KOMPAS.com - Bagi para lajang, bukan waktunya lagi mengejar Mr Right di 2012 ini. Jika melajang masih menjadi isu besar yang belum terpecahkan dalam hidup Anda, dan mendapatkan pasangan menjadi resolusi tahun baru, mulailah mengubah cara pandang Anda. Fokusnya bukan semata mencari Mr Right, tetapi lebih kepada menciptakan hubungan yang jauh lebih baik lagi dengan pasangan yang memiliki sosok "juara".
Joanne Warsito, pendiri dan CEO Matchactually-Asia, mengatakan mungkin saatnya Anda membuka diri untuk Mr Just Enough daripada tak hentinya mencari Mr Right. "Jangan terlalu risau, jodoh datang jika saatnya tiba. Jadi jika sampai sekarang masih belum datang juga itu tandanya bahwa masih banyak pengalaman yang harus kita lalu," jelas Joanne kepada Kompas Female melalui surat elektronik.
Ia menyarankan, jangan mencari jodoh karena "dikejar" waktu atau usia. Semakin dikejar waktu semakin berat beban yang harus Anda hadapi. "Lebih banyak mendengarkan musik yang riang dan menyenangkan, daripada musik sedih dan melankolis. Tampil lebih feminin dan lebih friendly. Sekarang saatnya untuk mencoba dan bereksperimen. Lebih sering bertemu orang baru dan memperbaiki penampilan agar lebih sensual supaya bisa menarik si kumbang untuk datang berkunjung dan berinteraksi," jelasnya.
Inikah sebab melajang? Joanne, dengan pengalamannya sebagai matchmaker, mengatakan ketidakpuasan si lajang dengan pasangannya menyebabkan putusnya hubungan. Ia pun berkesimpulan, "Para lajang modern sekarang amat kuat dengan ke'aku'annya. Mereka lebih individualistis dan mudah menyerah pada keadaan. Mereka memilih untuk mencari segala hal yang instan tanpa mau berupaya."
Menurutnya, dari 10-15 lajang yang ditemui setiap hari dalam sesi wawancara sebagai bagian dari peran matchmaker-nya, hampir 75 persen memilih melajang dengan memutuskan hubungan karena soal ketidakpuasan dan ke'aku'an ini. "Mereka terdiri dari orang yang memang lajang, pernah menikah, pernah bertunangan," kata Joanne mendeskripsikan profil kliennya.
Si lajang merasa tak puas selama menjalani hubungan karena pasangan kurang romantis, terlalu protektif, kurang penghargaan. Individualisme yang tinggi juga membuat banyak lajang yang tak mau berproses dan mengerahkan usahanya untuk menciptakan hubungan yang diinginkan. Padahal, kata Joanne, hubungan berpasangan menjadi sempurna saat Anda dan dia, merasa bertanggung jawab untuk bekerja bersama menciptakan hubungan yang lebih harmonis.
Sikap yang menonjolkan sisi "aku" inilah yang pada akhirnya membuat banyak lajang, pada 2011 lalu, lebih memilih untuk membina hubungan dengan orang yang sudah memiliki pasangan. Banyak juga para lajang yang memilah memilih namun tidak membuat keputusan apa pun. "Banyak para single yang melakukan window shopping but not buying," ungkap Joanne memberikan analogi.
Joanne berpendapat, tak ada salahnya jika si lajang memang tahu apa yang diinginkan dan mengharapkan lawan jenis yang membuat mereka bahagia. Namun, model percintaan dalam kehidupan modern dengan prinsip kemerdekaan dan individualisme seperti ini, akan banyak memakan emosi dan energi negatif. Sikap tak ingin berupaya menciptakan hubungan yang harmonis, pada akhirnya berujung pada hasil yang tak memuaskan, yakni kembali melajang.
Sosok "juara" Untuk para lajang, akhiri status itu dengan berpasangan pada tahun ini dengan memahami kebutuhan pria dan perempuan lajang berikut. Menurut Joanne, pada 2012 ini, para lajang memiliki kualifikasi yang semakin panjang dalam mencari pasangan hidup.
Perempuan, katanya, tak lagi mengejar sosok pria pencari nafkah atau pelindung. Perempuan mencari "sang juara", para pria yang memenuhi sejumlah kriterianya. Sementara bagi pria lajang, mereka mencari pendamping yang simpel, rendah hati, berkepribadian, dan cerdas. "Bagi para pria lajang, mencari powerful woman bukan lagi menjadi prioritas," tambahnya. Sementara bagi pria yang mencari calon istri, mereka lebih fokus pada kualitas personal sebagai prioritas utamanya.
Anda memiliki kriteria "juara" ini?