Sisi Kelam Komitmen dalam Hubungan

Beranda - Kompas Female
http://4skripsi.blogspot.com/
Sisi Kelam Komitmen dalam Hubungan
Oct 9th 2012, 00:49

KOMPAS.com – Tidakkah Anda ketahui bahwa Oktober adalah Domestic Violence Awareness Month?  Bicara soal kasus kekerasan dalam sebuah hubungan romantis yang paling banyak bicarakan adalah kasus Rihanna dan Chris Brown beberapa waktu lalu.

Belakangan ini dunia hampir tak percaya ketika rumor Rihanna dan Chris Brown mungkin dekat lagi menjadi kabar yang menghebohkan. Bahkan Oprah Winfrey pun angkat bicara masalah ini.

Di sini kita tak akan membahas masalah percintaan dua seleb tersebut, melainkan lebih pada rujukan studi yang menjelaskan, mengapa korban kekerasan dalam sebuah hubungan sering kembali kepada pasangan mereka.

Mungkin akan lebih "menyenangkan" jika kita membahas hal yang manis-manis tentang cinta atau seks. Akan tetapi ada baiknya juga mempunyai pengetahuan serta kesadaran bahwa ada aspek yang "gelap" dari sebuah hubungan romantis. Kondisi ini terjadi ketika hubungan yang seharusnya membahagiakan berubah menjadi kekerasan.

Jelas, semua ingin agar korban kekerasan untuk segera membebaskan diri dari hubungan mereka. Anehnya, biar bagaimanpun korban sering bertahan dalam kondisi hubungan yang tak sehat. Bahkan ketika mereka sudah berhasil keluar, tak berapa lama kembali lagi ke dalam hubungan yang penuh kekerasan. Dan tentu saja itu akan menjadi pertanyaan bagi semua orang, kok bisa begitu?

Sebuah hubungan dapat bertahan karena adanya komitmen. Nah, komitmen dapat menjadi kunci dalam pengambilan keputusan dalam sebuah hubungan.

Menurut teori Investment Model, seseorang yang berkomitmen pada hubungannya akan melakukan dua hal: pertama investasi terhadap hubungan mereka dengan cara mencurahkan waktu, energi dan usaha pada pasangan mereka. Kedua mereka akan menghilangkan alternatif pilihan (mereka berpikir bahwa hanya pasangannya yang terbaik baginya)

Lalu komitmen terhadap hubungan sendiri merupakan fungsi dari tiga faktor: kepuasan Anda kepada hubungan, alternatif yang Anda miliki, dan investasi yang terkait dengan hubungan.

Biasanya, kita berpikir tentang komitmen sebagai hal yang baik dalam hubungan: pasangan yang berkomitmen tidak akan selingkuh, menggunakan cara-cara yang lebih konstruktif untuk menangani konflik dalam hubungan mereka. Bersedia untuk melakukan hal-hal untuk membantu pasangan mereka, dan mempunyai kemungkinan kecil untuk putus atau berpisah.

Sayangnya, sama seperti hubungan romantis, komitmen pun memiliki sisi gelap. Nah, komitmen ini juga terbangun pada hubungan yang diwarnai kekerasan fisik disertai atau kekerasan psikologis. Perempuan yang merasa berkomitmen untuk hubungan mereka tetap tinggal bahkan ketika itu membahayakan jiwanya.

Sebuah studi klasik oleh Caryl Rusbult dan John Martz,  yang diterbitkan Personality and Social Psychology Bulletin. Studi ini mempelajari 100 korban kekerasan yang  meminta perlindung di rumah untuk perempuan korban kekerasan.

Rusbult dan Martz menggunakan niat perempuan untuk berpisah setelah meninggalkan tempat penampungan mereka sebagai ukuran dari komitmen terhadap hubungan. Demikian juga, pendidikan dan pendapatan, status pekerjaan, dan ketersediaan transportasi yang digunakan untuk menilai alternatif. Sedangkan jumlah anak, status perkawinan, dan lamanya hubungan menunjukkan tingkat investasi dalam hubungan.

Setelah keluar dari penampungan, perempuan tersebut dilacak keberadaannya pada tahun berikutnya. Hasilnya, kira-kira sepertiga dari perempuan tidak kembali ke hubungan yang penuh kekerasan. Sepertiganya, langsung kembali setelah meninggalkan penampungan, dan sepertiga lagi akhirnya pun kembali pada pasangan mereka yang melakukan kekerasan.

Penelitian ini mengungkap bahwa perempuan dengan alternatif yang rendah dan investasi yang tinggi memiliki komitmen hubungan tertinggi dan perempuan tersebut yang paling mungkin untuk kembali lagi pada pasangannya.

Salah satu temuan penting dalam penelitian ini adalah bahwa alternatif itu merupakan faktor yang sangat penting dalam memahami mengapa perempuan kembali ke hubungan kekerasan. Dari penelitian terlihat perempuan yang menemukan cara menjadi mandiri dan tak tergantung adalah yang paling mungkin untuk terlepas dari pasangan mereka yang melakukan kekerasan.  Sedangkan mereka yang tidak memiliki alternatif cenderung untuk kembali ke hubungan yang penuh kekerasan.

Sumber: science of relationship

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions
Next Post Previous Post