KOMPAS.com - Masyarakat Tionghoa bersiap menyambut Tahun Baru Imlek 2563 yang jatuh pada 23 Januari 2012, dan merayakannya selama dua minggu hingga Cap Go Meh tiba sebagai penutupnya. Merayakan Imlek dengan tetap menjalankan tradisi dan ritual juga dijalani dengan antusiasme tinggi di kalangan muda.
Salah satunya Bing Christopher (24), pria asal Surabaya yang bekerja sebagai guru privat di Jakarta. Bing mengungkapkan ia masih menjalani ritual dan tradisi Imlek meski bukan penganut Konghucu.
"Saya tetap pergi ke klenteng pada pagi hari untuk menghormati leluhur. Saya masih keturunan Konghucu, meski mulai generasi bapak kami menganut Katolik," jelas Bing yang ditemui Kompas Female di sela pertunjukan atraksi Barongsai di Laguna Atrium, Central Park, Jakarta, Kamis (19/1/2012) lalu.
Bing, yang begitu antusias menikmati pertunjukan Barongsai dari Thailand ini, mengaku tetap menjalankan sejumlah tradisi dengan caranya, lantaran ia terpisah dari keluarga besarnya yang tinggal di Surabaya. "Di Jakarta, saya merayakan Imlek dengan kakak dan teman-teman. Tradisinya mirip seperti di rumah," jelasnya. Ia mengatakan, tradisi membersihkan rumah dan menghentikan bersih-bersih rumah pada malam Imlek masih dijalankannya. "Saat Imlek tidak boleh bersih-bersih dan mencuci," katanya.
Ia pun tetap menyajikan hidangan wajib Imlek seperti jeruk, apel, atau pir. Juga tak ketinggalan aneka kue seperti kue lapis legit. "Pilih salah satu buah saja atau menyediakan lengkap juga boleh. Buah dan kue ini perlambang hidup akan semakin manis tahun ini," kata Bing, menjelaskan tradisi Imlek di keluarganya. Berbagai hidangan ini disajikan dan dinikmati untuk memeriahkan malam Tahun Baru Imlek. Sementara untuk kue keranjang, biasanya Bing dan keluarganya menyajikan saat Cap Go Meh, bukan saat Imlek.
Di hari pertama tahun baru China, Bing saling memberikan ucapan selamat kepada orang tua dan keluarga. Tradisi membagikan angpau juga tetap dijalankannya. "Biasanya mereka yang sudah bekerja atau berpenghasilan memberikan angpau kepada yang belum bekerja," ungkapnya. Lantaran merantau, Bing merayakan Imlek dengan kakak dan teman-temannya. "Biasanya malam tahun baru Imlek kami kumpul bersama teman di mal, makan-makan," jelasnya. Perayaan Imlek berlangsung keesokan harinya dengan pergi ke klenteng dan memberikan angpau kepada mereka yang membutuhkan. "Angpau bisa diberikan kepada keluarga, atau kalau saya, kadang memberikannya kepada orang yang membutuhkan," jelasnya.
Kepada Kompas Female, Wiwin Wirwidya Hendra (27), karyawan swasta, menceritakan pengalamannya merayakan Imlek. Seperti Bing, pada malam Imlek Wiwin menjalani tradisi dengan tidak menyapu atau membersihkan rumah dalam kondisi apapun. "Menyapu dianggap membuang rezeki," kata Wiwin, yang merayakan Imlek meskipun bukan penganut Konghucu seperti ayahnya.
Menyambut pergantian tahun, Wiwin selalu menikmati sajian khas seperti bandeng dan kue manis aneka warna. Kue keranjang tak tersedia pada perayaan Imlek namun biasanya tersedia saat Cap Go Meh nanti.
Satu hal yang ditunggu-tunggu saat merayakan Imlek, adalah turun hujan. "Hujan perlambang rezeki. Kalau tidak hujan, itu pertanda buruk. Selama ini belum pernah tidak hujan saat merayakan Imlek," kata Wiwin, yang meyakini turunnya hujan saat tahun baru China mendatangkan rezeki bagi dirinya, keluarga, dan tentunya semua orang yang merayakan Imlek. Semakin deras hujan, semakin berlimpah rezeki pada tahun baru Imlek. "Akan lebih bagus jika hujan besar terjadi di hari pertama dan kedua Imlek," tandasnya.
Bagaimana dengan Anda, seperti apa Anda melanjutkan kebiasaan, tradisi, ritual Imlek setiap tahunnya?