KOMPAS.com – Sebuah fakta unik terungkap dari studi teranyar, saat ini meningkat jumlah perempuan yang menikahi laki-laki di bawah standar sosialnya . Maksudnya laki-laki dengan kualitas serta tingkat pendidikan lebih rendah darinya.
Hal ini sejalan dengan meningkatnya jumlah perempuan yang mengecam pendidikan tinggi serta berhasil menuntaskannya. Nampaknya masa laki-laki menguasai status sosial dan tingkat pendidikan lebih tinggi sudah berakhir.
Bahkan menurut para ahli universitas di Barcelona, Italia, berpendapat: perempuan saat ini, di banyak negara memiliki status sosial lebih tinggi dari pasangannya.
Teknisnya, sebuah hubungan dengan pola perempuannya memiliki status sosial lebih tinggi dibandingkan pasangannya disebut hypogamy. Tapi secara populer dikenal dengan istilah "marrying down".
Secara tardisional biasanya laki-laki yang memiliki status sosial yang lebih tinggi. Artinya dalam sebuah hubungan mereka berpendidikan lebih tinggi, berpenghasilan lebih besar, jabatan lebih tinggi, karier lebih baik dari pasangannya.
Akan tetapi, saat ini negara – negara di daratan Eropa, Afrika Selatan hingga Arab, perempuan sekarang lebih banyak yang berhasil melanjutkan hingga menyelesaikan pendidikan tinggi. Mereka tidak berhenti di tengah jalan untuk menikah.
Artinya pada saat mereka sukses dan ingin mencari pasangan hidup, tak sedikit menjalin hubungan dengan laki-laki yang memiliki strata sosial sama. Sayangnya, hubungan tersebut tak banyak yang berhasil hingga tahap pernikahan.
Akademis demografi dari Universitat Autònoma de Barcelona kembali melihat sensus di 56 negara tentang kencan sejak tahun 1960an. Dan pada abad 21 saat ini, lebih banyak perempuan "marrying down" dibandingkan "marrying up". Fenomena ini terjadi paling tinggi di negara seperti Perancis, Slovenia dan Mongolia.
Negara tersebut termasuk negara dengan jumlah pelajar perempuan yang lebih banyak ketimbang pelajar laki-lakinya. Dan banyak negara akan mengalami hal yang sama termasuk China, begitu yang terungkap dalam penelitian.
"Secara tradisional pada pasangan heteroseksual, pola yang mendominasi adalah perempuan menikahi laki-laki dengan pendidikan yang lebih tinggi. Dan perbedaan gender menjadi hal yang penting," jelas Albert Esteve sang peneliti. "Beberapa tahun belakangan ini, saat timbulnya kemudahan akses pendidikan bagi perempuan. Hal ini merubah model pola hubungan tersebut,"lanjutnya.
Ia pun menambahkan, "Orang bisa saja beranggapan bahwa persamaan kesempatan mengeyam pendidikan lebih tinggi bagi perempuan, meningkatkan jumlah perempuan single. Namun yang terjadi, ternyata komposisi pasangan beradaptasi cukup baik terhadap perubahan struktural yang terjadi." Hal ini dapat mengubah peran gender tradisional dimana suami sebagai pencari nafkah sedangkan istri hanya mengurus rumah dan anak.
Albert mengatakan bahwa sudah saatnya fokus untuk memperlajari hypogamy lebih dalam. "Sebaiknya tidak hanya dilihat dari aspek pendidikan tetapi juga dari aspek perempuan sebagai pencari nafkah utama."
Apakah fenomena ini juga akan melanda Indonesia? Saat ini saja di bangku kuliah jumlah mahasiswi tak lebih sedikit dari mahasiswa dengan tingkat kelulusan yang juga lebih tinggi. Termasuk peraih nilai yang tertinggi biasanya perempuan. Plus, lapangan pekerjaan yang tersedia lebih luas serta beragam bagi perempuan.
Sumber: dailymail