Jakarta (ANTARA News) - Prevalensi cacingan berdasarkan data dari Departemen Parasitologi FKUI mulai 2002 hingga 2009 angkanya berbeda-beda di setiap daerah di Indonesia. Sumatera Barat di posisi pertama sementara Jakarta Utara tertinggi di DKI Jaya.
Angkanya mulai 1,1 hingga 85 dan jenis cacing yang paling banyak ditemukan adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura) dan cacing kremi (Oxyuris vermicularis).
"Yang banyak di kota-kota besar adalah cacing yang ditularkan melalui tanah dan tanahnya liat." kata Prof Saleha Sungkar, Kepala Departemen Parasitologi FKUI dalam seminar ilmiah bertajuk "Waspada infeksi Cacingan", di Kawasan Gatot Subroto, Jakarta.
Menurut dia, di Jakarta orang buang air besar di toilet, tapi dialirkan ke got, dan kalau musim kering air got itu sering digunakan untuk menyiram jalanan dan kalau banjir telur cacing itu akan menyebar.
Guna memastikan seseorang terkena kecacingan maka kita harus memeriksa faeces/kotorannya, dan barulah diberi obat.
"Jadi secara akademik, tidak boleh seseorang diberi obat sebelum diperiksa kotorannya," katanya.
Sementara itu Dr Indra, ahli pengendalian penyakit cacingan Dinas Kesehatan DKI Jaya, cacing terhadap anak sekolah dapat menyebabkan kekurangan kalori dan protein dan menyebabkan kekurangan gizi dan menyedot darah yang menyebabkan anemia. Sehingga menyebabkan sumber daya manusia kita menurun.
Guna menanggulangi dan mewaspadai kecacingan pihaknya mengaku melakukan pemeriksaan tinja secara periodik selama 6 bulan, dan memberikan penyuluhan untuk meminum obat cacing bila pemeriksaan positif,serta menJaga kebersihan lingkungan.
Berdasarkan data angka kecacingan yang dimiliki dinas kesehatan DKI, Jakarta Utara menempati urutan pertama sebesar 49 persen, Jakarta selatan 15,4 persen, Jakarta Barat 33.20 persen, dan Jakarta Timur 9,38. (ANT)
.png)
