Semarang (ANTARA News) - Ketua I Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI), Subardan Rohmat menilai, keterbatasan tenaga kesehatan lingkungan (sanitarian) salah satu penyebab mewabahnya hepatitis A.
"Penularan penyakit hepatitis erat kaitannya dengan sistem sanitasi dan lingkungan," katanya, di Semarang, Minggu, menanggapi hepatitis A yang sempat mewabah di Universitas Parahyangan Bandung dan sekolah di Depok.
Hal itu diungkapkannya usai seminar bertema "Peran Sanitarian Sekarang dan Masa Depan", sebagai rangkaian Musyawarah Daerah (Musda) HAKLI Jawa Tengah yang berlangsung di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) HAKLI Semarang.
Subardan menjelaskan, tenaga sanitarian memang menyebar di berbagai bidang profesi, seperti di rumah makan, perhotelan, rumah sakit, pariwisata, hingga perusahaan pertambangan untuk menangani aspek kesehatan lingkungan.
"Tenaga sanitasi ini terbagi atas berbagai jenjang pendidikan, mulai lulusan setingkat sekolah menengah atas (SMA) sampai doktor. Bidang pekerjaannya melakukan pengawasan agar sanitasi berfungsi secara baik," katanya.
Bahkan, kata dia, pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) wajib memiliki sanitarian minimal satu orang per unit, dan tentunya lebih untuk pusat layanan kesehatan berskala lebih besar, seperti rumah sakit.
Menurut dia, fungsi sanitarian di puskesmas itu melakukan pengawasan sanitasi di lingkup wilayah itu, termasuk tempat dan fasilitas umum, seperti sekolah, warung dan rumah makan, hingga tempat-tempat ibadah.
Akan tetapi, Subardan mengakui bahwa kondisi puskesmas di masing-masing wilayah tidak sama dan pemenuhan persyaratan kepemilikan sanitarian belum tentu terpenuhi, terutama puskesmas-puskesmas yang ada di luar Jawa.
"Kalau untuk wilayah Jawa, pemenuhan syarat minimal satu sanitarian untuk setiap puskesmas terpenuhi. Namun, tidak demikian kondisinya dengan puskesmas-puskesmas yang ada di wilayah luar Jawa," katanya.
Ia menyebutkan, pemenuhan syarat pemilikan sanitarian di puskesmas baru terpenuhi sekitar 40 persen, atau diibaratkan dari 10 puskesmas baru empat puskesmas yang sudah memiliki minimal satu sanitarian.
Meski pemenuhan syarat pemilikan sanitarian puskesmas terpenuhi, ia mengatakan, belum tentu persoalan kesehatan yang terkait sanitasi seperti penyebaran hepatitis selesai, jika peran sanitarian tidak berjalan baik.
"Sanitarian puskesmas ini berkewajiban mengawasi kondisi sanitasi dan lingkungan kesehatan wilayahnya, jika menemukan masalah bisa melaporkan ke pejabat berwenang sesuai institusinya, misalnya sekolah," kata Subardan.
Senada dengan itu, mantan Ketua HAKLI Jateng, Indro Darmaji mengakui keterbatasan sanitarian memang menyebabkan tugas yang diembannya berjalan dengan baik, sebab satu sanitarian puskesmas membawahi wilayah luas.
"Bayangkan, satu sanitarian puskesmas bertugas mengawasi kesehatan lingkungan satu wilayah kecamatan. Selama ini, biasanya sanitarian hanya mengawasi tingkat sekolah dasar (SD), jenjang di atasnya belum," katanya.
(U.KR-ZLS/E001)