Makassar (ANTARA News) - Pasien penyakit non infeksi cenderung naik di Provinsi Sulawesi Selatan dibandingkan pasien penyakit infeksi.
"Secara umum penyakit-penyakit infeksi mulai menurun, penyakit non infeksi meningkat, contoh hipertensi dan diabetes," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulsel Rahmat Latief di Makassar, Jumat.
Menurutnya, peningkatan tersebut terjadi akibat perubahan gaya hidup masyarakat yang mulai serba enak sehingga mudah menjadi gemuk dan memicu penyakit diabetes, kanker dan penyakit non infeksi lainnya.
"Perubahan pola penyakit ini terjadi di semua negara maju, ini juga kita cegah dengan mengkampanyekan olah raga," ujarnya.
Sebelumnya, kata dia, Diare menjadi penyakit infeksi tertinggi di Sulsel diikuti Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA), Tifus dan Malaria. "Semua penyakit ini masih ada tapi tampaknya mulai bergeser," tambahnya.
Khusus penyakit Demam Berdarah, pihaknya telah melakukan langkah antisipasi dengan membunuh telur nyamuk dengan melakukan penyemprotan (fogging) jentik-jentik nyamuk bersama dinas kesehatan 24 kabupaten dan kota se-Sulsel pada musim kemarau dan nyamuk dewasa pada musim hujan.
"Semua kabupaten dan kota memiliki alat dan obat-nya termasuk bubuk abate. Saat paling efektif dan efisien dilakukan penyemprotan adalah pada telur nyamuk dibanding membunuh nyamuk dewasa," katanya.
Ia mengimbau, agar masyarakat tidak memelihara nyamuk misalnya menumpuk pakaian atau sampah, melakukan pencegahan agar tidak tergigit nyamuk dengan menggunakan kelambu saat tidur atau melakukan fogging dan segera ke puskesmas jika terkena demam apalagi terdapat bintik merah hingga mimisan.
Ia menambahkan, dua hal yang membuat demam berdarah mematikan adalah kehabisan cairan dan pendarahan pada tubuh.
Imbauan serupa juga ia sampaikan untuk penyakit flu burung.
Gejala penyakit menular yang juga dikenal dengan "Avian Influeza" ini tidak mudah dikenali sehingga masyarakat diminta segera memeriksakan diri ke laboratorium di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar atau laboratorium pemerintah provinsi dan kementerian kesehatan.
Sebanyak 422 puskesmas di Sulsel juga telah memiliki persediaan Tamiflu gratis sebagai langkah pencegahan.
"Lebih bagus diberikan dari awal dari pada terlambat," ujarnya yang menambahkan pengadaan Tamiflu dianggarkan oleh pemerintah pusat.
Ia menegaskan, bahwa di Sulsel tidak ada wilayah yang dinyatakan endemik flu burung. Pelaporan yang pernah dilakukan Kabupaten Sidrap, terkait dengan adanya daerah peternakan ayam.
Pihaknya berkomitmen terhadap peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat melalui program kesehatan gratis.
Pada 2008, program kesehatan gratis menanggung sesuai standar World Health Organization (WHO) 15 persen dari total populasi.
Kemudian meningkat menjadi 20 persen dari total populasi yang belum memiliki jaminan dengan pembagian anggaran 40 persen kabupaten dan kota dan 60 persen provinsi dengan tidak mengubah tarif.
Pada 2011-2012 tarif sudah menghitung 100 persen kepala, kurang lebih provinsi menyiapkan Rp186 miliar dan kabupaten Rp170 miliar lebih.
Indikator dampak kesehatan gratis adalah meningkatnya rata-rata Angka Harapan Hidup dari 68 tahun menjadi 70 tahun dan tingkat kunjungan masyarakat ke puskesmas dari sekitar 40 orang menjadi di atas 100 orang setiap puskesmas, jelasnya.
(KR-RY/K005)