TEMPO Interaktif, Jakarta - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) DR. dr. Sugiri Syarif mengatakan sulit menyadarkan para laki-laki untuk ber-KB. Tak heran jika jumlah laki-laki yang mengikuti program Keluarga Berencana masih rendah.
"Baru 1,5 persen dari kepesertaan KB. Ada banyak hambatan dan stigma," ujar Sugiri di sela-sela Media Briefing Akselerasi Program KB Kunci Pencapaian Taget MDG's 2015 dalam peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia, di Hotel Gran Melia, Senin, 26 September 2011. Menurutnya, ada persepsi yang salah dalam kampanye KB di masyarakat, seperti laki-laki memandang KB hanya urusan perempuan.
Sementara perempuan juga salah memandang metode vasektomi akan mempermudah pria untuk sembarangan "jajan". Selain itu, kata dia, ada stigma dan persepsi tidak enak menggunakan alat kontrasepsi seperti kondom. "Stigma seperti ini yang menyulitkan kampanye. Padahal, kondom ada banyak varian yang bisa lebih menyenangkan," ujar Sugiri.
Tak hanya itu, ketika kampanye kondom dilakukan, masih banyak terdapat penolakan dengan stigma pelegalan seks bebas. Sedangkan untuk kampanye vasektomi sulit karena metode ini masih belum mendapat fatwa halal dari MUI. Di sisi lain, tekanan dan penolakan masyarakat akan hal ini juga masih tinggi. Karenanya ketika penolakan tinggi, BKKBN dan lembaga mitra seperti DKT Indonesia akan menurunkan intensitas kampanyenya.
"Ya, bagaimana. Kami harus tarik ulur dulu memang," ujarnya. Saat ini BKKBN sedang menggodok temuan alat kontrasepsi baru, yakni dari sari daun Gandarusa yang memberi efek kontrasepsi. Harapannya bisa menembus sulitnya kampanye KB di kalangan laki-laki. Adapun Country Manager DKT Indonesia Todd Callahan mengatakan pro-kontra semacam ini tak hanya terjadi di Indonesia. Stigma seks bebas dari kampanye kondom tak benar. Menurutnya, di manapun ada nafsu, pasti seks bebas pun akan muncul dan tidak tergantung pada alat kontrasepsi.
Tetapi, dia menilai kondisi di Indonesia dibandingkan 15 tahun lalu sudah sangat berbeda. "Masyarakat makin lama makin terbuka. Kami menghormati yang tidak setuju," ujar Todd. Dia pun ikut menguraikan pemakai alat kontrasepsi di Indonesia sudah jauh meningkat. Hal ini dilihat dari penjualan kondom di pasar komersial pada 1996 hanya 20 juta per tahun. "Kini sudah banyak promosi di berbagai media, sudah mencapai 140 juta per tahun," ujarnya.
DIAN YULIASTUTI