KOMPAS.com - Menemukan soulmate atau Mr Right menjadi harapan banyak perempuan. Tak sedikit perempuan yang menganggap dengan menemukan soulmate, hubungan cintanya bahkan pernikahan akan lebih langgeng dan jauh lebih bahagia.
Studi sosial pada 2010, diadakan Marist College di Poughkeepsie, New York menyebutkan banyak pasangan menikah yang mengaku mereka adalah soulmate. Masih menurut riset yang sama, pasangan "soulmate" memiliki risiko perceraian yang lebih besar.
Relatonship Coach Ronnie Ann Ryan menyarankan, sebaiknya Anda mulai berhenti mencari soulmate. Menurutnya ada lima alasan di baliknya.
1. Gairah bergejolak tak tahan lama.
Penelitian sosial menunjukkan pasangan yang mengaku sebagai soulmate cenderung menjalani hubungan dengan gejolak hasrat yang tinggi. Kebahagiaan mereka berasal dari chemistry secara fisik. Menurut Ryan, kedekatan seperti ini biasanya sulit bertahan lama karena tipe ketertarikan semacam ini cenderung memudar seiring waktu. Di sisi lain, pernikahan yang dibangun berdasarkan rasa peduli dan afeksi, cenderung lebih bertahan dalam jangka waktu panjang. Hubungan semacam ini lebih kuat dan tahan lama.
2. Negeri dongeng itu tak pernah nyata.
Perempuan yang sering berkhayal menemukan soulmate biasanya terbawa dengan kisah dari negeri dongeng yang sebenarnya tak nyata. Romantisme yang diciptakan di negeri dongeng itu membuat perempuan kerap mempertahankan ekspektasi yang tidak realistis. Dampaknya perempuan selalu merasa tidak ada laki-laki yang tepat dan bisa memuaskan harapannya.
"Maaf saja, Prince Charming itu karakter di negeri dongeng, bukan pria sesungguhnya yang memiliki karakteristik manusia utuh," tegas Ryan.
3. Cinta ideal itu bikin patah hati.
Romantisme membuat banyak perempuan patah hati. Ketika merasa menemukan soulmate, banyak perempuan berusaha mempertahankannya, tak rela melepaskan. Karena baginya ia telah menemukan pria idaman dan bisa mewujudkan cinta yang ideal bersamanya. Namun waktu berjalan dan hubungan pun tak berjalan sesuai harapan. Saat harus berpisah dengan pasangan, banyak perempuan yang kemudian tak mampu melepaskan masa lalunya bahkan kesulitan untuk melanjutkan kembali hidupnya, karena patah hati merasa gagal mewujudkan cinta ideal dan romantisme impiannya.
4. Soulmate menuntut satu cinta yang besar.
Menemukan soulmate sama dengan mencurahkan semua cinta, sebesar-besarnya, kepada satu orang. Ryan mengatakan, banyak perempuan mengaku padanya, "Saya pernah memiliki cinta yang besar dalam hidup saya, dan hanya itu saya yang saya dapatkan."
Menjalin hubungan dengan soulmate membuat pasangan terikat pada satu hasrat cinta yang besar. Pada sebagian orang, hubungan yang hanya berlandaskan hasrat cinta tanpa rasa peduli dan afeksi, berakhir pada perceraian atau mereka bertahan namun tak lagi merasakan cinta sesungguhnya.
5. Defenisi baru soulmate.
Ryan mengatakan, dengan mempeluas makna soulmate, Anda bisa menghindari patah hati dalam hubungan. Anda pun akan memiliki lebih banyak kebebasan dalam mengekspresikan cinta, lagi dan lagi. Soulmate dalam perspektif baru bagi Ryan adalah Anda mengizinkan diri Anda untuk membuka kesempatan atas cinta, lebih dari satu kali.
"Saran yang cukup radikal dari saya, pertimbangkanlah untuk memiliki lebih dari satu soulmate, supaya Anda banyak belajar di berbagai level," jelasnya.
Ryan menambahkan, "Saya percaya akan cinta. Bagi beberapa orang cinta bisa bertahan selamanya. Bagi sebagian yang lain, mereka harus melewati beberapa kesempatan untuk merasakan cinta sesuai harapannya. Kalau Anda bisa memahami bahwa cinta tak harus sempurna, kesempatan untuk jatuh cinta akan terbuka lebih banyak dalam hidup Anda," jelasnya.
Jadi, menurut Ryan, berhentilah mencari cinta yang sempurna dan soulmate. Tapi mulailah mencari hubungan yang sehat untuk Anda dengan seseorang yang cocok dengan Anda, suportif, baik, menyayangi, memiliki nilai dan keinginan yang sama dengan Anda dalam membina hubungan. Jika Anda fokus membangun hubungan semacam ini, bukan semata mencari soulmate atau Mr Right, hubungan jangka panjang yang romantis pun bisa didapatkan.
Sumber: Your Tango
Editor :
wawa