TEMPOInteraktif, New York - Sebanyak 5 miliar orang di seluruh dunia yang berkomunikasi via telepon seluler (ponsel) tak perlu mengkhawatirkan risiko terkena kanker otak, demikian hasil penelitian terbaru di Denmark.
Satu dari penelitian terbesar dan terlama mengenai hubungan antara kanker otak dan ponsel mengungkapkan bahwa tidak ditemukan tumor otak pada orang yang menggunakan ponsel selama 17 tahun dibandingkan dengan orang-orang yang tidak menggunakan ponsel.
Meskipun tidak ada studi yang bisa menyingkirkan bahaya tersebut dengan kepastian yang mutlak, "Risikonya, jika ada (hubungan), sangat kecil sekali," ujar Dr Ezriel E. Kornel, Direktur Neuroscience Institute di Northern Westchester Hospital di Mount Kisco, New York.
Penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya belum menjawab dengan pasti pertanyaan apakah ponsel berbahaya atau tidak. Sementara beberapa studi menemukan tidak ada alasan untuk khawatir, yang lainnya menunjukkan adanya risiko kenaikan tumor ganas.
Berdasarkan pada bukti yang ada secara keseluruhan, Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada Mei lalu mengklasifikasikan ponsel sebagai sesuatu 'yang berpeluang menyebabkan kanker pada manusia". Dan menempatkan ponsel dalam kategori yang sama dengan pestisida dan knalpot kendaraan bermotor. Para ahli juga khawatir jika radio medan elektromagnetik yang dikirimkan oleh ponsel dari dekat telinga bisa memicu tumor.
Riset terbaru ini dilakukan oleh peneliti dari the Institute of Cancer Epidemiology di Copenhagen, yang merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya yang juga mengungkapkan tidak ada peningkatan risiko kanker pada para pengguna ponsel. Penelitian ini menganalisis data sekitar 360 ribu orang di Denmark yang menggunakan ponsel.
Hasilnya, tidak ada perbedaan untuk terjadinya tumor pada kedua kelompok secara keseluruhan atau pada mereka yang menggunakan ponsel selama 13 tahun atau lebih. Juga tidak ditemukan indikasi bahwa tumor bisa ditemukan di area otak yang terdekat dengan telinga–tempat ponsel biasanya diletakkan.
Namun ada peningkatan yang sangat kecil atas risiko dari glioma, sebuah tipe tumor otak ganas, pada otak pria yang kemudian menghilang setelah lima tahun. "Hal itu menunjukkan kemungkinan bahwa orang yang secara genetis mempunyai kecenderungan kena kanker berisiko lebih tinggi terkena kanker jika menggunakan ponsel.
Namun bertahun-tahun kemudian efek itu dihilangkan karena orang yang berpeluang terkena kanker memang sudah mempunyai kanker tersebut," kata Dr Michael Schulder, Wakil Ketua Neurosurgery di Cushing Neuroscience Institute di Hofstra North Shore-LIJ School of Medicine di Manhasset, New York.
Salah satu masalah dalam studi terbaru ini adalah para peneliti tidak bisa mengungkapkan seberapa lama atau sering orang menggunakan ponsel mereka, ungkap Dr Kornel. Penelitian ini menjawab pertanyaan banyak orang mengenai hubungan antara kanker otak dan ponsel. Namun, kata Dr Schuler, "Ketimbang meletakkan ponsel persis di telinga kita, sebaiknya gunakan earphones."
Saran lain adalah, "Jika Anda ingin menggunakan ponsel, usahakan sesingkat mungkin menggunakannya," ujar Dr Jay Brooks dari Ochsner Health System di Baton Rouge, Louisiana.
Ditambahkan Dr Schulder, risiko terbesar dari penggunaan ponsel bukanlah kanker otak, tetapi saat mengemudi kendaraan. "Jika Anda meneliti 10 juta orang selama 100 tahun mulai dari ber-sms ketika mengemudi, mengecek e-mail, memegang ponsel dengan tangan Anda berada di kepala Anda, dan mungkin untuk beberapa hal, berbicara di telepon, semua itu berisiko lebih besar ketimbang hasil riset mengenai hubungan antara kanker dengan ponsel," ujar dia.
HEALTH DAY | ARBA'IYAH SATRIANI