KOMPAS.com - "Saya seorang karyawati swasta berusia 29 tahun. Latar belakang keluarga saya broken home. Konon, katanya perceraian kedua orang tua saya karena ayah mengalami puber kedua. Saat ini saya sedang menjalin hubungan serius dengan seorang pria. Usianya dua tahun di atas saya. Dia sudah mendesak saya untuk segera menikah dengannya. Namun, saya masih menyimpan ketakutan bahwa nanti dia juga akan mengalami puber kedua. Pertanyaan saya, secara medis apa memang benar ada istilah puber kedua? Apa dan bagaimana puber kedua itu? Apa setiap pria akan mengalaminya? Bisakah dicegah? Apa yang harus saya lakukan ya, Dok? (Naning, Tangerang)
Sebenarnya, puber kedua itu hanya istilah yang dibuat orang, demikian menurut dr Ferryal Loetan, ASC&T, SpRM, MKes (MMR), Konsultan Seks dan Spesialis Rehabilitasi dari Klinik WIN, Kelapa Gading, Jakarta. Secara medis, menurutnya tidak ada yang namanya puber kedua.
Jadi, mengapa Anda harus takut menghadapi masa depan? Masa depan itu yang menentukan kita sendiri secara pribadi dan tentunya pasangan kita. Jadi kalau Anda ingin berpasangan, carilah pasangan yang tepat dan bisa cocok dengan Anda secara keseluruhan, termasuk cara pandang tentang hubungan seksual.
Untuk mendapat pasangan seperti itu memang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk melihat dan menelaahnya. Oleh karena itu, dibutuhkan waktu untuk membina dan memantapkan hubungan.
Saat pacaran seharusnya digunakan untuk saling mengenal dengan saling melihat dan memperhatikan. Ada baiknya juga jangan sampai hati kita dibutakan oleh cinta. Kalau sudah merasa saling cocok dan tidak banyak perbedaan lagi, silakan dilanjutkan ke jenjang pernikahan. Tetapi kalau tidak cocok, sebaiknya Anda tidak melanjutkannya hanya karena cinta, demikian pendapat Ferryal.
Meskipun begitu, istilah puber kedua sebenarnya bisa dipahami sebagai salah satu perkembangan psikologis yang dialami orang dewasa. Dalam bincang-bincang mengenai buku Panik Saat Puber? Say No karya dr Aditya Suryansyah, SpA, pernah diungkapkan bahwa pada usia matang orang mulai mengalami penurunan hormon, sehingga takut menjadi tua. Nah, karena takut terlihat tua, mereka pun jadi lebih memerhatikan penampilan, mirip perilaku remaja yang sedang puber.
Rasa enggan memasuki masa tua juga memunculkan perilaku yang berkaitan dengan sikap romantisme dan minat psikoseksual kepada lawan jenis. Namun kembali lagi, dari sisi medis tidak ada yang namanya masa puber kedua.
Sumber: Majalah Sekar
Editor :
Dini