Liputan6.com, Jerman: Berbagi memang sifat mulia, namun bagaimana bila yang dibagi adalah organ hati. Terlebih bila yang membutuhkan transplantasi hati adalah kerabat sendiri. Tentu ini sebuah dilema yang tak mudah dipecahkan. Meski demikian, tak ada salahnya mengetahui dampak dari donor hati.
Menurut survei yang dilakukan Rumah Sakit Universitas Essen, Jerman, hampir setengah dari 83 pendonor hati melaporkan keluhan, mulai dari kesehatan percernaan hingga depresi. Hal ini terjadi setahun setelah operasi dilakukan. Meski mereka merasakan berbagai dampak pascabedah, hampir semua peserta relawan bersedia melakukan hal yang sama.
Dari 83 pendonor yang disurvei, 31 persen dari pendonor mengeluh sakit diare atau intoleransi terhadap makanan berlemak, sekitar 10 persen mengeluh refluks lambung dan sebagian kecil donor merasakan ketidaknyamanan di tempat sayatan atau di tulang rusuk mereka.
Tiga pendonor lainnya melaporkan terserang depresi berat. Dua dari mereka membutuhkan rawat inap dan satu pasien memiliki jenis penyakit kulit (psoriasis).
Jean Emond, Direktur Pusat Transplantasi Rumah Sakit, Universitas Columbia, New York, mengatakan, hal ini beralasan dan perlu pengawasan bagi pendonornya. "Saya pikir, intinya adalah pengawasan dan harus ada alasan. Kita perlu menjaga para pendonor ini," ujarnya kepada DailyMail.com.
Hal senada dikemukakan peneliti Georgios Sotiropoulos, ada risiko beberapa keluhan jangka panjang, yang bisa membuat pendonor bergantung dari tindak lanjut medis di pusat transplantasi hati.
Rata-rata usia pendonor yang ikut dalam penelitian di Jerman tersebut berumur 36 tahun. Mereka berbagi organ hati ini dilakukan sejak enam tahun lalu.(ULF)