Jakarta, Kompas - Para dokter diminta memasukkan status merokok pasien ke dalam rekam medis. Hal itu tertuang dalam deklarasi Gerakan Dokter Selamatkan Bangsa yang disusun para dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia pada Forum Diskusi Dokter di Jakarta, Sabtu (13/10).
"Harapannya, status merokok nantinya menjadi bagian dari standar rekam medis," kata ketua terpilih Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Zaenal Abidin. Hal itu dapat menjadi pintu masuk bagi dokter untuk bertanya kepada pasien dan mengedukasi masyarakat tentang bahaya merokok. Zaenal menjelaskan, cakupan luas edukasi pasien itu terutama dapat dilakukan dokter umum, yang jumlahnya sekitar 80 persen dari dokter praktik saat ini. "Tetapi, dokter spesialis pun tak lepas dari tanggung jawab mengedukasi pasien," ujarnya.
Pembicara lain, Bahtiar Husain, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Dokter Paru Indonesia sekaligus anggota Majelis Kode Etik Kedokteran IDI, menyatakan, pemasukan status merokok dalam rekam medis sudah dilakukan para dokter paru karena merokok termasuk faktor risiko utama penyakit paru. Hal senada diungkapkan dokter spesialis kedokteran jiwa dari RS Ketergantungan Obat, Adhi Nurhidayat.
Menurut Adhi, berbagai penelitian menunjukkan, rokok merupakan faktor risiko bersama untuk beragam penyakit lain, seperti gangguan jantung, diabetes, dan stroke, yang belakangan menjadi penyebab kematian utama. Oleh karena itu, sudah saatnya status merokok menjadi bagian dari format rekam medis.
Selain soal status merokok dalam rekam medis, dalam deklarasi Gerakan Dokter Selamatkan Indonesia, para dokter berkomitmen, antara lain, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa merokok menyebabkan adiksi dan menimbulkan bahaya kesehatan. Dokter juga akan memberikan teladan hidup sehat serta meneliti dan memublikasikan dampak buruk produk rokok.
Selain itu, para dokter akan melakukan advokasi di bidang peraturan dan perundang-undangan terkait pengendalian tembakau, antara lain mendesak DPR serta pemerintah segera mengaksesi Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) dan mendesak Presiden segera menandatangani Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. (INE)