TEMPO Interaktif,- : Renske Heringa terlihat berhati-hati membentangkan sehelai kain batik gedog Tuban. Bermotif flora kembang berpadu sulur, batik berwarna merah menyala itu memukau perhatian peserta undangan diskusi Tradisi Pembatikan Kampung Kerek, Tuban, di Museum Tekstil Jakarta.
Perempuan setengah baya itu adalah peneliti independen dan pensiunan dari Universitas Leiden, Belanda. Ia meneliti batik di Indonesia sejak 1970. Bahkan untuk batik gedog Tuban, Heringa boleh disebut pemberi inspirasi yang membangkitkan kembali semangat batik Tuban hingga naik kelas ke pentas dunia.
Batik Tuban tercatat sebagai salah satu batik pesisiran yang mempunyai warna beragam. Menurut Heringa, batik Tuban mirip batik Cirebon. Kemiripan ini terlihat pada pencelupan warna merah dan biru.
Batik gedog sebenarnya hampir punah. Sebab, orang sudah tidak suka lagi memintal benang. Warga Desa Kampung Kedungrejo, Kerek, Kabupaten Tuban, tempat batik itu berasal, sudah tak membatik lagi. Kalaupun ada, hanya untuk mengisi waktu luang atau pekerjaan sampingan. "Pembuatannya memang rumit. Bukan sekadar membatik dengan lilin atau malam, tapi juga ada pemintalan atau menenun," ujar Heringa.
Uswatun Hasanah termasuk penerus batik gedog yang bertahan. Pemilik label batik tulis tenun gedog Tuban Sekar Ayu ini adalah penerus batik gedog generasi ketiga. "Saya bertahan karena mendapat inspirasi dan motivasi dari Heringa," katanya.
Menurut Uswatun, perempuan Belanda yang belajar ilmu antropologi dan budaya Jawa di Universitas Amsterdam dan Leiden itu mengajarkan filosofi mendalam. "Bukan sekadar pemaparan motif batik gedog yang membuat saya terpanggil untuk konsisten dan bertanggung jawab meneruskan pekerjaan ini," kata Uswatun.
Hasilnya? Sungguh menggembirakan, batik gedog dianggap unik. Batik ini dicari dan dianggap sesuai dengan selera masyarakat kelas menengah atas, termasuk turis mancanegara. Para pembatiknya kini sadar akan potensi batik di daerahnya itu.
Pameran batik gedog Tuban di beberapa kota dan mancanegara juga terlihat mempesona. Uswatun bahkan sering diminta mengajari pewarnaan batik gedog Tuban yang indah dan alami kepada beberapa perajin dari daerah lain.
Menurut Uswatun kegiatan membatik ini dibuat dalam tiga variasi, yakni kain tenun atau ukuran baku kain sepanjang 2 meter, kain 3 meter, dan ukuran khusus yang lebih kecil untuk selendang, syal, atau taplak. Selain panjang kain yang beragam, batik ini memiliki perbedaan kerapatan kain. Struktur tenunan yang merangkai kain akan menentukan bentuk perlakuan yang akan diterima kain selanjutnya.
Seperti kain seser, yang mempunyai kerapatan rendah dengan jalinan benang penyusun. Kain ini memiliki kerapatan rendah, sehingga terdapat celah antarbenang yang berbentuk kotak-kotak. "Kondisi ini mengakibatkan kain seser agak sulit diberi motif batik. Namun kain ini memiliki daya pikat dan kini mulai dikembangkan para perajin," ujarnya.
Menurut Heringa, batik gedog Tuban merupakan salah satu khazanah batik Nusantara. Kendati tidak setenar batik Solo, Yogyakarta, dan Pekalongan, batik ini memiliki makna, baik secara filosofis maupun kekuatan ekonomis. Motif dan pembuatannya yang unik merupakan ciri khas batik gedog Tuban. "Pemakaian benang yang kasar itu pesonanya," katanya. Jadi, janganlah memandang rendah kekasaran, karena di dalamnya ada kehalusan dan seni yang tinggi. Itulah batik Gedog Tuban.
| HADRIANI P.