KOMPAS.com - Irma Kusumo Wardhani awalnya hanya seorang karyawan berpenghasilan minim. Berkat tekad berwirausaha yang kuat, kini ia memiliki penghasilan hingga ratusan juta rupiah per bulan. Bagaimana ia mencapainya? Irma, demikian sapaan akrabnya, adalah lulusan sebuah akademi sekretaris di Jakarta. Dengan bekal ilmu yang didapatnya, wanita kelahiran Jakarta, 18 Juli 1976 ini melamar bekerja sebagai seorang sekretaris di sebuah toko florist di bilangan Jakarta Selatan pada 2001. Di sana, Irma menjelma sebagai sosok multilenta. Ia mengerjakan hampir semua pekerjaan, mulai dari urusan administrasi sampai operasional dan merangkai bunga.
Sempat diolok-olok Irma sama sekali tidak pernah membayangkan akan mendalami ilmu merangkai bunga. Bahkan para sahabatnya tidak percaya dan mengolok-oloknya ketika mengetahui bahwa ia ikut kursus merangkai bunga. "Pasalnya saya dulu sama sekali tidak tertarik merangkai bunga. Pokoknya tidak kebayang, deh," aku Irma.
Karena awalnya memang tidak paham, tentu saja ia merasa kesulitan belajar merangkai bunga. Menurut Irma, untuk membuat rangkaian bunga kecil saja, dibutuhkan waktu berjam-jam. Lama-kelamaan, entah kenapa, Irma malah jadi keasyikan. Pelajaran merangkai yang tadinya ia anggap sulit jadi terasa mudah dan menarik. Hanya dalam beberapa kali pertemuan di kelas kursus, ia pun sudah pandai berinovasi dan mengeksplorasi bunga-bunga yang dirangkainya. Tak heran jika sang bos akhirnya memercayakan pesanan-pesanan klien kepada Irma.
Ia mengatakan, saat merangkai bunga, mood-nya bangkit dan ia jadi tidak bosan. Pelan-pelan Irma merasa mampu menggali bakat terpendamnya lewat kegiatan ini. Selain itu, ia juga jadi makin percaya diri berkat pujian klien atas karyanya. "Mereka bilang, rangkaian yang saya buat berbeda, lebih cantik, serta bunganya lebih tahan lama," ujarnya bangga.
Akhirnya, banyak pelanggan yang meminta pesanannya dikerjakan Irma. Seiring waktu berjalan, Irma yang menikah dengan Hasnural Zaldi Madjid, seorang karyawan di perusahaan asuransi, mulai kebingungan mengatur waktu. Di satu sisi, ia harus bekerja full time. Di sisi lain, ada suami dan anak yang harus diberi perhatikan.
"Waktu itu saya menghadapi sebuah dilema. Saya cinta pekerjaan ini, tapi sebagai florist, saya harus siap setiap saat. Pada hari libur pun saya masih harus stand by karena pesanan justru paling banyak di hari libur," Irma menjelaskan.
Karena makin lama jadwalnya makin padat, Irma diminta suami mengundurkan diri agar tetap bisa memberi perhatian penuh pada sang buah hati di rumah. Pada 2006, ia pun berhenti. Untungnya, sang suami sangat memahami kecintaan Irma pada bidang ini dan menawarkan untuk membuka usaha sendiri saja di rumah. Dengan demikian, keluarga tetap bisa diperhatikan.
Berbekal dukungan keluarga dan uang tabungan sebesar Rp 25 juta, Irma akhirnya memberanikan diri mewujudkan rencana berwirausaha. Beberapa bulan kemudian, usahanya yang diberi nama Azira Florist pun resmi berdiri. Uang tabungan yang ia kumpulkan bersama suami digunakan untuk membeli peralatan dan menyewa sebuah rumah di dekat Pasar Rawabelong, Jakarta Barat. Maklum, Pasar Rawabelong dikenal sebagai pusat penjualan berbagai macam bunga.
Melayani kapan saja Sebagai langkah awal, ia melakukan perkenalan kepada klien-klien lamanya dan juga teman-temannya lewat SMS. Ia menginformasikan bahwa saat ini ia sudah memilki usaha florist sendiri. Tentu saja para klien yang sudah jatuh cinta dengan rangkaian bunga Irma langsung merespons. Bahkan keesokan harinya, Irma sudah mulai menerima pesanan. "Memang begitu kalau bekerja di dunia florist. Para pelanggannya justru lebih mengenal dan mengingat si perangkai bunga, bukan tokonya," ujar ibu dua anak ini.
Irma juga berpromosi lewat internet. Ia membuat blog khusus untuk kreasi rangkaian bunganya. Menurut Irma, blog merupakan wadah pemasaran dan promosi yang murah meriah. Di blog ini terdapat foto-foto berbagai rangkaian bunga karyanya. Jika tertarik, klien bisa mengunjungi blog tersebut dan memesan sesuai contoh. Kendati demikian, klien tetap bisa memesan rangkaian dengan bentuk yang lain. Karena berjualan secara online, Irma jadi tidak perlu membuka kios florist. Ia cukup bekerja di rumah. Pesanan diterimanya melalui telepon, email, dan faks.
Dalam menjalankan bisnis ini, ada dua hal yang paling menjadi perhatiannya, yaitu pelayanan dan jasa. Bagi Irma, di sinilah letak kekurangan jasa florist selama ini. "Bisnis florist adalah bisnis yang tidak mengenal waktu karena menjual momen dan perasaan yang muncul ketika itu. Sebuah momen kan tidak bisa ditunda," ujar Irma.
Hal tersebut memicunya menciptakan konsep baru, yaitu order dan pengantaran 24 jam. Karena sudah berani menghadirkan konsep 24 jam, Irma harus komit dengan keputusannya. Ia harus mencari kurir yang siap sedia 24 jam. Pada jam satu dini hari pun bunga tetap harus bisa diantar jika memang itu yang diminta klien.-
Tidak hanya kurir yang siap sedia 24 jam, Irma pun demikian sebagai sang perangkai bunga. Ia akan mengerjakan pesanan jam berapa pun. Hal ini sering terjadi jika ada permintaan rangkaian bunga untuk menyatakan dukacita. "Itu sebabnya telepon saya juga selalu aktif," kata Irma.
Karena melayani 24 jam, tentunya Irma harus siap dengan segala bentuk kondisi dan situasi, termasuk cuaca. Irma juga merasa beruntung memiliki armada-armada operasional yang siap mengangkut rangkaian bunganya kapan saja, terutama di musim hujan. Selain mempunyai mobil operasional, Irma memiliki kurir motor untuk mengantar pesanan mendadak. Ia juga bekerja sama dengan beberapa tukang ojek di Pasar Rawabelong. Setelah Irma memesan dari supplier di pasar melalui telepon, tukang ojek langganan akan mengantar pesanan bunga tersebut ke rumah Irma.
Selalu berinovasi Irma juga melakukan banyak inovasi. Misalnya pada perayaan Hari Valentine, ia melengkapi rangkaiannya dengan menambahkan sekotak cokelat atau kue. Ia rajin membuka arsip-arsip pesanan. "Jika tahun lalu klien pernah pesan bunga ulang tahun, saya akan mengingatkan, apakah mereka mau pesan lagi tahun ini," ujarnya.
Untuk rangkaian bunga meja, Irma mematok harga Rp 350 ribu – 500 ribu, termasuk ongkos kirim. Untuk dekorasi ruangan, harga yang ditawarkan mulai dari Rp 5 juta, sementara bunga papan dihargai mulai dari Rp 500 ribu. Semua bunga adalah bunga segar yang langsung Irma beli begitu order diterima. Irma sangat bersyukur karena saat ini sudah ada berbagai perusahaan besar yang menjadi kliennya. Ia rutin mendapat order rangkaian bunga untuk perkantoran, hotel, acara-acara pernikahan, dan yang lainnya.
Saat ini ia mempunyai tujuh karyawan yang bekerja sebagai administrasi, asisten, dan kurir. Dalam sebulan, omzetnya bisa mencapai Rp 100 juta! Bisnisnya ini sudah bisa memberi Irma tiga rumah dan tiga mobil. "Padahal dulu sebagai sekretaris gaji saya hanya Rp 2 juta per bulan," kenang Irma.
Ia mengatakan, salah satu rahasia keberhasilannya adalah memiliki kesabaran, terutama soal pembayaran. "Biasanya, pembayaran baru diterima seminggu atau setelah bunga diantar. Saya harus siap punya piutang. Kepuasan klien yang utama," ujarnya menutup pembicaraan. (Ira Nursita/Fransiska Rismartanti)
Sent from Indosat BlackBerry powered by
Sumber: Majalah Sekar