoleh predikat A (mutu baik sekali).
Saat ini terdapat 12 perguruan tinggi negeri yang menyelenggarakan program S1. Fakultas keperawatan yang ada di negeri kita umunya tidak sama dengan fakultas-fakultas lain di perguruan tinggi yang sama. Satu fakultas, biasanya memiliki beberapa jurusan. Ambil saja contoh Fakultas Sastra, bisa terdiri dari Sastra Inggris, Perancis, Arab, Jepang, dll. Demikian juga Fakultas Pendidikan, akan terdiri dari beberapa jurusan mulai dari Biologi, Kimia, Fisika, Inggris, Olahraga, dll. Sedangkan Fakultas Keperawatan, minim sekali jurusannya.
Melihat ciri-ciri profesional diatas, ⦣8364;˜barangkali⦣8364;™ kita bisa masuk didalamnya. Persoalannya memang sejauh ini kiblat nursing di Indonesia ini masih belum baku. Artinya, secara internasional kita belum memberlakukan sistem apakah itu seperti yang diterapkan oleh sistem pendidikan nursing di Amerika Serikat, Inggris atau Australia. Sebagai contoh masa pendidikan yang kita gunakan masih menggunakan sistem sendiri. S1 nursing berlangsung selama 4 tahun dengan gelar Sarjana Keperawatan (SKp) kemudian dilanjutkan dengan program Ners.
Istilah Ners ini, tanpa bermaksud merendahkan pengimplementasiannya, sebenarnya kurang praktis. Karena, di manapun dibelahan bumi ini, tidak pernah digunakan istilah selain post graduate studies pada pendidikan nursing, kecuali misalnya post graduate diploma in mental health, pediatric, ICU, dll.
Pendidikan nursing sendiri sudah dikatakan sebagai pendidikan profesional. Jadi tidak perlu lagi Ners, sebuah istilah yang boleh dikata ⦣8364;˜mengada-ada⦣8364;™. Bahasa Inggris tidak, Bahasa Indonesia tidak pula! Di Australia misalnya, lulusan nursing S1 tidak mengenal penggunaan istilah tersebut. Master of Nursing dikenal di seluruh dunia. Kalau kita menaruh Ners sebagai gelar, siapa yang bakal mengenal, kecuali di negeri sendiri? Sebuah pekerjaan rumah yang dilematik bagi profesi kita.
Kesimpulan
Merubah sebuah nama profesi tidak semudah mengganti gelar dengan sebutan yang baru, sebagaimana yang diterapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Diknas), misalnya dari Drs. menjadi Sarjana Pendidikan. Kedudukan Perawat tentu tidak sama dengan penggunaan gelar diatas. Apalagi kata ⦣8364;˜ perawatan⦣8364;™ sudah begitu mengakar, baik di publik maupun di kalangan profesi.
Akan tetapi sebagai sebuah anggota profesi, perawat dituntut untuk berpikir kritis. Perawat moderen dibesarkan dalam ruang lingkup Evidence-based practice , dimana segala sesuatunya bukan didasarkan pada sekedar mengikuti kebiasaan masa lalu, atau mencontoh profesi lain. Oleh sebab itu, sesuai dengan perkembangan jaman dan teknologi, mestinya perawat juga bersikap lebih terbuka, kritis dan inovatif, tidak terkecuali dalam penggunaan namanya sendiri.
Uraian di atas telah panjang lebar berusaha menganalisa bagaimana sebenarnya arti kata ⦣8364;˜perawatan⦣8364;™ dibandingkan dengan kata ⦣8364;˜nursing⦣8364;™ dalam Bahasa Inggris.
Kalau kita bisa mengadopsi kata-kata: manajemen, produksi, matematika, geografi, geologi, ekonomi, politik, sains, dan sederetan istilah-istilah yang berasal dari Bahasa Inggris kemudian diindonesiakan; kenapa kita tidak lakukan perlakuan yang sama terhadap kata ⦣8364;˜perawatan⦣8364;™ ini?
Berapa kali kita disibukkan oleh perubahan kata-kata yang berasal dari kata ⦣8364;˜perawatan⦣8364;™ ini? Dilihat dari perkembangan sejarahnya, kata-kata ini rasanya tidak pernah ⦣8364;˜baku⦣8364;™. Kata-kata seperti Sekolah Pengatur Rawat, Sekolah Perawat Kesehatan, Akademi Keperawatan (atau Akademi Perawat?), SKp atau SKep? Merupakan sejumlah bukti bahwa penggunaan kata perawatan ini bersifat labil. Sebaliknya, kata ⦣8364;˜nursing⦣8364;™ selalu stabil.
Akhirnya, sebagai sebuah profesi, ada baiknya kita manfaatkan istilah internasional yang standard, yang kemanapun kita pergi, orang lain tidak akan bingung dibuatnya.
Kalau orang Malaysia yang bangga dengan Bahasa Melayu, tidak sungkan-sungkan menggunakan kata ⦣8364;˜nursing⦣8364;™ sebagai pengganti ⦣8364;˜perawatan⦣8364;™, yang mengacu kepada profesionalisme, mengapa kita bangsa Indonesia masih harus berpikir dua-tiga kali hanya untuk menggantinya?
References:
Dikti, 2006, Daftar Program Studi Yang Telah Terakreditasi s/d 2006, [Online], Available from URL: http://www.dikti.org/, [Accessed 29 Mei 2007].
Kenworthy, N., Snowley, G., & Cynthia, G. 2002, ⦣8364;˜Nursing and the context of nursing practice⦣8364;™, Common Foundation Studies in Nursing, 3rd ed, Chrching Livingstone, pp. 3-76.
Nettina, S., ⦣8364;˜Nursing process and practice⦣8364;™, The Lippincott: Manual of Nursing Practice, 6th ed, Lippincott, Manila, pp. 1-10.
Presented By; Syaifoel Hardy
"