KOMPAS.com - Membual konotasinya sama dengan berbohong, hanya sifatnya berlebihan. Berbohong dan membual sama-sama mengungkapkan sesuatu yang tidak nyata. Hanya saya saat membual banyak bumbu yang diberikan sehingga terkesan bombastis. Biasanya, membual dilakukan dengan sadar dan sengaja.
Anak membual karena berbagai hal. Mulai mencontoh atau belajar dari lingkungan terdekatnya. Atau membual untuk menarik perhatian temannya, juga ingin dianggap hebat dalam lingkungan pertemanannya. Agar dianggap hebat, keren, dan sebagainya, sekaligus menutupi kekurangan dirinya karena tidak ada kelebihan menonjol di bidang akademis atau bidang lainnya, membual menjadi salah satu cara paling efektif yang kemudian dipilih anak.
Pingkan CB Rumondor M.Psi, pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Bina Nusantara, Jakarta, mengatakan membual tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui proses. Bisa saja dimulainya di awal-awal ketika anak sudah bisa bicara lancar, sudah berkembang pemahamannya, ditambah lagi dengan kemampuannya meniru dan mencontoh. Untuk mengatasi perilaku membual pada anak, berikut tujuh caranya:
1. Jangan memojokkan perilaku anak dengan mengatakan, "Kamu berbohong, ya? Kenapa sih kamu berbohong?" Jika disikapi seperti ini, anak akan berusaha membela dan mempertahankan diri. Ini membuat anak semakin tidak ingin mengatakan hal yang sebenarnya, karena ia takut dimarahi.
2. Tidak memberikan respons positif atau membiarkan apa yang dikatakan atau diceritakan, karena anak akan menganggap wajar perilaku seperti itu. Ia tidak akan tahu mana yang baik dan tidak, bahkan ada kecenderungan anak akan mengulangi kembali perilaku membualnya.
3. Ajak anak bicara baik-baik. Orangtua perlu memberi tahu sikap dan perilaku yang seharusnya. "Kak, Mama dengar kamu cerita nonton konser Justin Bieber pada temanmu. Padahal Mama kan tidak membelikanmu tiket. Kenapa harus bicara seperti itu sama temanmu? Lain kali, kalau bicara harus yang sebenarnya, ya. Jangan diulangi lagi, lo." Jadi, pilihlah kata-kata yang juga tidak bersifat tuduhan langsung atau memojokkan.
4. Cari latar belakang perilaku membual tersebut. Sebetulnya dari obrolan dengan anak, orangtua bisa menggali penyebab anak membual, apakah karena mencontoh, anak merasa rendah diri sehingga ingin dianggap hebat, atau ada sebab lain. Bila karena mencontoh, orangtua perlu melakukan instrospeksi diri. Beri tahukan sikap mana yang benar dan tidak. Bila ia ingin mendapatkan perhatian, beri tahukan cara-cara yang bisa dia lakukan dengan baik untuk mendapatkan perhatian dari lingkungannya. Bila karena rasa rendah dirinya, bantu anak meningkatkan self esteem-nya dengan menggali atau menonjolkan kelebihan yang dimilikinya.
5. Buat kesepakatan bersama, beri anak konsekuensi bila berperilaku membual. Caranya dengan mengambil apa yang sangat disukainya, semisal tidak diberi uang jajan, tidak boleh main games di akhir pekan, dan sebagainya. Jadi anak belajar, dengan berperilaku tak baik ia akan mendapatkan sesuatu yang tak menyenangkan.
6. Beri contoh-contoh pemahaman atas perilaku tersebut. Bisa lewat cerita tentang dampak negatif yang diterima bila seseorang membual. "Kak, kalau kamu sering mengatakan tentang sesuatu secara berlebihan dan tidak sebenarnya, ketika temanmu mengetahuinya, mereka jadi tak percaya lagi. Nanti mereka tak mau main dan berteman lagi, bagaimana? Sedih, kan? Diaharapkan dengan cara ini anak mau mengambil secara perlahan-lahan perilaku membualnya.
7. Bekerja sama dengan guru di sekolah untuk membantu memperbaiki perilaku anak yang suka membual. Ceritakan pada guru tentang perilaku yang diharapkan dari si anak. Guru bisa memperhatikan perilaku si anak dan membantu memperbaiki perilakunya itu di sekolah. (Tabloid Nakita/Dedeh Kurniasih)