Meracik Bumbu Mengolah Rasa, Bincang Singkat Vemale Bersama Sang Pakar Kuliner, William Wongso

KapanLagi.com: Woman
KapanLagi.com: Woman
Meracik Bumbu Mengolah Rasa, Bincang Singkat Vemale Bersama Sang Pakar Kuliner, William Wongso
Dec 13th 2011, 07:28

Pertemuan tim Vemale dengan tokoh kuliner satu ini diwarnai dengan diskusi mengenai masakan yang seolah tidak berujung. Berikut sekelumit percakapan pendek kami

KapanLagi.com - "Masak itu harus dengan cinta, hingga hasilnya pasti baik, meski makanannya simple tapi kalo membuatnya dengan hati itu pasti beda," begitu ucap pria kelahiran Malang tahun 1947 ini. Dikenal luas sebagai ahli kuliner yang menguasai seni masakan Eropa dan Asia, William muda awalnya bercita-cita menapaki karier di bidang film dan fotografi seperti ayahnya, Soewadi Wongso (Wong See Hwa), namun keahlian sang ayah dalam memasak menumbuhkan minatnya untuk mencintai dunia kuliner.

Kemahirannya dalam memasak tidak diperoleh melalui pendidikan formal melainkan dari berguru langsung dengan pemilik warung di pinggir jalan hingga penyaji makanan berkelas di restoran atau hotel berbintang. Ia sering melakukan kunjungan ke tempat asal masakan dan langsung berinteraksi dengan ahlinya. Melalui keahliannya, pemilik beberapa resto dan toko roti ini juga didaulat di beberapa asosiasi dan perusahaan untuk menjadi konsultan kuliner. Ia juga memiliki program khusus kuliner di beberapa stasiun televisi swasta.

Ada banyak cita rasa tradisi makanan Indonesia yang begitu banyak bisa digali. Kekayaan bahan – bahan bumbu yang berlimpah memang bagian dari keuntungan bangsa ini sebagai penghasil rempah, hal ini juga merangsang penemuan teknik yang khas dalam mengolah masakan, sehingga semakin memperkaya keunikan dunia kuliner Indonesia.

"Bumbu – bumbu dasar kita itu ada 3 macam, ada bumbu merah yang bahannya dari 50% cabe, sisanya ditambah bawang merah, bawang putih. Untuk bumbu putih ada kemiri, bawang merah dan bawang putih, sementara bumbu kuning adalah kombinasi bumbu putih yang dicampur dengan parutan kunyit," jelas William. Menurutnya bumbu – bumbu ini dasar yang bisa diolah menjadi ragam menu, ditambah beberapa rempah dan daun – daun yang juga memperlengkap rasa masakan.

"Semua bumbu masakan itu bisa mengangkat rasa, karena semua bumbu mengandung glutamat (umami), bagian penting dari MSG tapi alami," jelas William saat ditanya komentarnya soal bagaimana mengangkat rasa tanpa harus menggunakan penyedap buatan atau vetsin. William mengungkap bahwa dari jenis tumbuhan, misalnya jamur memiliki kadar glutamat yang tinggi, bahwa hanya dengan mengambil sarinya, jamur bisa menggantikan rasa dari kaldu daging, cocok bagi para vegetarian yang ingin mencari pengganti daging.

"Kalo di Indonesia ada daun salam, ada juga sejenis daun di Kalimantan yang digunakan sebagai bumbu penyedap. Di Eropa ada bayleaf, dan masih banyak beberapa daun lainnya yang digunakan sebagai penyedap rasa masakan," jelas William yang mengatakan selain bumbu dari rempah, beberapa daun juga memberikan kekhasan rasa makanan.

Kekayaan alam di Indonesia memungkinkan masyarakat negeri ini bisa lebih banyak berkreasi menggunakan banyak bahan. Menurutnya kuliner masing – masing negara memang memiliki tradisi khas yang berkembang menurut segala macam faktor ekonomi, geografi, juga sejarah yang membentuk tradisi kuliner sebuah bangsa.

"Contohnya makanan khas Langkat Bubur Pedah yang sedikit berbau Arab dan India. Bubur ini biasanya disajikan saat bulan puasa, dengan keunikan yang terletak pada lebih dari 172 jenis bahan masakan dalam menu ini. Dari beras, biji-bijian, dan daun – daunnya saja sudah puluhan macam. Begitu dimasak, ditambah lagi umbi – umbian juga sayur. Menu ini sangat pas jika dipadu dengan daging kambing," ungkap William yang menjelaskan keanekaragaman menu – menu tradisional hasil dari pengaruh beberapa faktor di atas.

Dalam kesempatan bincang kami, William juga menuturkan akan pentingnya kebiasaan masak di keluarga. Selain menjalin keakraban dengan saling membantu meracik masakan, yang paling penting para orang tua tahu apa yang diberikan kepada anak – anaknya.

"Saya prihatin dengan jajanan anak – anak sekolah sekarang, makanan yang tidak layak itu sebenernya yang bisa dikatakan junk food, kalo cuma mengandung fat saja paling cuma membuat gemuk, tapi kalo yang diserang otak, itu sangat merusak," tandas William yang cukup prihatin dengan banyaknya pedagang penjaja makanan di area sekolah, yang lebih banyak memburu untung ketimbang melihat efek kesehatan dari makanan yang dijual. Oleh sebab itu, menurut William penting bagi orang tua bisa membekali anaknya dengan makanan sehat, dan oleh karenanya para ibu dituntut harus bisa mengolah masakan yang tidak hanya lezat, tapi juga pastinya sehat bagi anak – anak mereka. (wo/ana/miw)

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.
If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions
Next Post Previous Post