KOMPAS.com - Paul McCartney, awak The Beatles, pernah menyantap gado-gado. Dan Sade, penyanyi Inggris, menikmati sambal terung dengan teri kacang. Mereka menyantap masakan Indonesia di sebuah resto Indonesia di London.
Jika Anda ke London, meluncurlah ke Nusa Dua Restaurant di kawasan Soho, tepatnya di pojokan Dean Street. Pengunjung rutinnya warga kulit putih. Beberapa pesohor yang pernah beberapa kali bersantap di sini adalah Paul McCartney dan Sade.
Masih ada deretan pesohor lain yang pernah melahap kuliner Tanah Air. Usya Soeharjono (47), pengelola Nusa Dua Restaurant, mencatat, antara lain penyanyi Jason Donovan pernah menyikat ayam bawang putih, Will Young melahap iga kambing panggang pakai kecap. Ada pula juri "American Idol", Simon Cowell, sampai penyanyi Inggris, Boy George, yang pernah mencicipi rasa Indonesia.
Rumah makan itu menyediakan berbagai masakan Indonesia mulai dari rendang, sate ayam, balado udang, semur ayam, nasi goreng, ikan bakar, gado-gado, dan masih banyak lagi. Dalam buku menu, semua masakan itu ditulis dalam nama asli berbahasa Indonesia dengan deskripsi berbahasa Inggris.
Begitulah, lewat rumah makan Indonesia di luar negeri, warga dari berbagai belahan dunia mengenal kuliner Indonesia. Rakyat bergerak sendiri menjadi agen-agen promosi beragam masakan tradisional Indonesia, baik di dalam maupun di luar negeri.
William Wongso, pakar masakan tradisional Indonesia, memberi catatan. "Dalam pengamatan dan pengalaman saya, bukan soal masakan mana yang cocok untuk disajikan di lidah orang asing. Namun, bagaimana kejelian kita untuk menarik perhatian minat mereka untuk mencicipi masakan khas, yang sudah dengan jeli pula kita pilih untuk diperkenalkan secara internasional," ucap William.
Soal kejelian dalam berpromosi ini, kerap kali rakyat dan kalangan pebisnis boleh dibilang memang jauh lebih tangkas.
Pendiri Nusa Dua adalah suami-istri perantau asal Indonesia, Firdaus Ahmad (52) dan Usya Soeharjono (47), yang telah tinggal di London lebih dari 20 tahun. Sejak tahun 1995 Nusa Dua berdiri, mereka konsisten menyajikan masakan tradisional secara otentik. Bahkan, rasa pedas pun tidak dikompromikan. Usya mengatakan, London yang merupakan kota lintas kultural amat strategis untuk mempromosikan masakan Indonesia.
"Promosi masakan kita masih kalah agresif dibandingkan dengan Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Kalau ada investor Indonesia yang ingin kerja sama memperbanyak Nusa Dua di London, kami siap," ujar Usya mantap.
Agen promosi Agen promosi yang juga terbilang strategis dalam memperkenalkan kuliner Indonesia adalah maskapai penerbangan. Dalam hal ini, Garuda Indonesia amat serius mewujudkannya. Sejak tahun 2009, unsur keindonesiaan dieksplorasi untuk menjadi bagian dari pelayanan. Semua penumpang diajak untuk mengalami keindonesiaan. Mulai dari musik Indonesia untuk di kabin pesawat hingga sajian masakan. Penyajian makanan ala rijsttafel pun dapat dinikmati penumpang di kelas bisnis. Nyatanya, masakan Indonesia selalu laris manis dipilih penumpang mancanegara.
Masakan yang tersaji di udara itu dimasak oleh anak perusahaan Garuda sendiri, Aerofood ACS, jasa katering yang melayani maskapai dalam dan luar negeri. Dapur Aerofood ACS di Jakarta saja beroperasi 24 jam. Semua masakan dimasak dengan standar keamanan pangan yang amat ketat. Di area masak, misalnya, tidak boleh ada satu benda berbahan gelas pun yang mudah pecah karena khawatir pecahannya bisa masuk ke masakan. Garuda dan Aerofood ACS juga rutin menggelar food testing demi menjaga otentisitas cita rasa.
"Sayangnya, kita kerap sulit menjamin konsistensi kualitas suplai bahan baku. Bahkan, untuk memperoleh ikan kualitas terbaik dari Indonesia saja sulit. Pemasok memprioritaskan pesanan dari luar negeri ketimbang dalam negeri," kata Operation and Marketing Director Aerofood ACS, Bendady Pramono.
Selain maskapai, pelajar atau mahasiswa Indonesia di luar negeri pun kerap menjadi agen promosi kuliner Indonesia meski secara amatiran. Dalam suatu pameran kebudayaan internasional di Ghent University, Belgia, tahun 2010 misalnya, Okky Amalia (30) dan teman-temannya asal Indonesia memperkenalkan makanan Indonesia yang sederhana, bakwan. Nama "bala-bala", yang merupakan sebutan dalam bahasa Sunda untuk bakwan, digunakan mereka untuk menjual bakwan tersebut. Tak disangka, bakwan seharga 1 euro untuk tiga buah itu laris manis diserbu pengunjung. Antrean di tenda bakwan ini mengular panjang. "Laris, 500 bala-bala habis. Bahan sayurannya kami pakai bahan salad yang sudah diiris-iris, ditambah jagung manis," cerita Okky.
Percaya diri Di dalam negeri, saat ini kian tumbuh restoran, termasuk resto fine dining, yang konsisten menyajikan masakan Indonesia dengan pangsa pasar ekspatriat. Hotel-hotel berbintang pun kian percaya diri menyajikan masakan Indonesia secara serius.
Siapa yang tak kenal legenda kelezatan sop buntut dari Hotel Borobudur? Sop buntut yang telah hadir di Hotel Borobudur sejak 1973 ini salah satu penggemarnya adalah mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra. "Setiap datang ke Indonesia, Thaksin pasti datang ke sini untuk makan sop buntut sekalipun dia tidak menginap di sini," kata Direktur Komunikasi Hotel Borobudur Fika Kansil.
Awalnya, sop buntut Hotel Borobudur sebenarnya merupakan menu yang berasal dari sebuah warung di sekitar Lapangan Banteng. Melihat warung ini selalu dipenuhi pembeli, pihak hotel pun mengajak kerja sama dengan si penjual sop buntut. Penikmatnya pun kian meluas, termasuk dari para duta besar dan diplomat asing yang datang ke Jakarta dan kerap menginap di Hotel Borobudur. Hotel Borobudur saban bulan memerlukan 12 ton buntut sapi. Berdasarkan masukan dari konsultan wine, sop buntut ini juga cocok dinikmati dengan sparkling wine.
Restoran ala fine dining yang menyajikan masakan Indonesia juga dapat ditemui di Harum Manis, yang berdiri sejak tahun 2008. Pelanggannya 80 persen adalah kalangan ekspatriat yang tinggal di Jakarta, khususnya orang Jepang. Di sini kita bisa menemui berbagai masakan tradisional, khususnya Jawa, dalam suasana Jawa ningrat.
"Biasanya kalau orang Jepang datang, mereka bawa petunjuk tentang makanan Indonesia yang terkenal. Yang banyak diminta biasanya nasi goreng, mi goreng, sate, udang bakar, dendeng, gado-gado," kata Julia, dari bagian kehumasan Harum Manis khusus pelanggan Jepang.
Sama seperti Nusa Dua di London, Harum Manis enggan berkompromi dalam hal masakan yang sejatinya pedas. "Kami menyajikan menu dengan berbagai pilihan rasa. Jadi, kalau tidak suka yang pedas, bisa pilih banyak menu Indonesia lain yang tidak pedas," kata Dudy P Zarius dari bagian media dan promosi Cassis Group yang membawahi Harum Manis.
Percaya diri memang menjadi sikap awal yang penting. Mari menyantap masakan Indonesia!
(Yulia Sapthiani/Nur Hidayati)
Sent from Indosat BlackBerry powered by
Sumber: Kompas Cetak