Ilmuwan Amerika telah mengembangkan vaksin baru untuk melawan virus Ebola yang mematikan. Vaksin baru ini besar kemungkinannya tetap ampuh meskipun setelah disimpan selama bertahun-tahun.
Ebola merupakan salah satu virus yang paling mematikan. Virus ini menewaskan sembilan di antara 10 orang yang terinfeksi. Adanya kemungkinan Ebola digunakan sebagai senjata biologis telah memacu riset untuk membuat vaksin.
Beberapa vaksin percobaan telah dikembangkan dari virus Ebola sendiri. Tapi karena kekuatan virus itu menurun seiring dengan waktu, vaksin yang berasal dari virus-virus harus disimpan pada suhu yang sangat dingin dan biayanya bisa sangat mahal. Karena vaksin-vaksin itu menggunakan virus Ebola yang sebenarnya ada pula keprihatinan mengenai keamanannya.
Karena keprihatinan itu, para periset di Arizona mengupayakan cara yang berbeda. Idenya adalah menggerakkan sistim kekebalan tubuh agar meningkatkan pertahanan terhadap Ebola dengan membuat vaksin yang bahannya berasal dari permukaan virus itu. Ilmuwan Melissa Herbst Kralovetz dari Arizona University menjelaskan, "Kami mengambil protein-protein yang mencuat dan membentuk tonjolan-tonjolan pada virus itu. Kami menyebut protein itu gylcoproteins dan kami masukkan ke dalam antibodi."
Periset lainnya Charles Arntzen dari Arizona University mengatakan partikel protein antibodi itu melekat satu sama lain membentuk "kekebalan Ebola" seperti sebuah "gumpalan."
Untuk membuat bahan antibodi glycoprotein, ilmuwan menggunakan proses pembuatan yang tidak lazim. Mereka memulainya dari DNA yang mengandung instruksi-instruksi untuk membuat protein yang mencuat di permukaan virus Ebola, memasukkannya ke dalam bakteri dan kemudian mencelupkan tanaman tembakau ke cairan yang berisi bakteri itu. Arntzen mengatakan proses itu memprogram ulang sel-sel daun tembakau.
Melissa Herbst Kralovetz mengatakan vaksin eksperimen ini telah di uji pada tikus, yang terekspos virus Ebola yang hidup. Dikombinasikan dengan sebuah bahan yang sering ditambahkan untuk membuat vaksin-vaksin bekerja lebih baik, kata Melissa, empat dari lima tikus terlindungi dari virus Ebola.
Rekan Melissa, Charles Arntzen mengatakan vaksin itu bisa dikeringkan menjadi bubuk sehingga bisa tahan lama.
Langkah berikutnya sebelum mencobanya pada manusia adalah menguji vaksin itu pada monyet.
Riset tersebut dilaporkan online dalam "Proceeding of National Academy of Sciences.